Hapus Hak DPR, Bukti Kangen Orde Baru

Minggu, 16 November 2014 - 21:00 WIB
Hapus Hak DPR, Bukti...
Hapus Hak DPR, Bukti Kangen Orde Baru
A A A
JAKARTA - Keinginan untuk menghapus pasal hak menyatakan pendapat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dinilai sama saja merindukan kehidupan politik pada era Orde Baru (orba).

Tanpa memiliki hak menyatakan pendapat dan hak-hak lainnya, DPR bagaikan instansi yang hanya memberikan stempel.

"Kalau hak DPR, angket dan interpelasi dicabut, berarti rindu kembali ke rezim orde baru," kata pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago kepada Sindonews, Minggu (16/11/2014).

Dia mengaku heran dengan keinginan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menghapus pasal yang mengatur tentang hak menyatakan pendapat.

"Aneh bin ajaib kalau hak DPR mau dihapus," tuturnya.

Dia mengatakan, hak DPR itu lahir dari Pasal 20 A ayat 2 dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebutkan dalam melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.

"Era rezim orde baru eksekutif sangat dominan dan kuat sehingga disebut eksekutif heavy," ungkapnya.

Dia mengatakan pasca reformasi, DPR memperkuat fungsinya melalui amendemen UUD 1945 seperti memegang kekuasaan, membentuk undang-undang, mengajukan pertanyaan, hak imunitas, dan peraturan pemerintah harus mendapat persetujuan DPR.

Setelah rezim Orba tumbang, bergeser kekuasaan dari eksekutif yang kuat ke legislatif yang kuat .

"Pada era Orde Baru kekuasaan terlampau executive heavy, memberikan kekuasaan sangat besar dan dominan pada presiden sehingga kekuasaan DPR lemah, sehingga membuat minimnya perlindungan HAM dan tidak berjalannya mekanisme check and balances," tutur Pangi.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1142 seconds (0.1#10.140)