Polri Tangkap 56 Warga Tiongkok dan Taiwan
A
A
A
JAKARTA - Mabes Polri menangkap 56 warga negara Tiongkok dan Taiwan karena terlibat kasus penipuan dan pemerasan.
Mereka melakukan perbuatannya di Indonesia. Namun korban dari tindak kejahatannya berada di Tiongkok dan Taiwan.
"Dari seluruh lokasi yang dilakukan penggeledahan berhasil diamanakan 56 tersangka dengan perincian 23 WNA di Jalan Muara Takus Nomor 26 Nagoya Batam dan 33 WNA di Jalan Papandayan Nomor 57 Semarang," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Direksus) Brigjen Pol Kamil Razak di Bareskrim Mabes Polri Jakarta, Selasa (21/7/2014).
Menurut dia, kejahatan yang dilakukan para tersangka termasuk kejahatan lintas negara atau transnational crime.
Kamil mengatakan penangkapan tersebut dilakukan setelah memperoleh informasi dari Pemerintah Tiongkok melalui kedutaan besarnya di Indonesia.
"Surat dari Atase Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara Kedutaan di Indonesia Nomor DA 70/2014 tanggal 9 Juli perihal pemintaan bantuan dukungan kerja sama dalam penyelidikan kasus Telecommunication Fraud," ungkap Kamil.
Berdasarkan informasi dari Kepolisian Tiongkok, pada hari Sabtu 19 Juli 2014 pukul 07.00 WIB Polri telah dilakukan penggeledahan secara serentak di enam kota yaitu Medan, Batam, Pekanbaru, Semarang, Bali dan Jakarta.
Di Medan penggeledahan dilakukan di 5 lokasi, Batam 1 lokasi, Pekanbaru 2 lokasi, Bali 3 lokasi dan Jakarta 1 lokasi.
"Dari laporan tersebut diperoleh enam lokasi. Kemudian kami periksa. Dari enam lokasi, empat kosong. Hanya dapat di dua lokasi yakni Batam dan Semarang," katanya.
Tindak pidana ini dilakukan para tersangka dengan berbagai modus operandi. Antara lain, bertindak selaku pejabat bank yang melayani permohonan kredit nasabah."Meminta nasabah untuk memberikan dana administrasi," ujarnya.
Kemudian juga bertindak selaku pejabat antikorupsi. Seolah-olah mereka menyelidiki perkara tindak pidana korupsi.
Tersangka membuat korbannya memohon agar perkara tersebut tidak dilanjutkan penyidikannya dan bersedia memberikan sejumlah uang.
"Mereka telah memiliki data tentang orang-orang yang melakukan pelanggaran di negaranya," ujarnya.
Bahkan tersangka juga berani memeras pengusaha atau pejabat yang diketahui selingkuh. Mereka mengancam akan mempublikasikan berita tentang perselingkuhannya bila tidak menyerahkan sejumlah uang.
"Lalu juga memeras para pengusaha yang diketahui menunggak pembayaran pajak," ungkapnya.
Dia mengatakan proses penyerahan uang pun dilakukan melalui perantara. Menurut dia, para WNA tersebut melakukan aksinya secara terorganisasi dan dalam kelompok besar. Mereka tinggal di berbagai kota di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Pelaku memanfaatkan fasilitas jaringan internet dengan bandwith tinggi untuk melakukan tindak kejahatannya dari luar Tiongkok. Ini dilakukan untuk menghindari penangkapan aparat penegak hukum Tiongkok.
"Salah satu yang bertugas untuk menghubungi korbannya. Seakan-akan dalam telepon tersebut ada suara situasi kantor kepolisan atau lembaga yang menangani kasus korupsi ataupun pajak," ujarnya.
Pelaku memiliki pihak yang bertugas untuk mengatur penyewaan rumah, langganan internet, termasuk mempersiapkan upaya melarikan diri jika diketahui aparat hukum.
Para pelaku menyewa rumah mewah di lingkungan elite yang cenderung kurang memperhatikan kegiatan yang dilakukan tetangganya. Mereka juga melakukan segala transaksi secara tunai untuk menghindari pelacakan.
"Rumah-rumah disewa minimal selama satu tahun dengan rata-rata sewa Rp30 juta-40 juta per bulan. Kemudian biaya berlangganan internet dengan bandwith 10-20 Mbps seharga rata-rata Rp10 juta-20 juta per bulan," ujarnya.
Barang bukti yang disita adalah lima buah laptop, 27 handphone, satu Ipad dan 24 buah ID card. Sebanyak 56 WNA tersebut terdiri atas 35 warga negara Tiongkok.
Sebanyak 26 di antaranya laki-laki dan sembilan lainnya perempuan. Sisanya 21 orang warga negara Taiwan terdiri atas 20 laki-laki dan satu perempuan.
Mereka melakukan perbuatannya di Indonesia. Namun korban dari tindak kejahatannya berada di Tiongkok dan Taiwan.
"Dari seluruh lokasi yang dilakukan penggeledahan berhasil diamanakan 56 tersangka dengan perincian 23 WNA di Jalan Muara Takus Nomor 26 Nagoya Batam dan 33 WNA di Jalan Papandayan Nomor 57 Semarang," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Direksus) Brigjen Pol Kamil Razak di Bareskrim Mabes Polri Jakarta, Selasa (21/7/2014).
Menurut dia, kejahatan yang dilakukan para tersangka termasuk kejahatan lintas negara atau transnational crime.
Kamil mengatakan penangkapan tersebut dilakukan setelah memperoleh informasi dari Pemerintah Tiongkok melalui kedutaan besarnya di Indonesia.
"Surat dari Atase Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara Kedutaan di Indonesia Nomor DA 70/2014 tanggal 9 Juli perihal pemintaan bantuan dukungan kerja sama dalam penyelidikan kasus Telecommunication Fraud," ungkap Kamil.
Berdasarkan informasi dari Kepolisian Tiongkok, pada hari Sabtu 19 Juli 2014 pukul 07.00 WIB Polri telah dilakukan penggeledahan secara serentak di enam kota yaitu Medan, Batam, Pekanbaru, Semarang, Bali dan Jakarta.
Di Medan penggeledahan dilakukan di 5 lokasi, Batam 1 lokasi, Pekanbaru 2 lokasi, Bali 3 lokasi dan Jakarta 1 lokasi.
"Dari laporan tersebut diperoleh enam lokasi. Kemudian kami periksa. Dari enam lokasi, empat kosong. Hanya dapat di dua lokasi yakni Batam dan Semarang," katanya.
Tindak pidana ini dilakukan para tersangka dengan berbagai modus operandi. Antara lain, bertindak selaku pejabat bank yang melayani permohonan kredit nasabah."Meminta nasabah untuk memberikan dana administrasi," ujarnya.
Kemudian juga bertindak selaku pejabat antikorupsi. Seolah-olah mereka menyelidiki perkara tindak pidana korupsi.
Tersangka membuat korbannya memohon agar perkara tersebut tidak dilanjutkan penyidikannya dan bersedia memberikan sejumlah uang.
"Mereka telah memiliki data tentang orang-orang yang melakukan pelanggaran di negaranya," ujarnya.
Bahkan tersangka juga berani memeras pengusaha atau pejabat yang diketahui selingkuh. Mereka mengancam akan mempublikasikan berita tentang perselingkuhannya bila tidak menyerahkan sejumlah uang.
"Lalu juga memeras para pengusaha yang diketahui menunggak pembayaran pajak," ungkapnya.
Dia mengatakan proses penyerahan uang pun dilakukan melalui perantara. Menurut dia, para WNA tersebut melakukan aksinya secara terorganisasi dan dalam kelompok besar. Mereka tinggal di berbagai kota di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Pelaku memanfaatkan fasilitas jaringan internet dengan bandwith tinggi untuk melakukan tindak kejahatannya dari luar Tiongkok. Ini dilakukan untuk menghindari penangkapan aparat penegak hukum Tiongkok.
"Salah satu yang bertugas untuk menghubungi korbannya. Seakan-akan dalam telepon tersebut ada suara situasi kantor kepolisan atau lembaga yang menangani kasus korupsi ataupun pajak," ujarnya.
Pelaku memiliki pihak yang bertugas untuk mengatur penyewaan rumah, langganan internet, termasuk mempersiapkan upaya melarikan diri jika diketahui aparat hukum.
Para pelaku menyewa rumah mewah di lingkungan elite yang cenderung kurang memperhatikan kegiatan yang dilakukan tetangganya. Mereka juga melakukan segala transaksi secara tunai untuk menghindari pelacakan.
"Rumah-rumah disewa minimal selama satu tahun dengan rata-rata sewa Rp30 juta-40 juta per bulan. Kemudian biaya berlangganan internet dengan bandwith 10-20 Mbps seharga rata-rata Rp10 juta-20 juta per bulan," ujarnya.
Barang bukti yang disita adalah lima buah laptop, 27 handphone, satu Ipad dan 24 buah ID card. Sebanyak 56 WNA tersebut terdiri atas 35 warga negara Tiongkok.
Sebanyak 26 di antaranya laki-laki dan sembilan lainnya perempuan. Sisanya 21 orang warga negara Taiwan terdiri atas 20 laki-laki dan satu perempuan.
(dam)