Fenomena Jomblopreneur
A
A
A
Makin Menyeruak Sektor bisnis di Indonesia memiliki keunikan tersendiri dibanding negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Situasi ekonomi dan bisnis yang berbeda tersebut salah satunya dipengaruhi keberadaan kelas menengah yang berjumlah besar. Selain itu, karakter mereka yang konsumtif membuat perkembangan pasar menjadi positif dan kalangan produsen pun semakin bergairah menggiatkan strategi promosinya.
Akhir-akhir ini muncul wacana baru terkait dengan strategi marketing yang lahir dari sejumlah pengamat dan praktisi pemasaran di dalam negeri. Mereka menyebutkan bahwa kelas menengah, yang dipadati anakanak berusia muda, berpendidikan tinggi, dan belum menikah mendorong sejumlah produsen untuk membidik pasar ini.
Dengan spesifikasi penyebutan yang populer di kalangan anak muda, seperti jomblo , galau , dan alay , seolah sengaja direkayasa dengan maksud positif untuk menciptakan atau membuka pasar baru. Hal tersebut tidak ada yang salah karena sekarang ini memang anak muda yang menjadi bagian “komunitas jomblo” sedang tren, sehingga menjadi perbincangan yang tidak asing di media sosial dan kehidupan sehari-hari remaja.
Pengamat pemasaran dari PPM Manajemen Wahyu T Setyobudi mengatakan, munculnya konsumen jomblo sebagai fenomena baru di dunia bisnis adalah isu yang menarik. Selama ini memang belum banyak yang menyadari akan potensi pasar ini, karena sedikit sekali artikel yang mengulasnya. “Konsumen baru, ini memiliki prospek yang bagus untuk beberapa tahun ke depan,” kata Wahyu ketika berbincang dengan KORAN SINDO beberapa waktu lalu.
Lebih dari itu, sebenarnya wacana jomblo yang masuk dalam perbincangan dunia bisnis tidak terbatas pada dijadikannya kalangan ini sebagai objek pasar, melainkan bisa menjadi pelaku bisnis atas dirinya sendiri (jomblopreneur). Fenomena ini bisa disaksikan dari munculnya anak-anak muda yang mengabdikan “hampir” seluruh hidupnya untuk berbisnis. Ada yang meneruskan bisnis keluarga, maupun pebisnis pemula yang menomorduakan masa depan untuk berkeluarga.
Menurut Wahyu, ke depan tidak hanya konsumen jombloyang akan membludak keberadaannya, saat ini pun mulai bermunculan jomblopreneur yang punya semangat besar di dunia bisnis. Relevansinya dengan persiapan nasional menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, fenomena ini menjadi kabar menggembirakan. Dengan semakin banyak jomlopreneur yang lahir sebagai generasi baru saat ini, setidaknya Indonesia semakin siap menghadapi pasar bebas ASEAN.
Dosen bisnis dari Prasetiya Mulya Business School (PMBS) Andreas Budiharjo menjelaskan, salah satu syarat bagi Indonesia untuk menjadi pemain kunci dalam menghadapi MEA adalah mencetak SDM-SDM berkualitas di bidang ekonomi dan bisnis.
Dengan begitu, munculnya jomlopreneur menjadi satu bukti bagi Indonesia telah melahirkan pelaku-pelaku usaha dalam jumlah besar. Selain itu, pasar jombloberperan penting untuk menstabilkan perekonomian dalam negeri karena sifatnyayangkonsumtif, sukabekerja, dan melahirkan karya-karya baru.
Nafi muthohirin
Situasi ekonomi dan bisnis yang berbeda tersebut salah satunya dipengaruhi keberadaan kelas menengah yang berjumlah besar. Selain itu, karakter mereka yang konsumtif membuat perkembangan pasar menjadi positif dan kalangan produsen pun semakin bergairah menggiatkan strategi promosinya.
Akhir-akhir ini muncul wacana baru terkait dengan strategi marketing yang lahir dari sejumlah pengamat dan praktisi pemasaran di dalam negeri. Mereka menyebutkan bahwa kelas menengah, yang dipadati anakanak berusia muda, berpendidikan tinggi, dan belum menikah mendorong sejumlah produsen untuk membidik pasar ini.
Dengan spesifikasi penyebutan yang populer di kalangan anak muda, seperti jomblo , galau , dan alay , seolah sengaja direkayasa dengan maksud positif untuk menciptakan atau membuka pasar baru. Hal tersebut tidak ada yang salah karena sekarang ini memang anak muda yang menjadi bagian “komunitas jomblo” sedang tren, sehingga menjadi perbincangan yang tidak asing di media sosial dan kehidupan sehari-hari remaja.
Pengamat pemasaran dari PPM Manajemen Wahyu T Setyobudi mengatakan, munculnya konsumen jomblo sebagai fenomena baru di dunia bisnis adalah isu yang menarik. Selama ini memang belum banyak yang menyadari akan potensi pasar ini, karena sedikit sekali artikel yang mengulasnya. “Konsumen baru, ini memiliki prospek yang bagus untuk beberapa tahun ke depan,” kata Wahyu ketika berbincang dengan KORAN SINDO beberapa waktu lalu.
Lebih dari itu, sebenarnya wacana jomblo yang masuk dalam perbincangan dunia bisnis tidak terbatas pada dijadikannya kalangan ini sebagai objek pasar, melainkan bisa menjadi pelaku bisnis atas dirinya sendiri (jomblopreneur). Fenomena ini bisa disaksikan dari munculnya anak-anak muda yang mengabdikan “hampir” seluruh hidupnya untuk berbisnis. Ada yang meneruskan bisnis keluarga, maupun pebisnis pemula yang menomorduakan masa depan untuk berkeluarga.
Menurut Wahyu, ke depan tidak hanya konsumen jombloyang akan membludak keberadaannya, saat ini pun mulai bermunculan jomblopreneur yang punya semangat besar di dunia bisnis. Relevansinya dengan persiapan nasional menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, fenomena ini menjadi kabar menggembirakan. Dengan semakin banyak jomlopreneur yang lahir sebagai generasi baru saat ini, setidaknya Indonesia semakin siap menghadapi pasar bebas ASEAN.
Dosen bisnis dari Prasetiya Mulya Business School (PMBS) Andreas Budiharjo menjelaskan, salah satu syarat bagi Indonesia untuk menjadi pemain kunci dalam menghadapi MEA adalah mencetak SDM-SDM berkualitas di bidang ekonomi dan bisnis.
Dengan begitu, munculnya jomlopreneur menjadi satu bukti bagi Indonesia telah melahirkan pelaku-pelaku usaha dalam jumlah besar. Selain itu, pasar jombloberperan penting untuk menstabilkan perekonomian dalam negeri karena sifatnyayangkonsumtif, sukabekerja, dan melahirkan karya-karya baru.
Nafi muthohirin
(ars)