Catatan Hakim MK kepada Tim Prabowo-Hatta
A
A
A
JAKARTA - Hakim Mahkamah Kotintusi (MK) akhirnya menyelesaikan sidang pendahuluan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dimohonkan pasangan calon presiden (capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Pada kesempatan itu, para hakim konstitusi memberikan nasihat atau catatan yang harus diperbaiki kuasa hukum Prabowo-Hatta. Ketua sidang, Hamdan Zoelva menyampaikan, ada penulisan materi hukum yang perlu dijelaskan pihak kuasa hukum.
"Tidak sinkroniasi antara petitum dan posita. Positanya meluas tapi petitumnya tidak mencakup semua," kata Hamdan, di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Sementara itu, Hakim Konstitusi lainnya Ahmad Fadlil menyatakan, kerugian yang dimohonkan pemohon pada Pasal 51 Undang-Undang MK kurang jelas disampaikan pihak kuasa hukum. Menurutnya, permohonan untuk membatalkan keputusan KPU perlu argumentasi substasial dan fundamental.
"Apakah MK perlu memerintahakan pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang? Nomor-nomornya perlu disempurnakan," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi lain, Anwar Usman meminta kuasa hukum Prabowo-Hatta memperjelas kembali permohonan pihak pemohon untuk kasus di Papua Barat. Apakah, hal tersebut ditujukan kepada pasangan capres nomor urut 1 atau 2. Sebab, tertulis gugatan itu kepada nomor urut 1.
"Di Papua Barat, di 9 Kabupaten, apakah bermaksud seperti itu ada upaya untuk memenangkan pasangan nomor 1," ucapnya.
Hakim Konstitusi Aswanto menambahkan catatan senada dengan ketua sidang Hamdan Zoelva. Menurutnya, soal petitum harus ada penjelasan yang terurai.
"Apa yang dimaksud dengan pengondisian? Petitum saudara bisa disisir tidak menginginkan kalimat bersayap, kalimat tunggal," ungkapnya.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menambahkan, pada halaman 106, disebutkan terjadi pelanggaran di provinsi, tetapi tidak dijelaskan jumlah provinsi serta dalil hukum pemohon. Sehingga hal tersebut bisa masuk kategori asumsi. "Petitum harus sesuai dengan pokok permohonan," terangnya.
Adapun Hakim Patrialis Akbar menasihati soal permohonan pihak pemohon apa yang dimaksud terstruktur, sistematis, dan masif (TMS). Dia mencontohkan dugaan TSM yang tercantum dalam materi gugatan halaman 21 seperti Bengkulu dicantumkan Babel (Bangka Belitung) dan Jawa Barat tapi disebutkan Maluku.
"Keterangan TSM terstuktur, sistematis, masif bisa digambarkan TSM itu apa? Jelaskan keterangan TSM itu apa, dalil dalilnya apa?" tandasnya.
Pada kesempatan itu, para hakim konstitusi memberikan nasihat atau catatan yang harus diperbaiki kuasa hukum Prabowo-Hatta. Ketua sidang, Hamdan Zoelva menyampaikan, ada penulisan materi hukum yang perlu dijelaskan pihak kuasa hukum.
"Tidak sinkroniasi antara petitum dan posita. Positanya meluas tapi petitumnya tidak mencakup semua," kata Hamdan, di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Sementara itu, Hakim Konstitusi lainnya Ahmad Fadlil menyatakan, kerugian yang dimohonkan pemohon pada Pasal 51 Undang-Undang MK kurang jelas disampaikan pihak kuasa hukum. Menurutnya, permohonan untuk membatalkan keputusan KPU perlu argumentasi substasial dan fundamental.
"Apakah MK perlu memerintahakan pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang? Nomor-nomornya perlu disempurnakan," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi lain, Anwar Usman meminta kuasa hukum Prabowo-Hatta memperjelas kembali permohonan pihak pemohon untuk kasus di Papua Barat. Apakah, hal tersebut ditujukan kepada pasangan capres nomor urut 1 atau 2. Sebab, tertulis gugatan itu kepada nomor urut 1.
"Di Papua Barat, di 9 Kabupaten, apakah bermaksud seperti itu ada upaya untuk memenangkan pasangan nomor 1," ucapnya.
Hakim Konstitusi Aswanto menambahkan catatan senada dengan ketua sidang Hamdan Zoelva. Menurutnya, soal petitum harus ada penjelasan yang terurai.
"Apa yang dimaksud dengan pengondisian? Petitum saudara bisa disisir tidak menginginkan kalimat bersayap, kalimat tunggal," ungkapnya.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menambahkan, pada halaman 106, disebutkan terjadi pelanggaran di provinsi, tetapi tidak dijelaskan jumlah provinsi serta dalil hukum pemohon. Sehingga hal tersebut bisa masuk kategori asumsi. "Petitum harus sesuai dengan pokok permohonan," terangnya.
Adapun Hakim Patrialis Akbar menasihati soal permohonan pihak pemohon apa yang dimaksud terstruktur, sistematis, dan masif (TMS). Dia mencontohkan dugaan TSM yang tercantum dalam materi gugatan halaman 21 seperti Bengkulu dicantumkan Babel (Bangka Belitung) dan Jawa Barat tapi disebutkan Maluku.
"Keterangan TSM terstuktur, sistematis, masif bisa digambarkan TSM itu apa? Jelaskan keterangan TSM itu apa, dalil dalilnya apa?" tandasnya.
(kur)