TAJUK,Kerja Cepat
A
A
A
Pelantikan jajaran Kabinet Kerja dibawah pimpinan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) telah berlangsung dengan khidmat dan sederhana kemarin di kompleks Istana Negara.
Ada 4 menteri koordinator dan 30 menteri yang mengambil sumpah untuk mengabdi kepada negeri ini di bawah kepemimpinan Jokowi-JK. Pelantikan itu adalah awal dari kerja berat yang sudah menanti para menteri. Takada waktu sama sekali untuk bersantai mengingat begitu banyak pekerjaan rumah yang diwariskan pemerintahan terdahulu.
Menteri-menteri harus sadar bahwa saat ini beban besar harapan rakyat Indonesia sedang dipanggul Jokowi-JK yang berjanji begitu banyak pada masa kampanye. Bisa dikatakan harapan kepada kabinet ini bahkan terasa lebih besar dibandingkan saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil estafet kepemimpinan dari Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004.
Jangan sampai para menteri anggota Kabinet Kerja menggampangkan situasi dengan menggunakan alasan menyesuaikan diri dengan ritme di kementerian sehingga tidak bisa langsung berlari menyelesaikan masalah. Harus ada gebrakan-gebrakan cepat yang tetap terukur sebagai solusi berbagai masalah yang ada. Gebrakan ini diperlukan selain untuk menggapai kepercayaan rakyat, juga memang karena beberapa masalah yang sudah mendesak untuk ditangani.
Jokowi-JK bermain cukup aman dengan tidak terjebak dengan janji seperti target 100 hari yang dilakukan pemerintahan masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun tentu rakyat menunggu gerakan cepat. Jika satu dua bulan ini berjalan biasabiasa saja, tentu rakyat akan berteriak tidak puas. Menteri-menteri yang baru dilantik juga harus seiya sekata dengan Jokowi-JK karena politik selalu akan menghantam kubu yang tidak solid.
Seperti kita ketahui bersama, saat ini ada dua kutub besar dalam perpolitikan Indonesia, yaitu KIH serta KMP. Keduanya ingin memperjuangkan kesejahteraan Indonesia menurut konsep masing-masing dan saling mengawasi. Soliditas kabinet juga diperlukan untuk menghadapi gonjang-ganjing politik sebagai ketidakpuasan atas formasi kabinet. Lihat saja beberapa politikus ternama PDIP sudah ribut-ribut tidak puas.
Kemarahan itu bisa dimaklumi karena sebagai partai pemenang pemilu dan pengusung pasangan Jokowi-JK, tentu sangat aneh jika porsi menteri untuk PDIP selevel dengan Partai Kebangkitan Bangsa. Bahkan Partai Hanura saja yang perolehan kursinya jauh di bawah PDIP bisa mendapatkan dua kursi menteri. Tekanan tentu akan sangat besar diarahkan ke Jokowi-JK dan kabinetnya.
Selain masalah politik, ada beberapa masalah ekonomi yang menghadang, terutama masalah defisit anggaran. Selain lemahnya ekspor kita dan makin ramainya impor, penyumbang utama masalah ini adalah BBM bersubsidi. Masalah subsidi BBM ini seperti sudah tak terelakkan lagi karena produksi BBM negeri ini jauh di bawah produksinya.
Lihat saja pada 2013 lifting minyak bumi Indonesia hanya 825.000 barel per hari, sementara konsumsi BBM pada 2013 saja sekitar 1,5 juta barel per hari. Kenaikan BBM seperti tak terelakkan. Badan Pusat Statistik (BPS) pernah melakukan simulasi apabila pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada awal November mendatang sebesar Rp3.000 per liter, angka inflasi bakal bertambah sekitar 1,5%.
Namun sayangnya hingga kemarin Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan sidang kabinet belum membahas kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi. Masalah-masalah yang menghadang memberikan pesan bahwa Kabinet Kerja harus kerja dengan berlari sedari awal. Kita sebagai rakyat juga harus bersabar sambil terus menekan mereka untuk kerja serius.
Bagaimanapun hasil kabinet yang dipilih Jokowi, kita harus sadar mereka-mereka inilah yang akan menjadi nakhoda di berbagai kementerian. Penolakan keras berlebihan di awal pembentukan kabinet relatif tidak berguna, kecuali hanya sebagai pengingat bagi para menteri bahwa tindak-tanduknya diawasi.
Seperti yang kita ketahui, selama ini tidak ada preseden presiden RI serta-merta mengganti menterinya dalam waktu misalnya 1-2 bulan dari pelantikannya. Maka cara terbaik adalah menerima menteri yang ada, memberi masukan yang konstruktif, lalu mengawasinya dengan ketat. Dengan cara itulah kita bisa memberikan peran dalam memajukan negeri ini.
Ada 4 menteri koordinator dan 30 menteri yang mengambil sumpah untuk mengabdi kepada negeri ini di bawah kepemimpinan Jokowi-JK. Pelantikan itu adalah awal dari kerja berat yang sudah menanti para menteri. Takada waktu sama sekali untuk bersantai mengingat begitu banyak pekerjaan rumah yang diwariskan pemerintahan terdahulu.
Menteri-menteri harus sadar bahwa saat ini beban besar harapan rakyat Indonesia sedang dipanggul Jokowi-JK yang berjanji begitu banyak pada masa kampanye. Bisa dikatakan harapan kepada kabinet ini bahkan terasa lebih besar dibandingkan saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil estafet kepemimpinan dari Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004.
Jangan sampai para menteri anggota Kabinet Kerja menggampangkan situasi dengan menggunakan alasan menyesuaikan diri dengan ritme di kementerian sehingga tidak bisa langsung berlari menyelesaikan masalah. Harus ada gebrakan-gebrakan cepat yang tetap terukur sebagai solusi berbagai masalah yang ada. Gebrakan ini diperlukan selain untuk menggapai kepercayaan rakyat, juga memang karena beberapa masalah yang sudah mendesak untuk ditangani.
Jokowi-JK bermain cukup aman dengan tidak terjebak dengan janji seperti target 100 hari yang dilakukan pemerintahan masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun tentu rakyat menunggu gerakan cepat. Jika satu dua bulan ini berjalan biasabiasa saja, tentu rakyat akan berteriak tidak puas. Menteri-menteri yang baru dilantik juga harus seiya sekata dengan Jokowi-JK karena politik selalu akan menghantam kubu yang tidak solid.
Seperti kita ketahui bersama, saat ini ada dua kutub besar dalam perpolitikan Indonesia, yaitu KIH serta KMP. Keduanya ingin memperjuangkan kesejahteraan Indonesia menurut konsep masing-masing dan saling mengawasi. Soliditas kabinet juga diperlukan untuk menghadapi gonjang-ganjing politik sebagai ketidakpuasan atas formasi kabinet. Lihat saja beberapa politikus ternama PDIP sudah ribut-ribut tidak puas.
Kemarahan itu bisa dimaklumi karena sebagai partai pemenang pemilu dan pengusung pasangan Jokowi-JK, tentu sangat aneh jika porsi menteri untuk PDIP selevel dengan Partai Kebangkitan Bangsa. Bahkan Partai Hanura saja yang perolehan kursinya jauh di bawah PDIP bisa mendapatkan dua kursi menteri. Tekanan tentu akan sangat besar diarahkan ke Jokowi-JK dan kabinetnya.
Selain masalah politik, ada beberapa masalah ekonomi yang menghadang, terutama masalah defisit anggaran. Selain lemahnya ekspor kita dan makin ramainya impor, penyumbang utama masalah ini adalah BBM bersubsidi. Masalah subsidi BBM ini seperti sudah tak terelakkan lagi karena produksi BBM negeri ini jauh di bawah produksinya.
Lihat saja pada 2013 lifting minyak bumi Indonesia hanya 825.000 barel per hari, sementara konsumsi BBM pada 2013 saja sekitar 1,5 juta barel per hari. Kenaikan BBM seperti tak terelakkan. Badan Pusat Statistik (BPS) pernah melakukan simulasi apabila pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada awal November mendatang sebesar Rp3.000 per liter, angka inflasi bakal bertambah sekitar 1,5%.
Namun sayangnya hingga kemarin Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan sidang kabinet belum membahas kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi. Masalah-masalah yang menghadang memberikan pesan bahwa Kabinet Kerja harus kerja dengan berlari sedari awal. Kita sebagai rakyat juga harus bersabar sambil terus menekan mereka untuk kerja serius.
Bagaimanapun hasil kabinet yang dipilih Jokowi, kita harus sadar mereka-mereka inilah yang akan menjadi nakhoda di berbagai kementerian. Penolakan keras berlebihan di awal pembentukan kabinet relatif tidak berguna, kecuali hanya sebagai pengingat bagi para menteri bahwa tindak-tanduknya diawasi.
Seperti yang kita ketahui, selama ini tidak ada preseden presiden RI serta-merta mengganti menterinya dalam waktu misalnya 1-2 bulan dari pelantikannya. Maka cara terbaik adalah menerima menteri yang ada, memberi masukan yang konstruktif, lalu mengawasinya dengan ketat. Dengan cara itulah kita bisa memberikan peran dalam memajukan negeri ini.
(ars)