BEM UI Galang Petisi Dukung KPU
A
A
A
JAKARTA - Polarisasi dua massa pendukung pasangan calon di Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 berkecenderungan meragukan integritas Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jika hasil tak sesuai dengan harapan keterpilihan pasangan calon yang didukungnya, KPU dinilai tak berintegritas.
Apabila opini tersebut terus berkembang, bukan tidak mungkin polarisasi ini takkan usai pasca tanggal 22 Juli 2014 (pengumuman resmi KPU) dan potensi konflik horizontal di tengah masyarakat pun akan menjadi semakin besar. Dalam keadaan seperti ini, sebuah keharusan untuk mendukung KPU agar proses transisi pemerintahan dapat terselamatkan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) M Ivan Riansa dalam petisi online yang ia inisiasi berjudul Hentikan Segala Bentuk Klaim Kemenangan dalam Pilpres dan Dukung KPU Tetap Independen!
Petisi online ini telah beredar di dunia maya melalui change.org sejak Minggu 14 Juli 2014. Dalam petisi ini, Ivan menyuarakan pendapatnya tentang urgensi mendukung KPU di saat seperti ini.
“Publik harus didorong untuk mendukung KPU. KPU adalah lembaga resmi yang telah diamanatkan oleh undang-undang untuk menyampaikan hasil resmi Pilpres, bukan lembaga survei. Di saat seperti ini, kalau bukan kita yang mendukung hasil real-count KPU nanti, lalu siapa lagi? Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,” jelas Ivan kepada Sindonews, Kamis (17/7/2014).
Ivan menuturkan, bahwa dukungan untuk KPU ini tentu tidak serta merta ada begitu saja. Ada syarat-syarat yang tetap harus dipenuhi oleh KPU.
“Dukungan KPU ini bersyarat. Syaratnya adalah KPU harus tetap profesional dan menjaga independensinya dalam proses rekapitulasi
suara ini,” tegas Ivan.
Hal lain yang disoroti dalam petisi ini adalah klaim kemenangan para capres. Ivan menyayangkan adanya deklarasi kemenangan baik
Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta di hari yang sama dengan hari pencoblosan.
“Kami menyayangkan deklarasi kemenangan para capres, karena membingungkan masyarakat. Seharusnya Pak Prabowo dan Pak Jokowi
deklarasi kemenangan setelah real-count KPU, bukan setelah quick count lembaga survei," jelasnya.
Karena itu, pihaknya pun menuntut kepada kedua pasang capres-cawapres beserta tim sukses untuk menghentikan segala bentuk klaim kemenangan yang hanya akan memperkeruh suasana dan menjebak masyarakat Indonesia ke dalam polarisasi tanpa akhir.
"Siapa pun yang menang nanti, takkan bisa bekerja dan memimpin kami secara efektif jika polarisasi ini tidak kunjung diakhiri,” lanjut Ivan.
Di media sosial seperti Twitter, masyarakat ramai-ramai menyampaikan pendapatnya melalui hastag #DukungKPU. Hastag #DukungKPU ini juga adalah salah satu yang diinisiasi oleh Ivan. Petisi online ini sendiri dapat ditandatangani melalui alamat bit.ly/DukungKPU dan masih akan terus berlanjut dalam menggalang dukungan ke masyarakat.
“Saya mengajak masyarakat Indonesia untuk ikut menandatangani petisi ini. Setiap tanda tangan yang masyarakat bubuhkan dalam petisi ini, maka secara otomatis akan terkirim ke email capres dan para komisioner KPU,” tutup Ivan.
Apabila opini tersebut terus berkembang, bukan tidak mungkin polarisasi ini takkan usai pasca tanggal 22 Juli 2014 (pengumuman resmi KPU) dan potensi konflik horizontal di tengah masyarakat pun akan menjadi semakin besar. Dalam keadaan seperti ini, sebuah keharusan untuk mendukung KPU agar proses transisi pemerintahan dapat terselamatkan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) M Ivan Riansa dalam petisi online yang ia inisiasi berjudul Hentikan Segala Bentuk Klaim Kemenangan dalam Pilpres dan Dukung KPU Tetap Independen!
Petisi online ini telah beredar di dunia maya melalui change.org sejak Minggu 14 Juli 2014. Dalam petisi ini, Ivan menyuarakan pendapatnya tentang urgensi mendukung KPU di saat seperti ini.
“Publik harus didorong untuk mendukung KPU. KPU adalah lembaga resmi yang telah diamanatkan oleh undang-undang untuk menyampaikan hasil resmi Pilpres, bukan lembaga survei. Di saat seperti ini, kalau bukan kita yang mendukung hasil real-count KPU nanti, lalu siapa lagi? Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,” jelas Ivan kepada Sindonews, Kamis (17/7/2014).
Ivan menuturkan, bahwa dukungan untuk KPU ini tentu tidak serta merta ada begitu saja. Ada syarat-syarat yang tetap harus dipenuhi oleh KPU.
“Dukungan KPU ini bersyarat. Syaratnya adalah KPU harus tetap profesional dan menjaga independensinya dalam proses rekapitulasi
suara ini,” tegas Ivan.
Hal lain yang disoroti dalam petisi ini adalah klaim kemenangan para capres. Ivan menyayangkan adanya deklarasi kemenangan baik
Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta di hari yang sama dengan hari pencoblosan.
“Kami menyayangkan deklarasi kemenangan para capres, karena membingungkan masyarakat. Seharusnya Pak Prabowo dan Pak Jokowi
deklarasi kemenangan setelah real-count KPU, bukan setelah quick count lembaga survei," jelasnya.
Karena itu, pihaknya pun menuntut kepada kedua pasang capres-cawapres beserta tim sukses untuk menghentikan segala bentuk klaim kemenangan yang hanya akan memperkeruh suasana dan menjebak masyarakat Indonesia ke dalam polarisasi tanpa akhir.
"Siapa pun yang menang nanti, takkan bisa bekerja dan memimpin kami secara efektif jika polarisasi ini tidak kunjung diakhiri,” lanjut Ivan.
Di media sosial seperti Twitter, masyarakat ramai-ramai menyampaikan pendapatnya melalui hastag #DukungKPU. Hastag #DukungKPU ini juga adalah salah satu yang diinisiasi oleh Ivan. Petisi online ini sendiri dapat ditandatangani melalui alamat bit.ly/DukungKPU dan masih akan terus berlanjut dalam menggalang dukungan ke masyarakat.
“Saya mengajak masyarakat Indonesia untuk ikut menandatangani petisi ini. Setiap tanda tangan yang masyarakat bubuhkan dalam petisi ini, maka secara otomatis akan terkirim ke email capres dan para komisioner KPU,” tutup Ivan.
(kri)