TAJUK, Perspektif Ancaman Jokowi

Jum'at, 31 Oktober 2014 - 17:10 WIB
TAJUK, Perspektif Ancaman Jokowi
TAJUK, Perspektif Ancaman Jokowi
A A A
Sempat mereda setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu Prabowo Subianto, situasi politik nasional kembali memanas.

Koalisi Indonesia Hebat (KIH) kembali berseteru dengan rivalnya, Koalisi Merah Putih (KMP) terkait dengan perebutan pimpinan Komisi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). KIH, yang merupakan koalisi pendukung Presiden Jokowi, menyampaikan mosi tidak percaya, bahkan membentuk parlemen tandingan. Mereka menyusun pimpinan Dewan dengan menunjuk politisi senior dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), PramonoAnung, sebagai ketua DPR.

Selanjutnya merekajugaakanmembentuk pimpinan komisi sebagai tandingan susunan kelengkapan Dewan sama yang disapu bersih KMP. Langkah ekstrem ini diambil bukan sekadar ungkapan kekecewaan karena tuntutan mereka yang tidak diakomodasi KIH, tapi sekaligus luapan kekhawatiran mereka bahwa KMP akan menjatuhkan pemerintah yang sah.

Terlihat kubu Jokowi atau KIH hingga detik ini menjadikan KMP sebagai musuh utama yang mengancam kekuasaan yang digenggamnya. Meski, dari pihak KMP sudah menegaskan keberadaannya di parlemen hanya sebagai penyeimbang untuk mengawal jalannya pemerintah agar tetap berkomitmen pada kepentingan rakyat.

Semestinya merespons niat tersebut dengan positif: sebagai bagian dari eksperimentasi demokrasi untuk mempertajam mekanisme checks and balances karena selama ini parlemen selalu dikuasai partai pemerintah. Dampaknya yang faktual dirasakan, kinerja pemerintah tidak bisa maksimal. Logika politik yang perlu dibangun, semakin kuat penyeimbang di parlemen, semakin kuat pemerintahan karena komitmen pemerintahan terhadap kepentingan rakyat bisa terus terkawal.

Hal ini selaras dengan misi pemerintahan Jokowi yang mengusung tagline Kabinet Kerja. Mustahil kabinet mewujudkan komitmen kerja, kerja, dan kerja tanpa pengawalan ketat dari parlemen. Sebenarnya, langkah KIH menjadikan KMP sebagai ancaman (threat) potensial yang harus dibendung dan disingkirkan. Dalam analisis lingkungan strategis, segala potensi ancaman memang harus di minimalisasi, bahkan dieliminasi.

Tapi jika dihitung secara lebih dalam, sebenarnya ancaman KMP bukanlah yang paling membahayakan. Mengapa? Sangat mustahil di era demokrasi sudah terbangun di Tanah Air sebuah kekuatan bisa merebut kekuasaan secara tidak sah. Selain bertentangan dengan konstitusi, langkah tersebut sudah barang tentu akan berhadapan dengan kekuatan pendukung pemerintah. Kekuatan parpol, relawan, dan masyarakat luas akan bersatu jika kekuatan otoritarian dan inkonstitusional berupa merebut kekuasaan.

Tentu jika KMP jika mempunyai niat seperti pasti akan berpikir seribu kali. Benar DPR bisa melakukan impeachment yang berujung pemberhentian presiden. Tapi hal tersebut bisa terwujud bila presiden atau wakil presiden tidak melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela dan/atau terbukti tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.

Dalam perspektif lain, ancaman Jokowi yang perlu diwaspadai adalah munculnya ketidakpuasan akan pembagian kue kekuasaan, baik itu dari internal parpol pendukung, relawan, ormas, atau lainnya. Nadanada itu sudah muncul pasca pengumuman kabinet. Mereka inilah yang berpotensi menjadi kekuatan pembusuk politik (political decay) Jokowi.

Di antara potensi ancaman yang ada, yang paling harus diwaspadai adalah ekspektasi masyarakat yang begitu tinggi terhadap pemerintahan Jokowi. Seperti pada kasus pemerintahan sebelumnya, masyarakat tidak mau bagaimana sulitnya mengatasi setumpuk persoalan bangsa, tapi menunggu hasil konkretnya. Apalagi Jokowi sudah mengumbar seribu janji.

Jika tidak, Jokowi sudah pasti akan menghadapi tsunami ketidakpercayaan. Berdasar pemahaman ini, sejatinya sejauh mana potensi ancaman itu terwujud tergantung sejauh mana pemerintahan Jokowi mampu mewujudkan janji, bukan sekadar menyuguhkan simbol berhenti pada pencitraan.

Juga, sejauh mana Jokowi bisa mengimplementasikan kepemimpinan yang mampu menetapkan tujuan (direction) secara jelas, menyejajarkan kabinet dengan tujuan (aligning people), dan menggerakkan (motivating) mereka untuk mencapai target.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7314 seconds (0.1#10.140)