Patrialis Bantah Komentari RUU Pemilukada
A
A
A
JAKARTA - Tuduhan yang disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi dibantah Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Ia mengaku tak pernah berkomentar ke publik mengenai RUU Pemilukada.
Maka itu, mantan Menteri Hukum dan HAM ini membantah telah berpihak mendukung Pemilukada melalui DPRD. Patrialis menjelaskan, dirinya hanya menyampaikan karya skripsi salah satu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta mengenai pemilukada.
"Saya itu kasih kuliah umum tentang peran MK. Salah satu dari sekian banyak kuliah saya. Itu kan kampus itu kan dunia pendidikan. Dunia ilmiah," ujar Patrialis Akbar saat dihubungi wartawan, Selasa (23/9/2014).
Lagipula, dia mengaku sadar bahwa mahasiswa tidak boleh menerima doktrin. Kecuali, ujar dia, mahasiswa bisa melakukan kajian secara ilmiah.
"Saya sampaikan, ada salah satu skripsi dari mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Hana Fitriani, dia menulis tahun 2013. Jauh sebelum adanya pembahasan yang sekarang ini," katanya.
Dia berpendapat, memberikan komentar terhadap skripsi soal pemilukada tak masalah. Hal itu, lanjut dia, sepanjang hanya membicarakan kajian dari skripsi itu sendiri.
"Saya bilang, pendapat skripsi enggak apa-apa. Boleh lakukan kajian. Saya tegaskan, itu bukan pendapat saya. Ini skripsi," imbuhnya.
Dia menambahkan, dari kesimpulan skripsi mahasiswi UNJ itu sebaiknya pemilukada dilaksanakan tidak langsung.
"Ini bukan pendapat saya. Kalau mereka yang enggak hadir, memberi komentar seperti itu. Itu di kampus. Bukan untuk publikasi. Kajian ilmiah," pungkasnya.
Sebelumnya, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar akan dilaporkan ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK). Mantan anggota DPR itu dituding telah melakukan pelanggaran kode etik karena mengomentari rancangan undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Patrialis Akbar akan dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi, hari ini. Mereka yang akan melaporkan Patrialis adalah Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK.
Maka itu, mantan Menteri Hukum dan HAM ini membantah telah berpihak mendukung Pemilukada melalui DPRD. Patrialis menjelaskan, dirinya hanya menyampaikan karya skripsi salah satu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta mengenai pemilukada.
"Saya itu kasih kuliah umum tentang peran MK. Salah satu dari sekian banyak kuliah saya. Itu kan kampus itu kan dunia pendidikan. Dunia ilmiah," ujar Patrialis Akbar saat dihubungi wartawan, Selasa (23/9/2014).
Lagipula, dia mengaku sadar bahwa mahasiswa tidak boleh menerima doktrin. Kecuali, ujar dia, mahasiswa bisa melakukan kajian secara ilmiah.
"Saya sampaikan, ada salah satu skripsi dari mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Hana Fitriani, dia menulis tahun 2013. Jauh sebelum adanya pembahasan yang sekarang ini," katanya.
Dia berpendapat, memberikan komentar terhadap skripsi soal pemilukada tak masalah. Hal itu, lanjut dia, sepanjang hanya membicarakan kajian dari skripsi itu sendiri.
"Saya bilang, pendapat skripsi enggak apa-apa. Boleh lakukan kajian. Saya tegaskan, itu bukan pendapat saya. Ini skripsi," imbuhnya.
Dia menambahkan, dari kesimpulan skripsi mahasiswi UNJ itu sebaiknya pemilukada dilaksanakan tidak langsung.
"Ini bukan pendapat saya. Kalau mereka yang enggak hadir, memberi komentar seperti itu. Itu di kampus. Bukan untuk publikasi. Kajian ilmiah," pungkasnya.
Sebelumnya, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar akan dilaporkan ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK). Mantan anggota DPR itu dituding telah melakukan pelanggaran kode etik karena mengomentari rancangan undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Patrialis Akbar akan dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi, hari ini. Mereka yang akan melaporkan Patrialis adalah Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK.
(kri)