Tabungan Demokrasi bagi Masa Depan

Senin, 21 Juli 2014 - 14:58 WIB
Tabungan Demokrasi bagi Masa Depan
Tabungan Demokrasi bagi Masa Depan
A A A
JAKARTA - Penyelenggaraan Pilpres 2014 memunculkan begitu banyak kejutan. Sepanjang dua bulan terakhir kita dihadapkan dengan hadirnya berbagai hal baru dalam perkembangan politik Indonesia.

Dengan tampilnya hanya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, nyaris berhasil membelah bangsa menjadi dua kutub yang saling berhadapan.

Polarisasi dalam masyarakat terasa lebih tajam, lebih kontras dan lebih dramatis. Polarisasi yang lahir secara alami ini melahirkan pengelompokan langsung antara kawan dan lawan. Hal ini tak kita temukan pada dua kali penyelenggaraan pilpres sebelumnya.

Secara praktis media massa dan sebagian kalangan intelektual, termasuk para purnawirawan TNI, ikut terbelah dalam pemihakan dengan subjektivitas yang sangat kental.

Pilpres begitu riuh dengan komentar dan analisis yang tak berimbang, melalui saluran yang dimiliki masing-masing. Pun seringkali diperuncing oleh pendukung kedua pihak yang berusaha menyingkap aurat lawan masing-masing.

Perbedaan simbol, atribut, dan nyanyian yel-yel menjadi pertentangan yang sulit didamaikan. Belum lagi ongkos caci-maki dan luka sosial yang terjadi akibat fitnah dan gelindingan isu yang tak dipertanggungjawabkan.

Demokrasi Yang Menyembuhkan

Bersyukurlah pilpres yang begitu menguras energi ini akan segera mencapai puncaknya tanggal 22 Juli esok, yaitu dengan pengumuman KPU yang akan menetapkan pasangan yang memegang mandat kepresidenan lima tahun ke depan.

Kompetisi akan berakhir bagi kedua pihak. Baik kedua pasangan capres-cawapres maupun para pendukungnya tentu telah siap menghadapi hasil penetapan KPU.

Demokrasi yang baik membuat kita terbiasa dengan keterbukaan dalam menyatakan sikap, bahkan dalam hal-hal besar. Demokrasi memungkinkan keyakinan yang bersifat pribadi diuji di ruang terbuka.

Lewat demokrasi setiap warga memiliki peran yang sama besar untuk menjadi pelaku bagi perubahan sosial. Walaupun mobilisasi tetap dilakukan, demokrasi tetap menyediakan ruang bagi warga untuk tetap memiliki otonomi dalam menentukan sikap.

Sehingga demokrasi memiliki daya untuk menyembuhkan manakala dilandasi dengan nilai sportifitas. Yaitu sikap jujur dan proporsional, yang didasarkan pada keterbukaan pikiran dengan hasil apapun yang akan diperoleh.

Sepanjang waktu setelah pencoblosan hingga hari ini, rakyat kita telah membuktikan bekerjanya nilai-nilai di atas. Tanpa harus diungkapkan, alam kebatinan mereka sudah berbicara bahwa merajut kehidupan bangsa yang bersatu jauh lebih penting ketimbang sekadar sengketa pilpres.

Rakyat justru telah memberi teladan pada elite politik dalam hal bersedia menerima kekalahan atau kemenangan, bukan hanya dalam tulisan dan pidato, namun pada bukti tindakan.

Tabungan Masa Depan

Baiknya kita mencatat berbagai fenomena menggembirakan selama pilpres ini sebagai pencapaian berharga bagi pendalaman demokrasi di masa mendatang.

Kita telah sukses menjalankan demokrasi. Berbeda dengan Thailand yang kembali dalam cengkeraman militerisme, atau Malaysia dan Singapura yang tetap berada dalam kondisi semi-demokratik, demokrasi di Indonesia telah semakin terkonsolidasi.

Diantara tanda paling menonjol adalah meningkatnya peran para sukarelawanan (volunteers) dalam mewarnai hasil pemilihan. Bahkan seakan-akan para sukarelawan ini menjadi semacam juru bicara arus bawah yang berhadapan dengan arus elite politik.

Begitu menonjolnya model kewargaan yang aktif ini menemukan jodohnya dengan perkembangan teknologi informasi. Ketika kebanyakan media konvensional ikut berpihak, justru sosial media secara spontan dan terbuka menjadi saluran yang membebaskan.

Contoh terakhir adalah inisiatif seperti kawalpemilu.org yang dengan brilian mencegah pihak yang hendak mencurangi hasil pemungutan suara. Didukung oleh ratusan sukarelawan dari berbagai latar belakang, mereka telah melahirkan sebuah inisiatif pemantauan data pemilu secara massal, yang barangkali adalah yang pertama kali di dunia.

Hal semacam ini menunjukkan munculnya satu generasi baru yang tumbuh dalam alam terbuka yang tak gampang ditakut-takuti, karena memiliki kepercayaan tinggi yang besar untuk menunjukkan sikap. Kewargaan aktif yang dipadankan dengan percepatan teknologi informasi telah menjadi katalis yang mempercepat kematangan berdemokrasi kita.

Generasi terbuka dengan kepedulian besar pada publik inilah yang dapat menjadi modal pendalaman demokrasi kita ke depan. Kita perlu berterima kasih kepada segenap relawan, baik itu dari kalangan jelata hingga aktifis dan musisi, yang dengan kesadarannya masing-masing telah menghidupkan daya aktif warga untuk melakukan sesuatu bagi bangsanya.

Maka jika ada pihak-pihak yang khawatir dengan situasi kebangsaan kita belakangan ini, saya termasuk orang yang optimis bahwa segalanya akan baik-baik saja. Selain itu, kita punya banyak tokoh muda di KPU, Bawaslu, DKPP, MK, dan institusi kenegaraan lain. Mereka terpilih dan bekerja dengan profesionalitas dan kesadaran bahwa masa depan bangsa ada di tangan mereka.

Kepada generasi muda yang memiliki integritas dan kepedulian, kita sedang menyematkan harapan. Apa yang sudah kita sama-sama capai sepanjang pilpres kali ini adalah tabungan bagi demokrasi kita, untuk melunasi janji kemajuan hidup berbangsa di masa depan.

Muhammad Arief Rosyid Hasan
(Ketua Umum PB HMI)
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9654 seconds (0.1#10.140)