Haornas

Rabu, 10 September 2014 - 16:49 WIB
Haornas
Haornas
A A A
SETIAP 9 September diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional atau Haornas. Penetapan 9 September sebagai Haornas didasari Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama yang digelar pada 9-12 September 1948 di Solo, Jawa Tengah.

Sejak saat itu, tidak hanya Haornas yang selalu diperingati, namun PON selalu digelar secara rutin hingga sekarang PON 2016 rencananya digelar di Jawa Barat.

PON adalah perhelatan olahraga nasional yang diharapkan meningkatkan kuantitas dan kualitas di Tanah Air. PON pertama pada 1948 merupakan momentum atau titik awal bagi bangsa ini untuk meningkatkan mutu olahraga di Tanah Air.

PON pertama yang digelar tiga tahun setelah kemerdekaan Indonesia benar-benar menjadi momentum bahwa olahraga di Tanah Air menjadi terbaik dan menjadi kebanggaan bangsa serta disegani oleh dunia internasional.

Olahraga bisa menjadi alat propaganda untuk meningkatkan kebanggaan atas bangsa dan juga bisa bahan diplomasi luar negeri. Sudah banyak contoh di dunia ini olahraga adalah sarana kebanggaan terhadap tanah airnya dan alat diplomasi.

Sayang, meski momentum olahraga di Tanah Air telah digelorakan sejak 66 tahun yang lalu, olahraga Tanah Air belum bisa berbicara di tingkat internasional. Harapan olahraga sebagai kebanggaan Tanah Air begitu membuncah di era 1970 hingga 1990- an.

Saat itu bulutangkis seolah menjadi magnet yang luar biasa bagi bangsa ini, karena Indonesia bisa menjadi raja di dunia.

Saat itu pun, kita bisa berbangga karena olahraga secara umum selalu merajai di wilayah Asia Tenggara. Setiap SEA Games, pada era 1980 hingga 1990-an, Indonesia selalu menguasai.

Semestinya ketika sudah mampu merengkuh kejayaan di wilayah Asia Tenggara, ada peningkatan untuk wilayah Asia hingga nantinya berjaya di tingkat dunia. Namun apa yang terjadi di era 2000, olahraga kita justru pada titik terendah sejak PON pertama.

Bulutangkis bukan lagi sebagai macan dunia, begitu juga dengan sepak bola sulit bersaing di tingkat Asia Tenggara. Modal kebanggaan pada olahraga yang sebenarnya sudah ada, saat ini kembali hilang.

Mutu olahraga kita “diragukan” oleh rakyat ini. Meski harapan demi harapan selalu muncul, masih berjarak dengan kenyataan yang terjadi. Sepak bola yang merupakan olahraga paling populer di Tanah Air bersama bulutangkis, sempat memunculkan harapan besar ketika timnas U19 berhasil meraih trofi piala AFF U19.

Selang beberapa hari, timnas U19 berhasil menembus kejuaraan sepak bola Asia dengan gemilang dan mampu lolos dengan nilai yang sempurna.

Tindak-tanduk timnas U19 seolah menjadi obat pelipur lara ketika timnas senior dan timnas U23 belum menunjukkan tajinya d Asia Tenggara. Namun, saat ini harapan terhadap U19 pun sedikit melemah karena pada turnamen Piala Hasanal Bolkiah di Brunei Darussalam, mereka tidak tampil sesuai harapan.

Bulutangkis juga sama, pada kejuaraan dunia di Denmark kemarin, Indonesia gagal memasukkan pemainnya ke final. Apa yang salah dengan olahraga Indonesia? Padahal, bukankah memupuk olahraga sudah dilakukan sejak 66 tahun yang lalu?

Memang sulit untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hanya, olahraga di Tanah Air belum bisa benar-benar dijalankan untuk olahraga. Artinya, banyak kepentingan di luar olahraga yang mengganggu olahraga itu sendiri. Padahal jika kepentingan olahraga hanya difokuskan kepada olahraga, hasilnya akan maksimal.

Terlalu banyaknya kepentingan non-olahraga pada olahraga yang menjadikan olahraga di Tanah Air jalan di tempat atau bahkan mundur. Jika ingin mengembalikan bulutangkis kita pada prestasi dunia, kembalikan kepentingan bulutangkis untuk bulutangkis.

Begitu juga dengan sepak bola, kembalikan pada kepentingan sepak bola. Jika hanya kepentingan olahraga yang bermain, tak hanya Asia Tenggara yang dikuasai, namun dunia pun akan terbelalak dengan olahraga Indonesia. Indonesia sudah mempunyai potensi yang luar biasa tinggal bagaimana mengelola.

Haornas tahun ini semestinya bisa dijadikan kembali momentum 9 September 1948 untuk kembali meningkatkan kuantitas dan kualitas Indonesia. Syaratnya cukup sederhana, yaitu mengembalikan kepentingan olahraga pada olahraga itu sendiri.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0596 seconds (0.1#10.140)