Putusan MA Kasus TPI Tidak Bisa Dieksekusi
A
A
A
JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali (PK) sengketa kepemilikan saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (PTCPI) tidak dapat dieksekusi.
Putusan itu dinilai menyalahi hukum acara dengan mendahului proses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).MA pun dinilai tidak memiliki kekuatan eksekutorial hingga ada putusan BANI.
Mantan Ketua MA Harifin Andi Tumpa mengatakan, MA tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa jika dalam perjanjian awalnya PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana sudah menyepakati klausul menyelesaikan di BANI.
"Jadi kita harus lihat dulu perjanjiannya itu. Nah, kalau ada perjanjiannya seperti itu, harus diselesaikan di BANI, pengadilan tidak berwenang. Kalau begitu, MA menyalahi hukum acara," kata Harifin di Jakarta, Selasa 11 November 2014.
Sebenarnya, ujarnya, peradilan hukum tidak boleh dan tidak berwenang untuk tidak memeriksa perkara tersebut. Dengan kata lain, peradilan telah melampaui kewenangannya .
Tumpa mengatakan, ada ketidaktelitian hakim dalam menangani perkara ini. Proses hukum sengketa ini sudah dimulai dari pengadilan negeri (PN), tingkat banding, kasasi, sampai ke PK.
"Sebab itu tadi MA tidak memiliki kewenangan. Kewenangan itu milik BANI. Kalau BANI memutus lain dari putusan MA, yang berlaku putusan BANI," tuturnya.
Senada diungkapkan Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain.
Menurut dia, untuk menentukan MA berwenang atau tidak dalam menyelesaikan sengketa TPI, harus melihat perjanjian awal kedua belah pihak.
Jika perjanjian menyebutkan penyelesaian sengketa di BANI, MA harus menghormati proses penyelesaian yang sedang dilakukan di badan arbitrase ini.
Badan arbitrase merupakan ruang hukum di luar pengadilan. "Seharusnya itu dihormati dulu, proses awalkan harus dihormati sebelum ada proses pengadilan. Tadi saya biang pengadilan itu proses terakhir, kalau memang tidak ada kesepakatan dalam mediasi dan negosiasi yang dilakukan BANI," tuturnya.
Putusan itu dinilai menyalahi hukum acara dengan mendahului proses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).MA pun dinilai tidak memiliki kekuatan eksekutorial hingga ada putusan BANI.
Mantan Ketua MA Harifin Andi Tumpa mengatakan, MA tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa jika dalam perjanjian awalnya PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana sudah menyepakati klausul menyelesaikan di BANI.
"Jadi kita harus lihat dulu perjanjiannya itu. Nah, kalau ada perjanjiannya seperti itu, harus diselesaikan di BANI, pengadilan tidak berwenang. Kalau begitu, MA menyalahi hukum acara," kata Harifin di Jakarta, Selasa 11 November 2014.
Sebenarnya, ujarnya, peradilan hukum tidak boleh dan tidak berwenang untuk tidak memeriksa perkara tersebut. Dengan kata lain, peradilan telah melampaui kewenangannya .
Tumpa mengatakan, ada ketidaktelitian hakim dalam menangani perkara ini. Proses hukum sengketa ini sudah dimulai dari pengadilan negeri (PN), tingkat banding, kasasi, sampai ke PK.
"Sebab itu tadi MA tidak memiliki kewenangan. Kewenangan itu milik BANI. Kalau BANI memutus lain dari putusan MA, yang berlaku putusan BANI," tuturnya.
Senada diungkapkan Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain.
Menurut dia, untuk menentukan MA berwenang atau tidak dalam menyelesaikan sengketa TPI, harus melihat perjanjian awal kedua belah pihak.
Jika perjanjian menyebutkan penyelesaian sengketa di BANI, MA harus menghormati proses penyelesaian yang sedang dilakukan di badan arbitrase ini.
Badan arbitrase merupakan ruang hukum di luar pengadilan. "Seharusnya itu dihormati dulu, proses awalkan harus dihormati sebelum ada proses pengadilan. Tadi saya biang pengadilan itu proses terakhir, kalau memang tidak ada kesepakatan dalam mediasi dan negosiasi yang dilakukan BANI," tuturnya.
(dam)