Minus Tokoh Sentral, PPP Gampang Pecah
A
A
A
JAKARTA - Perpecahan di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dinilai karena tidak ada sosok panutan atau tokoh sentral.
Tanpa adanya tokoh sentral, PPP mudah dilanda konflik. Tidak hanya itu, konflik akan berlarut-larut karena sulit diatasi.
"Tidak adanya tokoh sentral membuat pengurus partai jalan sendiri-sendiri," ujar pengamat
politik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf kepada Sindonews,
Jumat 12 September 2014 malam.
Menurut dia, keberadaan tokoh sentral dalam suatu partai sangat penting untuk menjaga soliditas pengurus.
Asep mencontohkan tokh sentral seperti sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Partai Demokrat dan Megawati Soekarnoputri dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Begitu juga, kata dia, Prabowo Subianto bagi Partai Gerindra dan Hilmi Aminuddin dalam Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Tokoh sentral adalah orang yang ucapannya didengar oleh seluruh anggota partai.
Pertanyaannya siapa di PPP yang berperan seperti itu," ujarnya.
Lalu bagaimana dengan sosok Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zubair yang selama ini
sering dimintai pendapatnya oleh pengurus PPP?
Menurut Asep, tokoh sentral adalah sosok yang benar-benar mengendalikan partai dan dalam
posisi yang sentral di struktural partai. "Sosok sentral tidak hanya dituakan dan
dihormati, tapi juga memiliki kekuatan di partai," ujar Asep.
Dia menilai SDA bukan sebagai tokoh sentral di PPP. Hal itu terlihat dari sikapnya yang
mudah ditentang oleh pengurus partai. Misalnya, kata dia, penolakan dari internal
PPP ketika SDA memberikan dukungan ke Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden 2014.
Menurut dia, posisi SDA semakin lemah karena menyandang status tersangka kasus dugaan
korupsi dana haji.
PPP saat ini kembali dilanda konflik internal. Kondisi itu berawal dari rapat pengurus DPP dan DPW
PPP pada Rabu 10 September lalu yang hasilnya mencopot SDA dari jabatan
Ketua Umum DPP PPP.
Alasan pencopotan itu karena status SDA sebagai tersangka kasus korupsi mengganggu
citra partai. SDA pun bereaksi. Mantan menteri agama ini menilai pencopotan jabatannya ilegal karena tidak melalui muktamar.
Kubu SDA pun memecat balik tiga pengurus PPP, yakni Sekretaris Jenderal DPP PPP M
Romahurmuziy, dan Wakil Ketua Umum DPP PPP Suharso Monoarfa dan Emron Pangkapi.
Tanpa adanya tokoh sentral, PPP mudah dilanda konflik. Tidak hanya itu, konflik akan berlarut-larut karena sulit diatasi.
"Tidak adanya tokoh sentral membuat pengurus partai jalan sendiri-sendiri," ujar pengamat
politik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf kepada Sindonews,
Jumat 12 September 2014 malam.
Menurut dia, keberadaan tokoh sentral dalam suatu partai sangat penting untuk menjaga soliditas pengurus.
Asep mencontohkan tokh sentral seperti sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Partai Demokrat dan Megawati Soekarnoputri dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Begitu juga, kata dia, Prabowo Subianto bagi Partai Gerindra dan Hilmi Aminuddin dalam Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Tokoh sentral adalah orang yang ucapannya didengar oleh seluruh anggota partai.
Pertanyaannya siapa di PPP yang berperan seperti itu," ujarnya.
Lalu bagaimana dengan sosok Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zubair yang selama ini
sering dimintai pendapatnya oleh pengurus PPP?
Menurut Asep, tokoh sentral adalah sosok yang benar-benar mengendalikan partai dan dalam
posisi yang sentral di struktural partai. "Sosok sentral tidak hanya dituakan dan
dihormati, tapi juga memiliki kekuatan di partai," ujar Asep.
Dia menilai SDA bukan sebagai tokoh sentral di PPP. Hal itu terlihat dari sikapnya yang
mudah ditentang oleh pengurus partai. Misalnya, kata dia, penolakan dari internal
PPP ketika SDA memberikan dukungan ke Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden 2014.
Menurut dia, posisi SDA semakin lemah karena menyandang status tersangka kasus dugaan
korupsi dana haji.
PPP saat ini kembali dilanda konflik internal. Kondisi itu berawal dari rapat pengurus DPP dan DPW
PPP pada Rabu 10 September lalu yang hasilnya mencopot SDA dari jabatan
Ketua Umum DPP PPP.
Alasan pencopotan itu karena status SDA sebagai tersangka kasus korupsi mengganggu
citra partai. SDA pun bereaksi. Mantan menteri agama ini menilai pencopotan jabatannya ilegal karena tidak melalui muktamar.
Kubu SDA pun memecat balik tiga pengurus PPP, yakni Sekretaris Jenderal DPP PPP M
Romahurmuziy, dan Wakil Ketua Umum DPP PPP Suharso Monoarfa dan Emron Pangkapi.
(dam)