Said Aqil Siradj Guru Besar Tasawuf
A
A
A
SURABAYA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr KH Said Aqil Siradj, MA dikukuhkan sebagai guru besar tidak tetap bidang ilmu tasawuf pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.
Said Aqil merupakan guru besar ke-47 di UIN Sunan Ampel. Namun dia satu-satunya guru besar dengan keahlian ilmu tasawuf. Dalam pidatonya, pria kelahiranCirebon, 3 Juli 1953 ini menyampaikan materi berjudul ”Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual dalam Kehidupan Masyarakat Modern”.
Menurut Said Aqil, munculnya berbagai krisis manusia modern sesungguhnya bersumber pada masalah pemaknaan atas kehidupan. Modernisme dengan kemajuan teknologi dan pesatnya industrialisasi dapat menciptakan manusia meraih kehidupan dengan perubahan yang luar biasa.
”Namun seiring dengan logika dan orientasi modern, kerja dan materi menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat sehingga gagasan tentang makna hidup terhancurkan. Implikasinya, manusia kemudian menjadi bagian mesin yang mati. Masyarakat lantas tergiring pada proses penyamaan diri dengan segala materi serta pendalaman keterbelakangan mentalitas,” kata suami Nur Hayati Abdul Qodir ini.
Said menegaskan munculnya persoalan besar di tengah umat manusia sekarang berada satu titik yaitu krisis spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme, empirisme, dan positivism ternyata membawa manusia kepada kehidupan modern dimana sekularisme menjadi mentalitas zaman dan karena itu spiritualisme menjadi semacam antagonisme bagi kehidupan modern.
Said mengakui, tasawuf memang sering dituduh sebagai virus yang menghambat kemajuan dan menyebabkan ketertinggalan dunia muslim di kancah peradaban modern. Dia menilai pendapat itu tidak benar. Menurut dia, cakupan tasawuf bukan sekadar etika, tapi lebih penting dari itu, tasawuf mengurai dan berkecimpung dalam wilayah estetika.
Tasawuf tidak bicara lagi soal baikburuk, tapi berbicara tentang sesuatu yang indah. Tasawuf selalu mengaitkan dengan jiwa, roh, dan intuisi. ”Tasawuf tidak hanya membangun dunia yang bermoral, tapi juga sebuah dunia yang indah dan penuh makna,” papar dia. Rektor UIN Sunan Ampel Abdul Ala menilai Said Aqil layak menjadi guru besar dari sisi keilmuan.
”Diamemenuhi kriteria guru besar. Kajian bidang tasawuf sekarang masih langka. Dia bukan hanya ahli tasawuf tapi juga seorang sufi,” kata Ala. Sekjen Kemenag Prof Nur Syam yang juga mantan Rektor IAIN Sunan Ampel (nama lama UIN Sunan Ampel) membenarkan sempat hilangnya berkas pengusulan Said sebagau guru besar di UIN Syarif Hidayatullah.
”Pak Nuh minta proses ulang pengukuhan ini. Guru besar harus diperbanyak untuk akreditasi A agar UIN Sunan Ampel tidak berbeda dengan Universitas Airlangga dan perguruan tinggi negeri lain,” sebut Nur Syam. Mantan Mendikbud Mohamad Nuh mengatakan bahwa sejak tahun 2013 sumber ilmu tidak harus datang dari dosen di perguruan tinggi. Perguruan tinggi tidak boleh tertutup bagi pihak luar yang bisa menjadi sumber ilmu.
Soeprayitno
Said Aqil merupakan guru besar ke-47 di UIN Sunan Ampel. Namun dia satu-satunya guru besar dengan keahlian ilmu tasawuf. Dalam pidatonya, pria kelahiranCirebon, 3 Juli 1953 ini menyampaikan materi berjudul ”Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual dalam Kehidupan Masyarakat Modern”.
Menurut Said Aqil, munculnya berbagai krisis manusia modern sesungguhnya bersumber pada masalah pemaknaan atas kehidupan. Modernisme dengan kemajuan teknologi dan pesatnya industrialisasi dapat menciptakan manusia meraih kehidupan dengan perubahan yang luar biasa.
”Namun seiring dengan logika dan orientasi modern, kerja dan materi menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat sehingga gagasan tentang makna hidup terhancurkan. Implikasinya, manusia kemudian menjadi bagian mesin yang mati. Masyarakat lantas tergiring pada proses penyamaan diri dengan segala materi serta pendalaman keterbelakangan mentalitas,” kata suami Nur Hayati Abdul Qodir ini.
Said menegaskan munculnya persoalan besar di tengah umat manusia sekarang berada satu titik yaitu krisis spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme, empirisme, dan positivism ternyata membawa manusia kepada kehidupan modern dimana sekularisme menjadi mentalitas zaman dan karena itu spiritualisme menjadi semacam antagonisme bagi kehidupan modern.
Said mengakui, tasawuf memang sering dituduh sebagai virus yang menghambat kemajuan dan menyebabkan ketertinggalan dunia muslim di kancah peradaban modern. Dia menilai pendapat itu tidak benar. Menurut dia, cakupan tasawuf bukan sekadar etika, tapi lebih penting dari itu, tasawuf mengurai dan berkecimpung dalam wilayah estetika.
Tasawuf tidak bicara lagi soal baikburuk, tapi berbicara tentang sesuatu yang indah. Tasawuf selalu mengaitkan dengan jiwa, roh, dan intuisi. ”Tasawuf tidak hanya membangun dunia yang bermoral, tapi juga sebuah dunia yang indah dan penuh makna,” papar dia. Rektor UIN Sunan Ampel Abdul Ala menilai Said Aqil layak menjadi guru besar dari sisi keilmuan.
”Diamemenuhi kriteria guru besar. Kajian bidang tasawuf sekarang masih langka. Dia bukan hanya ahli tasawuf tapi juga seorang sufi,” kata Ala. Sekjen Kemenag Prof Nur Syam yang juga mantan Rektor IAIN Sunan Ampel (nama lama UIN Sunan Ampel) membenarkan sempat hilangnya berkas pengusulan Said sebagau guru besar di UIN Syarif Hidayatullah.
”Pak Nuh minta proses ulang pengukuhan ini. Guru besar harus diperbanyak untuk akreditasi A agar UIN Sunan Ampel tidak berbeda dengan Universitas Airlangga dan perguruan tinggi negeri lain,” sebut Nur Syam. Mantan Mendikbud Mohamad Nuh mengatakan bahwa sejak tahun 2013 sumber ilmu tidak harus datang dari dosen di perguruan tinggi. Perguruan tinggi tidak boleh tertutup bagi pihak luar yang bisa menjadi sumber ilmu.
Soeprayitno
(bbg)