Hukuman Akil Tetap Seumur Hidup

Selasa, 25 November 2014 - 10:24 WIB
Hukuman Akil Tetap Seumur Hidup
Hukuman Akil Tetap Seumur Hidup
A A A
JAKARTA - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak upaya banding mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar atas kasus suap dan tindak pidana pencucian uang penyelesaian sejumlah perkara pilkada.

Dengan penolakan itu, Akil Mochtar harus menerima hukuman penjara selama seumur hidup yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama. Vonis ini dibenarkan Humas PT DKI Jakarta M Hatta. Menurut dia, putusan banding terhadap Akil hanya menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. ”Sudah putusan. Isinya menguatkan putusan tingkat pertama,” ungkap M Hatta di Jakarta kemarin.

Ketua majelis banding Syamsul Bahri Bapatua juga membenarkan putusan PT hanya menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. ”Putusan PN dianggap telah tepat dan benar,” kata dia. Kuasa hukum Akil Mochtar, Adardam Achyar, enggan memberikan komentar atas putusan banding tersebut. ”Saya belum tahu informasi itu. Kalau saya mengungkapkan, nanti takut melanggar kode etik,” katanya.

Akil Mochtar sebelumnya dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 30 Juni 2014. Dalam pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan, Akil terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara hukum melakukan tindak pidana korupsi sebagai penerima suap dalam pengurusan sengketa 14 pilkada dari 15 yang didakwa JPU yang disidangkan di MK dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) minus TPPU Rp35 miliar yang dititipkan ke Muhtar Ependy.

Satu pilkada yakni penerimaan Rp500 juta dalam pengurusan sengketa Pilkada Lampung Selatan 2010 dari Bupati Empat Lawang Rycko Menoza dan Wakil Bupati Eki Setyanto melalui terdakwa advokat sekaligus politikus PDIP Susi Tur Andayani dinyatakan tidak terbukti. Majelis hakim tidak menemukan alasan Akil dibebaskan dari seluruh dakwaan.

Karena itu, vonis seumur hidup yang dijatuhi itu sesuai kesalahan yang diperbuatnya. Majelis juga tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK terkait uang pengganti Rp10 miliar. Tuntutan yang diajukan dan putusan yang dijatuhi sudah maksimal.

Bila tidak dibayarkan, tidak bisa diganti dengan pidana badan. Majelis juga tidak sependapat dengan tuntutan JPU terkait pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan umum.

Menurut majelis, penerapan pidana ini masih menjadi perdebatan dan belum diterima seluruhnya oleh masyarakat. Majelis menyatakan, dalam kasus korupsi berupa penerimaan suap dakwaan pertama hingga keempat terbukti, kecuali dakwaan kesatu perbuatan kelima (Lampung Selatan) terbukti secara sah dan meyakinkan.

Pada dakwaan pertama, Akil terbukti melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/ 2001. Dakwaan kedua, Akil terbukti melanggar Pasal 12 huruf c UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP (Pidana). Ketiga perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana dalam dakwaan kedua alternatif kedua. Pada dakwaan keempat, Akil terbukti menerima suap selaku penyelenggara negara (bukan hakim).

Nurul adriyana
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6579 seconds (0.1#10.140)
pixels