Anak dan Ayah Didakwa Suap Rudi Rubiandini

Kamis, 11 September 2014 - 19:46 WIB
Anak dan Ayah Didakwa Suap Rudi Rubiandini
Anak dan Ayah Didakwa Suap Rudi Rubiandini
A A A
JAKARTA - Jaksa mendakwa Artha Meris Simbolon telah menyuap mantan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini sebesar USD522.500.

Dalam dakwaan jaksa disebutkan penyuapan itu dilakukan Artha yang merupakan Presiden Direktur Parna Raya Group dan PT Kaltim Parna Industri (KPI) itu beserta ayahnya, Marihad Simbolon.

Hal tersebut tertuang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nomor: DAK-24/09/2014 milik Meris yang dibacakan dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Ketua JPU Irene Putrie menjelaskan perbuatan pidana tersebut dilakukan Meris dan Marihad sekira Maret hingga 3 Agustus 2013.

Menurut jaksa, keduanya diduga telah turut serta memberi suap yang keseluruhan berjumlah USD522.500 kepada Rudi Rubiandini selaku Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Suap diberikan melalui pelatif golf Rudi, Deviardi atau Ardi. “Supaya Rudi Rubiandini selaku Kepala SKK Migas memberikan rekomendasi/persetujuan guna menurunkan formula harga gas untuk PT KPI kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang bertentangan dengan kewajibannya,” tutur Irene di depan majelis hakim.

Dia membeberkan, uang suap tersebut diberikan dalam empat tahap. Pertama sebesar USD250.000 pada April 2013 melalui Ardi. Uang diberikan di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta.

Kedua, masih dalam bulan yang sama, Meris memberikan USD22.500 kepada Ardi di Cafe Nanini Plaza Senayan, lantai 3.

Ketiga, USD50.000 diberikan Meris saat bertemu Ardi di MCDOnald Kemang, Jakarta Selatan, 1 Agustus 2013. Keempat, USD200.000 diberikan Meris yang diantarkan sopirnya, Mukhamad Abror kepada Ardi di Seven Eleven, Menteng.

Setiap pemberian suap tersebut, Meris selalu memberikan berkas dokumen PT KPI.

Meris juga sering menanyakan apakah surat pengajuan PT KPI sudah diproses atau tidak. Ardi juga sering melaporkan pemberian uang dan dokumen.

Terkait keinginan penuruan harga gas, kata jaksa, Marihad pernah mengirimkan surat dua kali kepada Menteri ESDM Jero Wacik.

Dua surat itu yakni Nomor 001/KPI-MS/XI/2012 dan surat Nomor 002/KPI-MS/XI/2012, pada November 2012.

Pada akhirnya ESDM dan SKK Migas membahas surat tersebut di Lantai 7 Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas ESDM, Kuningan, Jakarta Sekatan.

Selanjutnya, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Ditjen Migas ESDM Naryanto Wagimin membuat dan mengirim surat kepada Kepala SKK Migas. Isinya antara lain agar evaluasi dari SKK Migas segera disampaikan ke Menteri ESDM.

“Rudi Rubiandini bertemu dengan Marihad Simbolon di Kantor SKK Migas, Maret 2013. Marihad menyampaikan keluhan tingginya formula harga gas untuk PT KPI yang dapat mengakibatkan PT KPI tutup dan melakukan PHK,” tutur jaksa.

Anggota JPU Ariawan Agustiartono menuturkan, keluhan yang sama juga disampaikan Marihad kepada Rudi saat bermain golf di Gunung Geulis Country Club, Kabupaten Bogor, 24 Maret 2013.

Jaksa menyebutkan saat itu Rudi didampingi Ardi. Saat itu Marihad juga memperkenalkan terdakwa Meris kepada Rudi dan Ardi.

Rudi kemudian menyampaikan kalau mau menghubungi Rudi maka bisa melalui Ardi. “Sehingga antara terdakwa dan Deviardi saling bertukar nomor handphone,” kata Ariawan.

Dalam pertemuan itu, Marihad kembali menjelaskan soal perbedaan formula harga gas PT KPI yang lebih tinggi dibandingkan dengan PT Kaltim Pasifik Amoniak (KPA).

Rudi kemudian mencari solusi. Pada akhirnya terjadi proses penyerahan dokumen dan uang suap kepada Rudi melalui Ardi.

Karenanya JPU mendakwa Meris dengan dakwaan subsideritas. Pada dakwaaan pertama, perbuatan Meris sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) junto Pasal 64 Ayat 1 junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Atau kedua, Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 Ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” tegas JPU Ariawan.

Dengan pasal-pasal ini, Artha Meris terancam pidana penjara maksimal lima tahun dengan denda paling banyak Rp250 juta.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7097 seconds (0.1#10.140)