M Saleh Diduga Langgar Petunjuk MA

Kamis, 20 November 2014 - 14:33 WIB
M Saleh Diduga Langgar...
M Saleh Diduga Langgar Petunjuk MA
A A A
JAKARTA - Majelis hakim peninjauan kembali (PK) kasus sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) M Saleh, Hamdi, dan Abdul Manan diduga melanggar petunjuk Mahkamah Agung (MA) yang dihasilkan dalam Rapat Kerja Nasional MA di Denpasar, Bali, 18–22 September 2005.

Berdasarkan Rapat Kerja Nasional MA itu disebutkan bahwa pengadilan negeri/umum tidak berwenang untuk mengadili suatu perkara yang para pihaknya terikat dalam perjanjian arbitrase, walaupun hal tersebut didasarkan pada gugatan perbuatan melawan hukum. Mantan Komisioner Komisi Yudisial (KY) Thahir Saimina mengatakan, dugaan pelanggaran dilakukan oleh beberapa hakim agung itu terkait putusan menolak PK atas kasus sengketa perdata kepemilikan saham TPI.

“Nah, kalau hakim ini (M Saleh dkk) tahu tapi purapura tidak tahu, maka secara etika tidak boleh. Itu ada dugaan melanggar etika,” tandas Thahir di Jakarta kemarin. Menurut dia, meski petunjuk teknis yudisial MA itu bukan terkait produk hukum yang ada di MA, petunjuk itu mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase, yang menjadi kewenangan perkara perdata di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

“Tetapi petunjuk (MA) itu bisa menjadi turunan dari UU Nomor 30 itu yang memberi kewenangan ke arbitrase,” paparnya. Thahir juga meminta KY untuk berperan aktif membongkar kejanggalan putusan MA tersebut. Untuk membongkar kejanggalan-kejanggalan tersebut, ujarnya, KY perlu membuat tim investigasi yang akan menelusurinya.

“KY mampu enggak berperan aktif? KY harus membentuk tim investigasi untuk mengecek sejauh mana dan apa yang ada di balik putusan itu,” tuturnya. Senada diungkapkan pakar hukum Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis.

Menurut dia, hakim MA sudah melanggar aturannya sendiri terkait perkara sengketa kepemilikan saham TPI, sebab pengadilan negeri atau umum tidak berwenang untuk mengadili suatu perkara yang para pihaknya terkait dalam perjanjian arbitrase.

“Hal itu berdasarkan petunjuk MA Pasal I poin 1 huruf a berjudul Kompetensi Absolut. MA jelas melanggar,” kata Margarito. Karena MA telah telanjur mengeluarkan putusan, ujarnya, maka pihak PT Berkah Karya Bersama perlu kembali mengajukan PK ke MA. “Putusan itu bisa diubah dengan putusan ulang,” tandasnya.

Karena itu, lanjutnya, harus diajukan upaya hukum lainnya untuk melawan putusan MA yang menolak PK PT Berkah itu. “Menurut saya, PK di atas PK kenapa tidak? ini demi keadilan,” ungkapnya. Margarito juga mendesak KY untuk bersikap transparan dalam memproses laporan dugaan pelanggaran hakim perkara sengketa TPI. KY, ujarnya, harus tetap profesional dan bekerja dengan standar nilai tinggi agar hasil akhir kerja tidak menimbulkan masalah baru.

MA, ujarnya, juga harus memiliki sikap sama. Pengamat sekaligus pengajar hukum di Universitas Negeri Semarang (Unnes) Arif Hidayat meminta agar proses penyelesaian sengketa TP) antara PT Berkah Karya Bersama (BKB) dan Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut harus dikawal banyak pihak.

Menurut dia, ada banyak kejanggalan yang terjadi pada kasus ini yang dilakukan oleh penegak hukum yang paham mekanisme hukum. Kejanggalan itu misalnya putusan PK yang sebenarnya menyalahi kompetensi dan melanggar Undang-Undang Arbitrase. “Hakim MA pasti tahu bahwa seorang hakim agung tidak berwenang memeriksa perkara yang sudah disepakati diselesaikan di BANI,” kata Arif.

Kasus ini, ujarnya, juga sarat kemungkinan politisasi peradilan. Pasalnya, peradilan seharusnya independen dan adil serta bebas politisasi. Harusnya, ujar Arif, hal-hal seperti itu dihindari karena jauh dari upaya penyelesaian. Karena itu, harus ada upaya sungguh-sungguh mengawal kasus ini oleh banyak pihak. Upaya mengawal penyelesaian kasus ini bisa berupa sikap kritisi oleh media dan dari Komisi Hukum DPR (Komisi III).

“Anggota DPR sepatutnya tahu bahwa ada yang tidak beres pada kasus ini dan mengkritisinya. Di mana-mana kalau sudah ditangani BANI, peradilan mana pun tidak boleh intervensi,” tandasnya. Pakar hukum Said Salahuddin menyatakan tidak ada alasan bagi KY untuk tidak menindaklanjuti laporan dugaan penyimpangan yang dilakukan hakim MA dalam kasus TPI.

“Sepanjang ada indikasi, tidak ada alasan KY tidak memprosesnya,” ujar Said. Dia menilai langkah PT Berkah Karya Bersama melaporkan ketiga hakim MA ke KY sudah sangat tepat. “Artinya, itu caranya sudah benar, disampaikan ke lembaga yang tepat yang diberi kewenangan konstitusi kita untuk menegakkan kode etik perilaku hakim,” paparnya.

Komisioner KY Ibrahim mengatakan, KY akan menerjunkan tim investigasi terkait putusan MA yang menolak PK kasus TPI. Namun, ujarnya, KY baru bisa menerjunkan tim investigasi setelah PT Berkah Karya Bersama melengkapi dokumen atau berkas laporannya, seperti kelengkapan mencantumkan salinan putusan MA.

“Pada intinya kami tidak ingin dulu menyampaikan pendapat, termasuk tim (investigasi). Karena kami harus menunggu dulu sampai laporan itu lengkap,” tandasnya. Terkait pendapat berbagai pihak yang menyatakan bahwa KY tidak perlu menunggu laporan lengkap untuk bisa bertindak, Ibrahim mengaku menghargai pendapat tersebut. Namun, KY tetap akan membentuk tim investigasi setelah laporan itu lengkap.

“Ini satu dukungan yang harus kita hormati. Tapi sekali lagi, kami ingin tahu putusannya (salinan putusan MA) seperti apa, agar langkah kami tidak menyalahi prosedur, tidak melampaui kewenangan,” ujarnya. Dari salinan putusan MA tersebut, nantinya KY bisa mengetahui apakah sama proses hukum yang terjadi di Pengadilan MA dengan di BANI.

“Saya khawatir KY bertindak, tapi ternyata ada pihak yang merasa dirugikan,” paparnya. Sebelumnya,Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mempersilakan Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa hakim agung M Saleh dkk atas dugaan pelanggaran kode etik dalam memutuskan peninjauan kembali (PK) sengketa TPI. Hatta mengaku, lembaganya sudah mengikuti prosedur yang berlaku.

Jika memang ada pelanggaran kode etik, Hatta mempersilakan pihak yang tidak puas untuk menempuh jalur hukum. ”Sepanjang menyangkut masalah teknik, itu kewenangan lembaga lain untuk melakukan pemeriksaan,” tandas Hatta di Bukit Tinggi, Sumbar, kemarin.

Hatta pun mempertanyakan jika ada majelis hakim yang dipanggil KY. ”Kalau dipanggil KY dalam rangka teknis atau nonteknis? Kalau teknis itu kewenangan sepenuhnya, saya saja sebagai ketua MA tidak boleh menanyakan kepada majelis kenapa si a menang, kenapa si b yang kalah,” kilahnya.

Nurul adriyana/ Danti daniel/ Sindonews
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0900 seconds (0.1#10.140)