Sepeda Motor Jangan Dilarang, tapi Dibatasi
A
A
A
JAKARTA - Pengendalian kemacetan lalu lintas di Jakarta tidak boleh dilakukan dengan melarang pengoperasian sepeda motor di jalan protokol, tapi cukup membatasinya supaya masyarakat masih bisa melakukan perjalanan.
Sepeda motor merupakan kendaraan pribadi yang mudah dimiliki semua lapisan masyarakat. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyadari larangan melintas sepeda motor di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Medan Merdeka Barat memang arahnya pada pemberlakuan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP).
Kebijakan tersebut harus diterapkan saat ini karena jalan raya begitu semrawut dan hingga menimbulkan kemacetan lalu lintas cukup parah. “Hanya saja, dalam aturannya, pengendalian dengan ERP ini hanya menjadikan mobil sebagai objeknya, sedangkan sepeda motor tidak,” katanya kemarin.
Untuk itu perlu dilihat lagi secara bijak bahwa sepeda motor merupakan moda transportasi yang murah dan terjangkau semua lapisan masyarakat. Maka dari itu tidak ada salahnya jika pemilik sepeda motor diperbolehkan melintasi jalur ERP asalkan dilengkapi dengan on board unit (OBU), sebagaimana diberlakukan ke mobil.
“Sepeda motor itu jangan dilarang, tapi dibatasi,” kata Prasetyo Edi Marsudi, kemarin Menurutnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta tidak boleh gegabah menerapkan aturan lalu lalu lintas. Sepeda motor merupakan moda transportasi paling banyak di Jakarta.
Banyaknya sepeda motor itu menunjukkan bahwa kendaraan ini yang paling fleksibel digunakan untuk bepergian. Sepeda motor juga tidak memakan jalan terlalu besar. Dalam perjalanan waktu tempuh lebih cepat dibandingkan mobil.
Biaya yang dikeluarkan juga relatif lebih murah jika dibandingkan menggunakan angkutan umum Pada Perda No 5/2014 tentang Transportasi pada pasal 78 (2) butir h disebutkan, membatasi lalu lintas sepeda motor pada kawasan tertentu dan/ atau waktu jaringan tertentu.
“Aturan hukumnya sudah jelas menyebutkan hanya membatasi, bukan melarang,” tegasnya. Berdasarkan data Disbub DKI Jakarta per 2013, jumlah sepeda motor 6.211.367 unit dengan tingkat pertumbuhan 1.535 unit per hari. Di Jabodetabek, jumlah sepeda motor mencapai 11.949.280 unit, sedangkan pertumbuhan mobil di Jabodetabek mencapai 3.347 unit per hari.
Setiap hari di Jabodetabek terdapat 25.737.000 perjalanan. Berdasarkan jenis kendaraan, sebanyak 50,8% atau 13.060.000 perjalanan menggunakan sepeda motor. Dibandingkan moda lainnya, pengguna mobil sebanyak 6.155.000 (23,9%) dan 6.522.000 perjalanan/ hari (25,3%) menggunakan angkutan umum.
Sebanyak 6.962.000 perjalanan berasal dari komuter atau dari daerah penyangga Ibu Kota, yakni Tangerang, Depok, Bogor, dan Bekasi. Erwan Susanto, 28, menilai larangan melintas sepeda motor sangat diskriminatif. Sebagai staf biasa di sebuah perusahaan dia membutuhkan waktu yang cepat untuk bekerja dengan biaya terjangkau.
“Kalau naik motor beli premium Rp20.000 bisa tahan empat hari. Sehari saya hanya menghabiskan uang Rp5.000 per hari untuk bekerja. Kalau naik angkutan umum sehari bisa habis Rp15.000,” keluhnya. Wakil Kepala Dishub DKI Jakarta Benyamin Bukit menyebutkan, uji coba larangan sepeda motor melintas di sepanjang Bundaran HI hingga Jalan Medan Merdeka Barat mulai diterapkan pada minggu kedua Desember mendatang.
Kebijakan itu diterapkan selama 24 jam dari Senin hingga minggu. Selama uji coba ini pihaknya akan menyediakan 10 unit bus tingkat ditambah 5 unit bus tingkat wisata gratis. Bus ini disediakan untuk melayani masyarakat yang menggunakan sepeda motor. “Bus tingkatnya itu kita operasikan sampai jam 22.00 WIB,” ujarnya.
Dia menegaskan, larangan sepeda motor telah diatur dalam UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP Nomor 32/2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. “Dalam PP 32/2011 disebutkan pembatasan sepeda motor itu harus 0,5 atau perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,5,” tuturnya.
Ilham safutra
Sepeda motor merupakan kendaraan pribadi yang mudah dimiliki semua lapisan masyarakat. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyadari larangan melintas sepeda motor di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Medan Merdeka Barat memang arahnya pada pemberlakuan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP).
Kebijakan tersebut harus diterapkan saat ini karena jalan raya begitu semrawut dan hingga menimbulkan kemacetan lalu lintas cukup parah. “Hanya saja, dalam aturannya, pengendalian dengan ERP ini hanya menjadikan mobil sebagai objeknya, sedangkan sepeda motor tidak,” katanya kemarin.
Untuk itu perlu dilihat lagi secara bijak bahwa sepeda motor merupakan moda transportasi yang murah dan terjangkau semua lapisan masyarakat. Maka dari itu tidak ada salahnya jika pemilik sepeda motor diperbolehkan melintasi jalur ERP asalkan dilengkapi dengan on board unit (OBU), sebagaimana diberlakukan ke mobil.
“Sepeda motor itu jangan dilarang, tapi dibatasi,” kata Prasetyo Edi Marsudi, kemarin Menurutnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta tidak boleh gegabah menerapkan aturan lalu lalu lintas. Sepeda motor merupakan moda transportasi paling banyak di Jakarta.
Banyaknya sepeda motor itu menunjukkan bahwa kendaraan ini yang paling fleksibel digunakan untuk bepergian. Sepeda motor juga tidak memakan jalan terlalu besar. Dalam perjalanan waktu tempuh lebih cepat dibandingkan mobil.
Biaya yang dikeluarkan juga relatif lebih murah jika dibandingkan menggunakan angkutan umum Pada Perda No 5/2014 tentang Transportasi pada pasal 78 (2) butir h disebutkan, membatasi lalu lintas sepeda motor pada kawasan tertentu dan/ atau waktu jaringan tertentu.
“Aturan hukumnya sudah jelas menyebutkan hanya membatasi, bukan melarang,” tegasnya. Berdasarkan data Disbub DKI Jakarta per 2013, jumlah sepeda motor 6.211.367 unit dengan tingkat pertumbuhan 1.535 unit per hari. Di Jabodetabek, jumlah sepeda motor mencapai 11.949.280 unit, sedangkan pertumbuhan mobil di Jabodetabek mencapai 3.347 unit per hari.
Setiap hari di Jabodetabek terdapat 25.737.000 perjalanan. Berdasarkan jenis kendaraan, sebanyak 50,8% atau 13.060.000 perjalanan menggunakan sepeda motor. Dibandingkan moda lainnya, pengguna mobil sebanyak 6.155.000 (23,9%) dan 6.522.000 perjalanan/ hari (25,3%) menggunakan angkutan umum.
Sebanyak 6.962.000 perjalanan berasal dari komuter atau dari daerah penyangga Ibu Kota, yakni Tangerang, Depok, Bogor, dan Bekasi. Erwan Susanto, 28, menilai larangan melintas sepeda motor sangat diskriminatif. Sebagai staf biasa di sebuah perusahaan dia membutuhkan waktu yang cepat untuk bekerja dengan biaya terjangkau.
“Kalau naik motor beli premium Rp20.000 bisa tahan empat hari. Sehari saya hanya menghabiskan uang Rp5.000 per hari untuk bekerja. Kalau naik angkutan umum sehari bisa habis Rp15.000,” keluhnya. Wakil Kepala Dishub DKI Jakarta Benyamin Bukit menyebutkan, uji coba larangan sepeda motor melintas di sepanjang Bundaran HI hingga Jalan Medan Merdeka Barat mulai diterapkan pada minggu kedua Desember mendatang.
Kebijakan itu diterapkan selama 24 jam dari Senin hingga minggu. Selama uji coba ini pihaknya akan menyediakan 10 unit bus tingkat ditambah 5 unit bus tingkat wisata gratis. Bus ini disediakan untuk melayani masyarakat yang menggunakan sepeda motor. “Bus tingkatnya itu kita operasikan sampai jam 22.00 WIB,” ujarnya.
Dia menegaskan, larangan sepeda motor telah diatur dalam UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP Nomor 32/2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. “Dalam PP 32/2011 disebutkan pembatasan sepeda motor itu harus 0,5 atau perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,5,” tuturnya.
Ilham safutra
(ars)