Percepat Infrastruktur
A
A
A
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi tinggal menunggu waktu. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) tampaknya benar-benar sudah menyiapkan segala dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Dengan kenaikan ini, pemerintah yakin akan terjadi penghematan anggaran negara puluhan triliun bahkan ratusan triliun.
Tentu jika dilihat dari sisi penghematan anggaran negara yang mencapai puluhan bahkan ratusan triliun merupakan dampak yang positif. Namun, ada dampak negatif yang akan muncul yaitu gejolak sosial di masyarakat karena ada peningkatan kebutuhan hidup. Beban hidup masyarakat tentu akan semakin meningkat dan ini yang akan memunculkan gejolak sosial.
Langkah pemerintah Jokowi-JK dengan meluncurkan empat kartu sakti untuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan tentu akan membantu mengatasi gejolak sosial tersebut. Cara-cara antisipasi ini memang hampir sama dengan kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hanya mekanismenya memang dibuat lebih rapi.
Namun, caracara ini diyakini masih akan memunculkan gejolak sosial ataupun pertentangan jika tidak dilakukan dengan baik. Dilakukan dengan baik adalah bagaimana empat kartu sakti tersebut apakah benarbenar bisa dirasakan oleh masyarakat. Karena pada praktiknya, sebagian masyarakat justru kesulitan untuk memanfaatkan program “charity “ ini.
Jika masih terjadi tekanan sosial, tentu tekanan politik di parlemen atau luar parlemen pun juga akan muncul. Para wakil rakyat tentu akan mempertanyakan komitmen pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi jika masih terjadi gejolak sosial di masyarakat. Wakil rakyat tentu akan “melawan” pemerintah, begitu juga pihak-pihak nonpemerintah yang juga di luar parlemen pun akan melakukan kritikan tajam kepada pemerintah. Nah , kondisi ini yang harus benar-benar diantisipasi pemerintah.
Untuk mengantisipasi gejolak sosial dan gejolak politik tersebut, pemerintah harus mempunyai perencanaan yang lebih besar. Jika memang dengan kenaikan harga BBM bersubsidi bisa menghemat ratusan triliun, tentu dana tersebut jangan hanya diperuntukkan untuk program-program “charity “ seperti pemberian empat kartu sakti. Pemerintah tentu harus lebih menggenjot pembangunan infrastruktur, terutama bagi masyarakat di luar Pulau Jawa yang memang sangat tertinggal dengan Pulau Jawa.
Persoalan infrastruktur di luar Pulau Jawa yang utama adalah bagaimana mereka bisa menikmati aliran listrik dan akses transportasi. Jika pemerintah bisa mendapat anggaran lebih karena kenaikan harga BBM bersubsidi, tentu anggaran tersebut akan baik untuk menggenjot pembangunan pembangkit listrik agar kebutuhan listrik masyarakat luar Pulau Jawa bisa terpenuhi.
Bagaimana kita melihat masyarakat di luar Pulau Jawa selalu menjerit karena pasokan listrik yang selalu kurang, padahal dari tanah merekalah sumber energi diperoleh. Begitu juga dengan akses transportasi darat, air, dan udara. Ketika masyarakat di Pulau Jawa sangat menikmati mulusnya jalan tol, angkutan kereta api, pelabuhan yang luas, dan bandara yang nyaman, bagaimana dengan masyarakat kita di luar Pulau Jawa?
Nah, penghematan anggaran dari kenaikan harga BBM bersubsidi ini jangan sekadar untuk program-program “charity” seperti pemberian empat kartu sakti. Penghematan anggaran tersebut juga harus diikuti dengan percepatan pembangunan infrastruktur terutama untuk masyarakat luar Pulau Jawa.
Kita menyambut baik rencana perluasan24 pelabuhan di Indonesia hingga tiga tahun dekat. Begitu juga dengan percepatan pembangunan jalan tol dan rel kereta api di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Namun, tentu dengan percepatan kenaikan harga BBM bersubsidi harus juga diiringi dengan percepatan pembenahan dan pembangunan infrastruktur. Jika tidak dan hanya mengandalkan program-program bersifat “charity”, pemerintahan Jokowi-JK akan mendapat kecaman dari masyarakat.
Tentu jika dilihat dari sisi penghematan anggaran negara yang mencapai puluhan bahkan ratusan triliun merupakan dampak yang positif. Namun, ada dampak negatif yang akan muncul yaitu gejolak sosial di masyarakat karena ada peningkatan kebutuhan hidup. Beban hidup masyarakat tentu akan semakin meningkat dan ini yang akan memunculkan gejolak sosial.
Langkah pemerintah Jokowi-JK dengan meluncurkan empat kartu sakti untuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan tentu akan membantu mengatasi gejolak sosial tersebut. Cara-cara antisipasi ini memang hampir sama dengan kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hanya mekanismenya memang dibuat lebih rapi.
Namun, caracara ini diyakini masih akan memunculkan gejolak sosial ataupun pertentangan jika tidak dilakukan dengan baik. Dilakukan dengan baik adalah bagaimana empat kartu sakti tersebut apakah benarbenar bisa dirasakan oleh masyarakat. Karena pada praktiknya, sebagian masyarakat justru kesulitan untuk memanfaatkan program “charity “ ini.
Jika masih terjadi tekanan sosial, tentu tekanan politik di parlemen atau luar parlemen pun juga akan muncul. Para wakil rakyat tentu akan mempertanyakan komitmen pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi jika masih terjadi gejolak sosial di masyarakat. Wakil rakyat tentu akan “melawan” pemerintah, begitu juga pihak-pihak nonpemerintah yang juga di luar parlemen pun akan melakukan kritikan tajam kepada pemerintah. Nah , kondisi ini yang harus benar-benar diantisipasi pemerintah.
Untuk mengantisipasi gejolak sosial dan gejolak politik tersebut, pemerintah harus mempunyai perencanaan yang lebih besar. Jika memang dengan kenaikan harga BBM bersubsidi bisa menghemat ratusan triliun, tentu dana tersebut jangan hanya diperuntukkan untuk program-program “charity “ seperti pemberian empat kartu sakti. Pemerintah tentu harus lebih menggenjot pembangunan infrastruktur, terutama bagi masyarakat di luar Pulau Jawa yang memang sangat tertinggal dengan Pulau Jawa.
Persoalan infrastruktur di luar Pulau Jawa yang utama adalah bagaimana mereka bisa menikmati aliran listrik dan akses transportasi. Jika pemerintah bisa mendapat anggaran lebih karena kenaikan harga BBM bersubsidi, tentu anggaran tersebut akan baik untuk menggenjot pembangunan pembangkit listrik agar kebutuhan listrik masyarakat luar Pulau Jawa bisa terpenuhi.
Bagaimana kita melihat masyarakat di luar Pulau Jawa selalu menjerit karena pasokan listrik yang selalu kurang, padahal dari tanah merekalah sumber energi diperoleh. Begitu juga dengan akses transportasi darat, air, dan udara. Ketika masyarakat di Pulau Jawa sangat menikmati mulusnya jalan tol, angkutan kereta api, pelabuhan yang luas, dan bandara yang nyaman, bagaimana dengan masyarakat kita di luar Pulau Jawa?
Nah, penghematan anggaran dari kenaikan harga BBM bersubsidi ini jangan sekadar untuk program-program “charity” seperti pemberian empat kartu sakti. Penghematan anggaran tersebut juga harus diikuti dengan percepatan pembangunan infrastruktur terutama untuk masyarakat luar Pulau Jawa.
Kita menyambut baik rencana perluasan24 pelabuhan di Indonesia hingga tiga tahun dekat. Begitu juga dengan percepatan pembangunan jalan tol dan rel kereta api di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Namun, tentu dengan percepatan kenaikan harga BBM bersubsidi harus juga diiringi dengan percepatan pembenahan dan pembangunan infrastruktur. Jika tidak dan hanya mengandalkan program-program bersifat “charity”, pemerintahan Jokowi-JK akan mendapat kecaman dari masyarakat.
(bbg)