DPR Akan Revisi UU Haji
A
A
A
JAKARTA - Komisi VIII DPR akan merevisi Undang-undang (UU) Haji Nomor 13 Tahun 2008, untuk tetap menjadi prioritas dalam usulan program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2015.
Hal itu dilakukan, setelah mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).
Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji Republik Indonesia (AMPHURI), Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji (AMPUH) dan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).
Dari perwakilan ormas dan lembaga tersebut, terdapat beberapa kendala yang muncul di tengah penyelenggaraan ibadah haji.
Misalnya soal sulitnya pembimbing ibadah haji reguler mendampingi jemaah KBIH-nya karena persoalan keterbatasan kuota dan kelambatan visa, soal pembinaan jemaah haji serta pembatasan pilihan ibadah bagi jemaah.
Sehingga jemaah yang memilih melakukan sunnah tarwiyah tidak disediakan transportasi oleh pemerintah. Dari kumpulan RDPU perwakian ormas dan lembaga tersebut, Komisi VIII mengakatan akan merevisi UU Haji terkait masalah penyelenggaraan haji yang harus dituntaskan.
“Memang kita patut bersyukur sudah ada Undang-undang Nomor 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Namun perlu diingat bahwa UU ini bersifat lex spesialis dari undang-undang penyelenggaraan haji itu sendiri," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS Ledia Hanifa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2014).
"Sehingga UU 13 Tahun 2008-nya harus segera direvisi agar tidak ada tumpang tindih peraturan di beberapa bagian, sambil menyisakan berbagai persoalan mendasar yang harus dipenuhi, yang belum bisa dipenuhi hanya dengan meregulasi persoalan keuangannya saja," sambungnya.
Ledia menambahkan Komisi VIII telah memiliki catatan berulang yang sudah beberapa tahun menjadi masalah, catatan tersebut yaitu soal pemondokan, katering, layanan kesehatan dan transportasi.
"Masalah tersebut masih mewarnai catatan meskipun dalam beberapa tahun terakhir survei BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai kepuasan jemaah haji, menunjukkan adanya peningkatan penilaian sampai mendekati angka 83 persen," pungkasnya.
Hal itu dilakukan, setelah mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).
Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji Republik Indonesia (AMPHURI), Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji (AMPUH) dan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).
Dari perwakilan ormas dan lembaga tersebut, terdapat beberapa kendala yang muncul di tengah penyelenggaraan ibadah haji.
Misalnya soal sulitnya pembimbing ibadah haji reguler mendampingi jemaah KBIH-nya karena persoalan keterbatasan kuota dan kelambatan visa, soal pembinaan jemaah haji serta pembatasan pilihan ibadah bagi jemaah.
Sehingga jemaah yang memilih melakukan sunnah tarwiyah tidak disediakan transportasi oleh pemerintah. Dari kumpulan RDPU perwakian ormas dan lembaga tersebut, Komisi VIII mengakatan akan merevisi UU Haji terkait masalah penyelenggaraan haji yang harus dituntaskan.
“Memang kita patut bersyukur sudah ada Undang-undang Nomor 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Namun perlu diingat bahwa UU ini bersifat lex spesialis dari undang-undang penyelenggaraan haji itu sendiri," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS Ledia Hanifa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2014).
"Sehingga UU 13 Tahun 2008-nya harus segera direvisi agar tidak ada tumpang tindih peraturan di beberapa bagian, sambil menyisakan berbagai persoalan mendasar yang harus dipenuhi, yang belum bisa dipenuhi hanya dengan meregulasi persoalan keuangannya saja," sambungnya.
Ledia menambahkan Komisi VIII telah memiliki catatan berulang yang sudah beberapa tahun menjadi masalah, catatan tersebut yaitu soal pemondokan, katering, layanan kesehatan dan transportasi.
"Masalah tersebut masih mewarnai catatan meskipun dalam beberapa tahun terakhir survei BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai kepuasan jemaah haji, menunjukkan adanya peningkatan penilaian sampai mendekati angka 83 persen," pungkasnya.
(maf)