Agresi Israel
A
A
A
ISRAEL tidak menggubris seruan dan kecaman dunia internasional untuk menghentikan serangan brutal ke permukiman sipil di Jalur Gaza, Palestina. Negeri Yahudi itu justru semakin meningkatkan intensitas serangan udara yang telah menewaskan ratusan warga sipil di permukiman Gaza.
Hingga tadi sedikitnya 4.000 warga Gaza yang berbatasan Israel telah mengungsi untuk menghindari serangan brutal tersebut. Di belahan dunia lain, kekejaman tentara Israel meningkatkan rasa solidaritas terhadap penderitaan rakyat Palestina. Berbagai aksi solidaritas, dukungan moral, doa, bantuan dana, serta obat-obatan telah digalang berbagai elemen masyarakat Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Pemerintah Indonesia juga berjanji akan menggunakan segala upaya diplomatik yang dimiliki untuk mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai organisasi internasional untuk menghentikan Israel.
Namun hingga detik kini, pemerintah Israel sama sekali tidak menggubris kecaman seruan internasional. Bahkan, mereka sedang menyiapkan serangan darat besar-besaran ke Jalur Gaza yang dituding sebagai basis perlawanan kelompok Hamas. Serangan brutal ke Gaza oleh Israel bukanlah hal pertama, melainkan sudah berulang kali terjadi sepanjang sejarah agresi Israel ke Palestina. Anehnya hingga berulang kali pula, PBB dan dunia internasional tidak mampu menghentikan aksi biadab tersebut. Dunia seperti mati kutu menghadapi Israel.
Negara-negara anggota DK PBB pun seperti sudah kebal rasa dengan tindakan yang dilakukan Israel. Kalaupun ada, terkesan sekadar lips service karena bagi mereka tidak kaitan langsung dengan kepentingan negaranya. Mari kita renungkan apa yang telah dilakukan Amerika Serikat (AS) terhadap kekejaman Israel sejauh ini. Presiden Barack Obama justru mendukung serangan Israel sebagai upaya untuk mempertahankan diri dari serangan roket yang dilontarkan Hamas. Namun, serangan udara Israel justru menyasar korban warga sipil yang harus dilindungi dalam situasi perang sekalipun, yaitu wanita dan anak-anak.
AS menutup mata akan banyaknya korban sipil yang berjatuhan di Gaza. Bagi AS, Hamas dicatat sebagai organisasi teroris yang mengancam ketenangan Israel. Ini berarti mengharapkan AS untuk menghentikan sekutu dekatnya itu agar menghentikan serangan ke Gaza adalah tindakan sia-sia. DK PBB juga tidak memiliki kekuatan berarti untuk menghentikan agresi Israel, karena akan menghadapi veto AS dalam pengambilan keputusan. Ketidakadilan rezim internasional terhadap bangsa Palestina pun sudah termasuk masalah klasik yang selalu berulang.
Hingga detik ini pun tidak ada terobosan diplomatik maupun nondiplomatik dari PBB maupun negara-negara kuat lain yang mampu membuat Israel jera melakukan kekejaman terbuka seperti yang dilakukan di Gaza. Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun tidak berdaya. Berbagai seruan, kutukan, dan kecaman OKI tidak sedikit pun dianggap oleh negeri zionis Israel. Diperlukan kekuatan diplomasi dan nondiplomasi yang lebih masif lagi jika perlu yang extraordinary untuk menghentikan Israel. Indonesia memiliki peluang untuk menggalang kekuatan masif itu ke dunia Arab maupun negara-negara nonblok.
Meskipun ini bukan upaya yang gampang, tidak ada salahnya terobosan itu segera dimulai. Jangan sampai negara-negara hanya berhenti pada sebatas mengecam untuk sekadar menggugurkan kewajiban agar tidak dianggap mendukung agresi Israel. Konflik Israel-Palestina yang sudah terjadi demikian lama dalam peta politik dunia telah berdampak sangat kompleks bagi masingmasing negara, termasuk DK PBB sendiri. Ada titik jenuh diplomasi yang terus berulang ketika menghadapi kelakuan Israel yang jelas-jelas melanggar hukum internasional dan penistaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Namun, belum ada satu negara pun yang berupaya dengan keras dan sungguh-sungguh untuk mencairkan titik jenuh itu. Sejarah mencatat dunia pun tidak berkutik berhadapan ketika menghadapi Israel. Tapi sebagai warga dunia yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kita harus selalu membuka harapan adanya kekuatan baru yang akan mampu menghentikan Israel.
Hingga tadi sedikitnya 4.000 warga Gaza yang berbatasan Israel telah mengungsi untuk menghindari serangan brutal tersebut. Di belahan dunia lain, kekejaman tentara Israel meningkatkan rasa solidaritas terhadap penderitaan rakyat Palestina. Berbagai aksi solidaritas, dukungan moral, doa, bantuan dana, serta obat-obatan telah digalang berbagai elemen masyarakat Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Pemerintah Indonesia juga berjanji akan menggunakan segala upaya diplomatik yang dimiliki untuk mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai organisasi internasional untuk menghentikan Israel.
Namun hingga detik kini, pemerintah Israel sama sekali tidak menggubris kecaman seruan internasional. Bahkan, mereka sedang menyiapkan serangan darat besar-besaran ke Jalur Gaza yang dituding sebagai basis perlawanan kelompok Hamas. Serangan brutal ke Gaza oleh Israel bukanlah hal pertama, melainkan sudah berulang kali terjadi sepanjang sejarah agresi Israel ke Palestina. Anehnya hingga berulang kali pula, PBB dan dunia internasional tidak mampu menghentikan aksi biadab tersebut. Dunia seperti mati kutu menghadapi Israel.
Negara-negara anggota DK PBB pun seperti sudah kebal rasa dengan tindakan yang dilakukan Israel. Kalaupun ada, terkesan sekadar lips service karena bagi mereka tidak kaitan langsung dengan kepentingan negaranya. Mari kita renungkan apa yang telah dilakukan Amerika Serikat (AS) terhadap kekejaman Israel sejauh ini. Presiden Barack Obama justru mendukung serangan Israel sebagai upaya untuk mempertahankan diri dari serangan roket yang dilontarkan Hamas. Namun, serangan udara Israel justru menyasar korban warga sipil yang harus dilindungi dalam situasi perang sekalipun, yaitu wanita dan anak-anak.
AS menutup mata akan banyaknya korban sipil yang berjatuhan di Gaza. Bagi AS, Hamas dicatat sebagai organisasi teroris yang mengancam ketenangan Israel. Ini berarti mengharapkan AS untuk menghentikan sekutu dekatnya itu agar menghentikan serangan ke Gaza adalah tindakan sia-sia. DK PBB juga tidak memiliki kekuatan berarti untuk menghentikan agresi Israel, karena akan menghadapi veto AS dalam pengambilan keputusan. Ketidakadilan rezim internasional terhadap bangsa Palestina pun sudah termasuk masalah klasik yang selalu berulang.
Hingga detik ini pun tidak ada terobosan diplomatik maupun nondiplomatik dari PBB maupun negara-negara kuat lain yang mampu membuat Israel jera melakukan kekejaman terbuka seperti yang dilakukan di Gaza. Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun tidak berdaya. Berbagai seruan, kutukan, dan kecaman OKI tidak sedikit pun dianggap oleh negeri zionis Israel. Diperlukan kekuatan diplomasi dan nondiplomasi yang lebih masif lagi jika perlu yang extraordinary untuk menghentikan Israel. Indonesia memiliki peluang untuk menggalang kekuatan masif itu ke dunia Arab maupun negara-negara nonblok.
Meskipun ini bukan upaya yang gampang, tidak ada salahnya terobosan itu segera dimulai. Jangan sampai negara-negara hanya berhenti pada sebatas mengecam untuk sekadar menggugurkan kewajiban agar tidak dianggap mendukung agresi Israel. Konflik Israel-Palestina yang sudah terjadi demikian lama dalam peta politik dunia telah berdampak sangat kompleks bagi masingmasing negara, termasuk DK PBB sendiri. Ada titik jenuh diplomasi yang terus berulang ketika menghadapi kelakuan Israel yang jelas-jelas melanggar hukum internasional dan penistaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Namun, belum ada satu negara pun yang berupaya dengan keras dan sungguh-sungguh untuk mencairkan titik jenuh itu. Sejarah mencatat dunia pun tidak berkutik berhadapan ketika menghadapi Israel. Tapi sebagai warga dunia yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kita harus selalu membuka harapan adanya kekuatan baru yang akan mampu menghentikan Israel.
(hyk)