Kelulusan Siswa Ditentukan Sekolah
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mewacanakan mengembalikan kelulusan siswa ke sekolah. Persentase kelulusan siswa pun diubah antara 50% ujian nasional (UN) dan 50% ujian sekolah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, kemarin dia rapat dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) intinya ialah dia ingin mengkaji kembali UN. BSNP sebagai badan yang bertanggung jawab dalam kriteria minimal bagi standar pendidikan diminta mengkaji kembali UN.
Anies mengatakan, kemungkinan besar tahun depan UN akan dihapuskan. “Tahun depan sangat mungkin tidak ada UN. Kalau soal proporsi kelulusan, sebenarnya UN sudah bukan lagi menjadi penentu,” katanya di Gedung Kemendikbud kemarin. Anies mengatakan, pembahasan mengenai UN masih akan berlanjut.
Namun, pembahasannya bukan hanya tentang UN, tapi evaluasi secara keseluruhan. Jika memang tidak ada UN, akan ada evaluasi atau ujian secara keseluruhan. Bisa saja ujian akan dilakukan di kelas tiga atau dua. Rektor Universitas Paramadina nonaktif ini menambahkan, bisa saja ujian dilakukan pada akhir tahun atau pertengahan tahun saja.
Lalu, akankah yang diuji siswanya saja atau guru juga masih menjadi pertanyaan. Penggagas Indonesia Mengajar ini menjelaskan, UN memang bermasalah yakni memosisikan proses belajar itu sebagai latihan menjawab soal UN. Inilah yang membuat penguasaan kompetensi anak ada pada kemampuan berpikir rendah dan bukan pada orde tinggi pembelajaran.
Meski dia memandang UN adalah salah, pembahasan persiapan soal ujian tetap harus dilakukan. “Persiapan soal ujian tetap dibutuhkan. Mau dipakai atau tidak, biarkan saja jalan. Tidak ada masalah jika kita bersiap mulai dari sekarang,” ucapnya.
Anggota BNSP Teuku Ramli Zakaria mengatakan, BSNP memandang UN tetap perlu dilakukan, namun dengan sejumlah perbaikan. Misalnya saja perbaikan pada kualitas soal UN dan prosedur pelaksanaan yang kredibel sehingga bisa mengurangi tekanan psikologis anak.
Dalam pertemuan dengan Mendikbud, kata Ramli, BSNP mengusulkan persentase tingkat kelulusan diubah menjadi 50-50. Berbeda dengan tahun ini yang memakai perbandingan 60% nilai UN yang dipakai untuk menentukan kelulusan siswa dan 40% nilai sekolah. Ramli mengakui, dengan bobot tersebut, ujian sekolah menjadi dominan sehingga sangat kecil kemungkinan siswa tidak lulus.
Dia menggambarkan, jika ujian sekolah siswa mendapat nilai delapan dan nilai UN nilai tiga, dia masih bisa lulus. Ramli menambahkan, meski kelulusan siswa ditentukan sekolah, diaberharapnilaiUNyang didapat siswa harus murni dan bukan manipulasi. Jika seluruh siswa di daerah itu mendapat nilai ujian murni, daerah tersebut mendapat nilai yang kredibel.
Pihaknya akan mengusulkan ke Kemendikbud untuk memberi penghargaan bagi daerah yang nilai UN-nya kredibel meski jumlah siswa yang mendapat nilai tertinggi tidak berasal dari daerah tersebut. “Jadi penghargaannya diganti. Pemerintah bisa memberikan stimulus kepada daerah yang nilai UN-nya kredibel,” katanya.
Ramli menuturkan, pihaknya tidak menutup mata jika UN tahun ini masih dipenuhi upaya kecurangan. Ini terjadi karena ada faktor ketegangan antara anak, sekolah, dan dinas pendidikan. BSNP juga berupaya mempercepat pembahasan prosedur operasional standar (POS) UN akan selesai Desember dan segera disosialisasikan sehingga tiga pihak itu bisa bersiap-siap.
Pengamat pendidikan Weilin Han berpendapat, UN boleh saja diselenggarakan asal murni ditujukan untuk pemetaan. Artinya, tidak memengaruhi kelulusan dan tidak juga harus semua anak. Weilin melanjutkan, UN bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri yang seharusnya mengembangkan setiap anak dengan potensinya masingmasing.
Neneng zubaidah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, kemarin dia rapat dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) intinya ialah dia ingin mengkaji kembali UN. BSNP sebagai badan yang bertanggung jawab dalam kriteria minimal bagi standar pendidikan diminta mengkaji kembali UN.
Anies mengatakan, kemungkinan besar tahun depan UN akan dihapuskan. “Tahun depan sangat mungkin tidak ada UN. Kalau soal proporsi kelulusan, sebenarnya UN sudah bukan lagi menjadi penentu,” katanya di Gedung Kemendikbud kemarin. Anies mengatakan, pembahasan mengenai UN masih akan berlanjut.
Namun, pembahasannya bukan hanya tentang UN, tapi evaluasi secara keseluruhan. Jika memang tidak ada UN, akan ada evaluasi atau ujian secara keseluruhan. Bisa saja ujian akan dilakukan di kelas tiga atau dua. Rektor Universitas Paramadina nonaktif ini menambahkan, bisa saja ujian dilakukan pada akhir tahun atau pertengahan tahun saja.
Lalu, akankah yang diuji siswanya saja atau guru juga masih menjadi pertanyaan. Penggagas Indonesia Mengajar ini menjelaskan, UN memang bermasalah yakni memosisikan proses belajar itu sebagai latihan menjawab soal UN. Inilah yang membuat penguasaan kompetensi anak ada pada kemampuan berpikir rendah dan bukan pada orde tinggi pembelajaran.
Meski dia memandang UN adalah salah, pembahasan persiapan soal ujian tetap harus dilakukan. “Persiapan soal ujian tetap dibutuhkan. Mau dipakai atau tidak, biarkan saja jalan. Tidak ada masalah jika kita bersiap mulai dari sekarang,” ucapnya.
Anggota BNSP Teuku Ramli Zakaria mengatakan, BSNP memandang UN tetap perlu dilakukan, namun dengan sejumlah perbaikan. Misalnya saja perbaikan pada kualitas soal UN dan prosedur pelaksanaan yang kredibel sehingga bisa mengurangi tekanan psikologis anak.
Dalam pertemuan dengan Mendikbud, kata Ramli, BSNP mengusulkan persentase tingkat kelulusan diubah menjadi 50-50. Berbeda dengan tahun ini yang memakai perbandingan 60% nilai UN yang dipakai untuk menentukan kelulusan siswa dan 40% nilai sekolah. Ramli mengakui, dengan bobot tersebut, ujian sekolah menjadi dominan sehingga sangat kecil kemungkinan siswa tidak lulus.
Dia menggambarkan, jika ujian sekolah siswa mendapat nilai delapan dan nilai UN nilai tiga, dia masih bisa lulus. Ramli menambahkan, meski kelulusan siswa ditentukan sekolah, diaberharapnilaiUNyang didapat siswa harus murni dan bukan manipulasi. Jika seluruh siswa di daerah itu mendapat nilai ujian murni, daerah tersebut mendapat nilai yang kredibel.
Pihaknya akan mengusulkan ke Kemendikbud untuk memberi penghargaan bagi daerah yang nilai UN-nya kredibel meski jumlah siswa yang mendapat nilai tertinggi tidak berasal dari daerah tersebut. “Jadi penghargaannya diganti. Pemerintah bisa memberikan stimulus kepada daerah yang nilai UN-nya kredibel,” katanya.
Ramli menuturkan, pihaknya tidak menutup mata jika UN tahun ini masih dipenuhi upaya kecurangan. Ini terjadi karena ada faktor ketegangan antara anak, sekolah, dan dinas pendidikan. BSNP juga berupaya mempercepat pembahasan prosedur operasional standar (POS) UN akan selesai Desember dan segera disosialisasikan sehingga tiga pihak itu bisa bersiap-siap.
Pengamat pendidikan Weilin Han berpendapat, UN boleh saja diselenggarakan asal murni ditujukan untuk pemetaan. Artinya, tidak memengaruhi kelulusan dan tidak juga harus semua anak. Weilin melanjutkan, UN bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri yang seharusnya mengembangkan setiap anak dengan potensinya masingmasing.
Neneng zubaidah
(bbg)