KPU Tegaskan Punya Otoritas Tentukan Real Count Pilpres
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku tidak terpengaruh dengan hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei yang memenangkan masing-masing pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Komisioner KPU Budhiati menegaskan pihaknya dalam menentukan hasil real count Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 merujuk pada ukuran perangkat sistem yang ada dalam Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU.
"Kita lihat saja gimana sistem yang dibangun KPU. Apakah sistem yang itu bisa diukur atau tidak," ujar Ida, di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (11/7/2014).
Sementara itu mengenai beragamnya hasil quick count, selaku penyelenggara pemilu pihaknya menghormati perbedaan tersebut. Sebab, dalam PKPU Nomor 21 Tahun 2013 sebagaimana diubah dalam PKPU Nomor 12 Tahun 2014, keikutsertaan lembaga survei menjadi bagian dari partisipasi publik.
Namun ditegaskan olehnya KPU adalah lembaga yang diberikan kewenangan untuk memutuskan siapa pemenang Pilpres 2014. "Didalam Undang-undang dan PKPU tegas dinyatakan bahwa yang diberikan otoritas mengumumkan hasil dengan resmi adalah KPU," tegasnya.
Sebelumnya di media Direktur Eksekutif Indikator Burhanudin Muhtadi merasa hasil quick count yang dilakukan lembaganya sudah benar. Bahkan dengan lantang, Burhanudin menuding KPU salah jika hasil real count nya berbeda dengan hasil quick count miliknya.
Dalam quick count yang dilakukan Burhanudin memenangkan pasangan calon presiden (capres) nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan perolehan 52.95 persen. Sementara pasangan capres nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya memperoleh 47,05 persen.
"Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah," kata Burhan dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 10 Juli 2014.
Dalam konferensi persnya itu juga hadir perwakilan survei yang memenangkan pasangan Jokowi-JK. Lembaga itu adalah Populi Center, Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Litbang Kompas, Radio Republik Indonesia (RRI), Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), dan Cyrus yang bekerja sama dengan Center for Strategic and International Studies (CSIS).
Komisioner KPU Budhiati menegaskan pihaknya dalam menentukan hasil real count Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 merujuk pada ukuran perangkat sistem yang ada dalam Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU.
"Kita lihat saja gimana sistem yang dibangun KPU. Apakah sistem yang itu bisa diukur atau tidak," ujar Ida, di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (11/7/2014).
Sementara itu mengenai beragamnya hasil quick count, selaku penyelenggara pemilu pihaknya menghormati perbedaan tersebut. Sebab, dalam PKPU Nomor 21 Tahun 2013 sebagaimana diubah dalam PKPU Nomor 12 Tahun 2014, keikutsertaan lembaga survei menjadi bagian dari partisipasi publik.
Namun ditegaskan olehnya KPU adalah lembaga yang diberikan kewenangan untuk memutuskan siapa pemenang Pilpres 2014. "Didalam Undang-undang dan PKPU tegas dinyatakan bahwa yang diberikan otoritas mengumumkan hasil dengan resmi adalah KPU," tegasnya.
Sebelumnya di media Direktur Eksekutif Indikator Burhanudin Muhtadi merasa hasil quick count yang dilakukan lembaganya sudah benar. Bahkan dengan lantang, Burhanudin menuding KPU salah jika hasil real count nya berbeda dengan hasil quick count miliknya.
Dalam quick count yang dilakukan Burhanudin memenangkan pasangan calon presiden (capres) nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan perolehan 52.95 persen. Sementara pasangan capres nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya memperoleh 47,05 persen.
"Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah," kata Burhan dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 10 Juli 2014.
Dalam konferensi persnya itu juga hadir perwakilan survei yang memenangkan pasangan Jokowi-JK. Lembaga itu adalah Populi Center, Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Litbang Kompas, Radio Republik Indonesia (RRI), Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), dan Cyrus yang bekerja sama dengan Center for Strategic and International Studies (CSIS).
(kur)