Dawam Rahardjo Titisan Bung Hatta
A
A
A
JAKARTA - Konsep Ekonomi Kerakyatan yang dituangkan Prof M Rahardjo dalam buku "Ekonomi Politik Pembangunan" dianggap sebagai titisan pemikiran Mohammad Hatta atau Bung Hatta.
Sehingga, menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, tidak salah kiranya Dawam Rahardjo disebut sebagai titisan Bung Hatta.
"Bersama Prof Mubyarto, Prof Sritua Arif, dan Prof Sri Edi Swasono, Dawam merupakan pewaris pemikiran ekonomi kerakyatan yang dibangun Mohammad Hatta," kata Fadi saat acara peluncuran buku 'Ekonomi Politik Pembangunan' karya M Dawan Rahadjo, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Sabtu (19/7/2014).
Lantaran menurut Fadli, ketika terjadi pergulatan amandemen Pasal 33 UUD 1945 di era reformasi, Dawam bersama Mubyarto dan Sri Edi Swasono gencar menolaknya. Pasalnya, ada pihak yang ingin merusak pasal 33 karena mengharapkan liberalisasi ekonomi sesuai garis konsensus Washington.
"Sama halnya seperti Bung Hatta, Dawam juga mengkritik kapitalisme dan liberalisme. Bung Hatta tak setuju dengan kapitalisme," ungkap Fadli.
Sekretaris pemenangan pasangan Prabowo-Hatta ini juga menjelaskan, pada kurun waktu tahun 1930-an Bung Hatta selalu berbicara mengenai ekonomi rakyat yang diorganisir melalui koperasi. Menurut Bung Hatta, liberalisme menimbulkan dua hal yaitu monopoli dan konsentrasi kekuatan ekonomi.
"Jika kita lihat pada masa kini, apa yang dikatakan Bung Hatta memang terbukti. Penyakit kapitalisme sekarang ini adalah monopoli dan konsentrasi, sehingga terjadi kartel dan kesenjangan," imbuhnya.
Karena itu, Fadli menegaskan bahwa sistem ekonomi yang paling pantas diterapkan di Indonesia adalah strategi ekonomi Pancasila yang memiliki tiga konsep utama yakni stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan.
Hal itulah yang menjadi acuan dalam cita-cita pembangunan yang diungkapkan para pendiri bangsa seperti Bung Hatta.
"Sosok cendikiawan seperti Dawam seharusnya terlibat dalam proses pengambilan kebijakan. Dawam sangat pantas menjadi penasihat presiden. Ia bisa memberikan arahan secara langsung tentang haluan ekonomi kerakyatan yang merupakan amanat konstitusi," pungkasnya.
Sehingga, menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, tidak salah kiranya Dawam Rahardjo disebut sebagai titisan Bung Hatta.
"Bersama Prof Mubyarto, Prof Sritua Arif, dan Prof Sri Edi Swasono, Dawam merupakan pewaris pemikiran ekonomi kerakyatan yang dibangun Mohammad Hatta," kata Fadi saat acara peluncuran buku 'Ekonomi Politik Pembangunan' karya M Dawan Rahadjo, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Sabtu (19/7/2014).
Lantaran menurut Fadli, ketika terjadi pergulatan amandemen Pasal 33 UUD 1945 di era reformasi, Dawam bersama Mubyarto dan Sri Edi Swasono gencar menolaknya. Pasalnya, ada pihak yang ingin merusak pasal 33 karena mengharapkan liberalisasi ekonomi sesuai garis konsensus Washington.
"Sama halnya seperti Bung Hatta, Dawam juga mengkritik kapitalisme dan liberalisme. Bung Hatta tak setuju dengan kapitalisme," ungkap Fadli.
Sekretaris pemenangan pasangan Prabowo-Hatta ini juga menjelaskan, pada kurun waktu tahun 1930-an Bung Hatta selalu berbicara mengenai ekonomi rakyat yang diorganisir melalui koperasi. Menurut Bung Hatta, liberalisme menimbulkan dua hal yaitu monopoli dan konsentrasi kekuatan ekonomi.
"Jika kita lihat pada masa kini, apa yang dikatakan Bung Hatta memang terbukti. Penyakit kapitalisme sekarang ini adalah monopoli dan konsentrasi, sehingga terjadi kartel dan kesenjangan," imbuhnya.
Karena itu, Fadli menegaskan bahwa sistem ekonomi yang paling pantas diterapkan di Indonesia adalah strategi ekonomi Pancasila yang memiliki tiga konsep utama yakni stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan.
Hal itulah yang menjadi acuan dalam cita-cita pembangunan yang diungkapkan para pendiri bangsa seperti Bung Hatta.
"Sosok cendikiawan seperti Dawam seharusnya terlibat dalam proses pengambilan kebijakan. Dawam sangat pantas menjadi penasihat presiden. Ia bisa memberikan arahan secara langsung tentang haluan ekonomi kerakyatan yang merupakan amanat konstitusi," pungkasnya.
(hyk)