Pindahkan Ibu Kota Tantangan untuk Presiden Baru

Jum'at, 04 Juli 2014 - 22:40 WIB
Pindahkan Ibu Kota Tantangan...
Pindahkan Ibu Kota Tantangan untuk Presiden Baru
A A A
TEMA debat Capres-Cawapres Sabtu malam adalah pangan, energi dan lingkungan. Kebijakan lingkungan yang paling efektif dan berdampak ganda bagi pembangunan Indonesia ke depan adalah penyiapan pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke luar Jawa.

Dampak ganda tesebut adalah, pertama pengamanan daya dukung lingkungan Jakarta dan Pulau Jawa untuk menopang perkembangan kependudukan dan kegiatan sosial-ekonomi. Kedua adalah percepatan pemerataan pembangunan ke wilayah lain di luar Jawa dengan penciptaan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Presiden Indonesia ke depan haruslah berani mempersiapkan pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke luar Jawa.

Mempertahankan Jakarta sebagai Ibu Kota seperti kondisi saat ini atau lebih parah lagi, berarti dapat melanggar UUD 1945. Pasal 28H UUD 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Daya dukung lingkungan Jakarta sudah tidak layak, ditinjau dari berbagai segi. Usaha yang dibutuhkan untuk membenahi Jakarta agar memenuhi amanat tersebut jauh lebih sulit dan mahal dibandingkan dengan memindahkan Ibu kota ke luar Jawa.

Pada tahun 2005, setiap luasan lahan satu km2, Jakarta dihuni oleh sebanyak 13.344 orang, dan meningkat menjadi 14.420 orang per km2 pada tahun 2010. Jakarta adalah salah satu kota dengan penduduk paling padat di dunia.

Itu berarti bahwa rata-rata setiap orang menempati 70 m2 bersama dengan semua kebutuhan rumah, perabot, alat tranportasi, tumbuhan, jalan dan segala penopang jenis aktifitasnya. Ini kota yang sudah penuh sesak. Pada tahun 2006, kawasan terbuka hijau hanya tinggal 10 persen, dibandingkan 70 persen pada tahun 1970. Sekarang lebih parah lagi.

Kegiatan industri dan jumlah penduduk yang besar menyebabkan pemanfaatan air tanah yang sangat besar. Permukaan air tanah turun 0,5 m per bulan, artinya persediaan air bersih semakin terancam. Hal ini juga diikuti oleh penurunan permukaan tanah yang mencapai 5 cm per tahun pada tahun 2013.

Pada tahun 2010, pertumbuhan jumlah kendaraan mencapai 11 persen per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata luas jalan hanya 0,01 persen per tahun. Jumlah kendaraan bermotor sudah mencapai 6,5 juta unit pada tahun 2010. Maka, kemacetan lalu lintas dijumpai dimana-mana. Sementara itu, usaha perbaikan angkutan massal tidak berjalan, bahkan cenderung terhenti oleh kasus-kasus pidana atau lainnya.

Beban sosial dan kesehatan akibat merosotnya daya dukung lingkungan juga tinggi. Pencemaran udara di Jakarta sudah sangat parah. Kerugian dampak kesehatan akibat pencemaran udara mencapai Rp3,8 triliun per tahun, berdasarkan studi tahun 2002.

Hal ini diikuti dengan banyak penyakit, serangan asma di Jakarta pada tahun 2003 mencapai 1,5 juta per tahun. ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) menduduki peringkat pertama dari 10 jenis penyakit terbanyak di Indonesia pada 2004 dengan penderita rata-rata 42 persen. Dan sekarang, setelah 10 tahun, tentu angka tersebut semakin meningkat.

Data-data di atas, dan juga data lainnya menunjukkan bahwa Jakarta sudah tidak layak menjadi lingkungan sosial dan ekonomi yang baik dan sehat. Di sisi lain, pemindahan Ibu Kota juga akan memperluas peredaran kegiatan ekonomi ke wilayah lain di Indonesia, mempercepat pemerataan pembangunan. Oleh karena itulah, Presiden Indonesia ke depan haruslah berani mempersiapkan pemindahan Ibu Kota Indonesia keluar Pulau Jawa.

Prof Dr Mukhtasor

Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Direktur Eksekutif Indonesian Center for Energy and Environment Studies (ICEES)
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1003 seconds (0.1#10.140)