Adu Kuat Strategi Kebijakan
A
A
A
Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membuka persaingan bebas di semua sektor perdagangan dan industri, tak terkecuali di sektor industri automotif.
Malah, industri ini diprediksi menjadi salah satu sektor yang mendapatkan persaingan lebih berat tahun depan.
Diperkirakan sejumlah negara ASEAN yang selama ini dikenal sebagai negara yang menjadi basis industri automotif akan berlomba meningkatkan produksi automotif untuk menambah volume perdagangan antar-negara. Indonesia sebagai negara berpopulasi terbesar akan menjadi incaran utama produk-produk dari negara tetangga. Kondisi ini bagi sejumlah kalangan dianggap sebagai tantangan, namun bagi pihak yang lain ini merupakan peluang untuk meningkatkan produksi.
Direktur Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Soerjono menilai Indonesia berpotensi diserbu produk automotif asal negara ASEAN lain, khususnya Thailand. Saat ini Thailand masih menjadi basis industri utama produk- produk automotif di ASEAN. Pertumbuhan penjualan mobil yang terus meningkat menjadi pasar tujuan ideal.
Menurut Soerjono, jenis kendaraan mobil yang banyak dilirik saat ini adalah mobil murah yang dikenal dengan LCGC (low cost green car). Jika tidak dipersiapkan dengan baik, sektor ini akan menjadi sasaran empuk negara lain. Saat ini banyak keluarga yang menyasar LCGC yang berharga lebih murah dan ukuran lebih kecil yang cocok dengan keluarga. Produk LCGC juga menjanjikan hemat energi. Hal ini berbeda dengan mobil pada umumnya yang mengonsumsi bahan bakar lebih boros.
“Keluarga dengan dua anak akan mengalami kesulitan untuk bepergian dengan kendaraan bermotor roda dua. mereka kemudian memilih LCGC yang harganya sekitar Rp95 juta. Harga motor saja saat ini sudah ada yang mencapai Rp24 juta,” papar Soerjono dalam diskusi yang diadakan PDMA Indonesia dan Center of Innovation and Collaboration (CIC) PPM Manajemen di Jakarta (23/10).
Menurut Soerjono, kebijakan LCGC yang sudah diterapkan sejak tahun lalu atau dua tahun sebelum, MEA ini diyakini bisa membendung masuknya mobil murah dari negara lain. Kebijakan LCGC salah satunya berupa pengurangan pajak penjualan atas barang mewah (PPmBM) hingga 10%. Kebijakan ini mensyaratkan makin banyaknya konten lokal dalam produk LCGC. Hingga lima tahun diharapkan konten lokal mencapai 80%.
Kebijakan memperbesar konten lokal ini berdampak pada munculnya industri komponen. Ada ratusan industri komponen yang kini tumbuh untuk memenuhi kebutuhan LCGC. Selain ada investasi di industri komponen, peningkatan juga terlihat pada investasi perakitan yang masing-masing mencapai sekitar Rp30 triliun. Investasi ini juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang mencapai puluhan ribu.
Dalam perdagangan bebas, WTO melarang proteksi. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan standar dalam negeri. Sehingga semua produk luar harus memenuhi standar yang sama, jika tidak bisa, dilarang masuk. Negara lain juga menerapkan standar serupa untuk mencegah produk yang tidak sesuai standar masuk ke negara mereka. “Pilihannya hanya dua, kita akan dibanjiri oleh produk asal Thailand atau kita memproduksi sendiri di dalam negeri,” kata Soerjono.
Di Thailand, juga ada kebijakan berupa insentif mobil murah yang dikenal dengan kendaraan rendah emisi karbon (low carbon emissions /LCE). Kebijakan ini juga mensyaratkan produksi dalam jumlah besar minimal 100.000 mobil. Jumlah produksi yang besar memaksa industri melakukan ekspor ke negara lain termasuk Indonesia.
Achmad Rizal, General Manager Product Planning and Development PT Toyota Astra menyebutkan, dalam persaingan Industri automotif, Indonesia tidak hanya berhadapan dengan negaranegara ASEAN, namun negara lain di Asia seperti India dan China. “India tidak hanya menjadi basis produksi sejumlah produk automotif global, namun negara ini mempunyai produkproduk lokal andalan mereka seperti Tata yang kini sudah dikenal di banyak negara,” kata Rizal, Kamis (23/10).
Ke depan, persaingan antara Indonesia, Thailand, India, dan China akan semakin ketat. Semua negara berlomba untuk memproduksi mobil sekaligus ekspor ke negara lain. Perpaduan kebijakan antara insentif dan peningkatan ekspor ini akan sangat berimbas positif pada negara tersebut. Pemerintah Indonesia dituntut mempunyai strategi jitu untuk menjadi tuan rumah di negara sendiri untuk sektor industri automotif.
Islahuddin
Malah, industri ini diprediksi menjadi salah satu sektor yang mendapatkan persaingan lebih berat tahun depan.
Diperkirakan sejumlah negara ASEAN yang selama ini dikenal sebagai negara yang menjadi basis industri automotif akan berlomba meningkatkan produksi automotif untuk menambah volume perdagangan antar-negara. Indonesia sebagai negara berpopulasi terbesar akan menjadi incaran utama produk-produk dari negara tetangga. Kondisi ini bagi sejumlah kalangan dianggap sebagai tantangan, namun bagi pihak yang lain ini merupakan peluang untuk meningkatkan produksi.
Direktur Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Soerjono menilai Indonesia berpotensi diserbu produk automotif asal negara ASEAN lain, khususnya Thailand. Saat ini Thailand masih menjadi basis industri utama produk- produk automotif di ASEAN. Pertumbuhan penjualan mobil yang terus meningkat menjadi pasar tujuan ideal.
Menurut Soerjono, jenis kendaraan mobil yang banyak dilirik saat ini adalah mobil murah yang dikenal dengan LCGC (low cost green car). Jika tidak dipersiapkan dengan baik, sektor ini akan menjadi sasaran empuk negara lain. Saat ini banyak keluarga yang menyasar LCGC yang berharga lebih murah dan ukuran lebih kecil yang cocok dengan keluarga. Produk LCGC juga menjanjikan hemat energi. Hal ini berbeda dengan mobil pada umumnya yang mengonsumsi bahan bakar lebih boros.
“Keluarga dengan dua anak akan mengalami kesulitan untuk bepergian dengan kendaraan bermotor roda dua. mereka kemudian memilih LCGC yang harganya sekitar Rp95 juta. Harga motor saja saat ini sudah ada yang mencapai Rp24 juta,” papar Soerjono dalam diskusi yang diadakan PDMA Indonesia dan Center of Innovation and Collaboration (CIC) PPM Manajemen di Jakarta (23/10).
Menurut Soerjono, kebijakan LCGC yang sudah diterapkan sejak tahun lalu atau dua tahun sebelum, MEA ini diyakini bisa membendung masuknya mobil murah dari negara lain. Kebijakan LCGC salah satunya berupa pengurangan pajak penjualan atas barang mewah (PPmBM) hingga 10%. Kebijakan ini mensyaratkan makin banyaknya konten lokal dalam produk LCGC. Hingga lima tahun diharapkan konten lokal mencapai 80%.
Kebijakan memperbesar konten lokal ini berdampak pada munculnya industri komponen. Ada ratusan industri komponen yang kini tumbuh untuk memenuhi kebutuhan LCGC. Selain ada investasi di industri komponen, peningkatan juga terlihat pada investasi perakitan yang masing-masing mencapai sekitar Rp30 triliun. Investasi ini juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang mencapai puluhan ribu.
Dalam perdagangan bebas, WTO melarang proteksi. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan standar dalam negeri. Sehingga semua produk luar harus memenuhi standar yang sama, jika tidak bisa, dilarang masuk. Negara lain juga menerapkan standar serupa untuk mencegah produk yang tidak sesuai standar masuk ke negara mereka. “Pilihannya hanya dua, kita akan dibanjiri oleh produk asal Thailand atau kita memproduksi sendiri di dalam negeri,” kata Soerjono.
Di Thailand, juga ada kebijakan berupa insentif mobil murah yang dikenal dengan kendaraan rendah emisi karbon (low carbon emissions /LCE). Kebijakan ini juga mensyaratkan produksi dalam jumlah besar minimal 100.000 mobil. Jumlah produksi yang besar memaksa industri melakukan ekspor ke negara lain termasuk Indonesia.
Achmad Rizal, General Manager Product Planning and Development PT Toyota Astra menyebutkan, dalam persaingan Industri automotif, Indonesia tidak hanya berhadapan dengan negaranegara ASEAN, namun negara lain di Asia seperti India dan China. “India tidak hanya menjadi basis produksi sejumlah produk automotif global, namun negara ini mempunyai produkproduk lokal andalan mereka seperti Tata yang kini sudah dikenal di banyak negara,” kata Rizal, Kamis (23/10).
Ke depan, persaingan antara Indonesia, Thailand, India, dan China akan semakin ketat. Semua negara berlomba untuk memproduksi mobil sekaligus ekspor ke negara lain. Perpaduan kebijakan antara insentif dan peningkatan ekspor ini akan sangat berimbas positif pada negara tersebut. Pemerintah Indonesia dituntut mempunyai strategi jitu untuk menjadi tuan rumah di negara sendiri untuk sektor industri automotif.
Islahuddin
(ars)