Yesaya Sombuk Dihukum 4,5 Tahun

Kamis, 30 Oktober 2014 - 15:32 WIB
Yesaya Sombuk Dihukum 4,5 Tahun
Yesaya Sombuk Dihukum 4,5 Tahun
A A A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara kepada Bupati Biak Numfor, Papua nonaktif Yesaya Sombuk.

Sementara dalam sidang lain di ruangan yang sama dalam waktu berbeda, majelis hakim yang sama juga menghukum Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan.

Majelis hakim yang terdiri atas Artha Theresia selaku ketua dengan empat anggota, Annas Mustakim, Aviantara, I Made Hendra, dan Alexander Marwata menilai Yesaya terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum menerima suap senilai SGD100.000 atau hampir setara Rp1 miliar dari Teddy. Uang diterima Yesaya dalam dua tahap. Masing-masing, SGD63.000 pada 13 Juni 2014 dan SGD37.000 atau setara Rp350 juta tiga hari berikutnya.

Uang suap tersebut terbukti dimaksudkan untuk pengurusan proposal proyek pembangunan rekonstruksi tanggul laut (talut) abrasi pantai di Kabupaten Biak Numfor, Papua senilai Rp20 miliar yang diajukan ke Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Proyek ini rencananya akan masuk APBNP 2014.

”Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Yesaya Sombuk pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan dan denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan 4 bulan,” tandas Artha kemarin.

Perbuatan Yesaya terbukti sesuai dengan Pasal 12 huruf Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana seperti dituangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dakwaan primer. Perbuatan pidana penerimaan suap ini dilakukan Yesaya secara berlanjut.

Terhadap Teddy, majelis berkeyakinan pemberian suapnya benar berkaitan dengan pengurusan proyek talut. Meski Teddy mengakui bersalah memberikan suap sama seperti Yesaya yang mengakui menerima suap, majelis memastikan tidak ada alasan pemaaf untuk menggugurkan pidana yang harus dijatuhkan. ”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Teddy Renyut dengan pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan dan denda Rp150 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan kurungan 3 bulan,” ungkap Artha.

Perbuatan Teddy terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana sebagaimana dalam dakwaan primer. Pidana Teddy juga dilakukan secara sadar dan berlanjut. Dalam menjatuhkan putusan, majelis mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Hal meringankan bagi Yesaya adalah berterus terang dan mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, dan menjadi tulang punggung terdakwa.

Sedangkan hal memberatkan bagi Yesaya ada tiga. Pertama, tidak mendukung upaya pemerintah untuk memberantas korupsi. Kedua, Yesaya berinisiatif dan secara aktif meminta uang kepada Teddy. ”(Ketiga) Terdakwa gagal memberikan suri teladan sebagai bupati, kepala daerah yang bersih, jujur, dan setia kepada sumpah jabatannya, kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat Biak Numfor. Apalagi terdakwa pernah menjadi guru,” tegas anggota majelis hakim I Made Hendra.

Anggota majelis hakim Alexander Marwata menuturkan, hal meringankan bagi Teddy ada tiga. Pertama, mengakui, berterus terang, dan menyesali perbuatannya. Kedua, belum pernah dihukum. Ketiga, Teddy adalah tulang punggung keluarga. Sementara yang memberatkan, yakni tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, sebagai pengusaha muda seharusnya Teddy membiasakan diri lewat prosedur yang benar untuk mendapatkan pekerjaan suatu proyek sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

”Bukan mengikuti dan membenarkan prosedur yang keliru (di Kementerian PDT) walaupun itu sudah biasa,” ujar Alexander. Pemberian dan penerimaan suap Teddy-Yesaya dilakukan dengan bantuan pihak lain disertai sejumlah komunikasi melalui telepon seluler dan pertemuan. Yesaya pernah meminta Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor, Papua, Yunus Saflembolo untuk membawa proposal talut ke Kementerian PDT.

Yesaya juga memerintahkan Yunus untuk meminta uang kepada Teddy. Bahkan dalam satu sadapan pembicaraan, Yesaya dan Yunus juga menyebutkan sandi 350 ton pinang untuk uang Rp350 juta. Yesaya, Yunus, dan Teddy beberapa kali pernah bertemu. Termasuk saat pemberian suap dua tahap di Hotel Acacia, Jakarta Pusat. ”Sehingga unsur penerimaan suap secara berlanjut Yesaya dari Teddy sudah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum,” papar anggota majelis hakim Annas Mustakim.

Setelah diberikan kesempatan menanggapi putusan, Yesaya dan tim penasihat hukum mengaku masih pikir-pikir selama tujuh hari kerja untuk menyatakan sikap apakah menerima atau banding. Sama halnya JPU mengaku akan pikir-pikir atas putusan Yesaya dan Teddy.

Sementara Teddy mengaku menerima putusan tanpa berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya. Sikap Teddy ini membuat Ketua Majelis Hakim Artha Theresia kaget. ”Tidak konsultasi dulu?” tanya Artha. ”Saya menerima putusan,” ujar Teddy.

Sabir laluhu
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6000 seconds (0.1#10.140)