Penggugat UU Pilpres Ajukan Empat Saksi Ahli

Rabu, 18 Juni 2014 - 22:04 WIB
Penggugat UU Pilpres...
Penggugat UU Pilpres Ajukan Empat Saksi Ahli
A A A
JAKARTA - Pemohon uji materi Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) ke Mahkamah Konstitusi mengajukan empat saksi ahli.

Pasal tersebut berisi tentang syarat penetapan calon terpilih pada Pilpres. Dalam pasal itu disebutkan pasangan calon terpilih adalah pasangan Calon yang meperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Mereka adalah mantan hakim MK Ahmad Syarifuddin Natabaya dan Harjono yang diajukan oleh Forum Pengacara Konstitusi. Dua lainnya adalah Saldi Isra dan pakar ilmu politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nico Harjanto yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Seperti ketahui terdapat tiga permohonan pengujian terkait dengan Pasal 159 ayat 1 yakni berasal dari Forum Pengacara Konstitusi, Perludem dan dua advokat atas nama Sunggul Hamonangan Sirait dan Haposan Situmorang.

Untuk dua advokat atas nama Sunggul Hamonangan Sirait dan Haposan Situmorang tidak mengajukan saksi ahli. “Mengenai ahli, kami bergabung dengan ahli pemohon lain. Ini juga agar tidak terlalu banyak ahli yang dihadirkan,” kata Sunggul.

Sunggul optimistis permohonan ini akan dikabulkan karena sangat beralasan dan memiliki dasar hukum yang kuat. Selain itu juga ditambah dengan keterangan ahli dan keterangan DPR.

Dia juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak menadahului dengan membuat Peraturan KPU (PKPU). “Kalau tidak bisa bayangkan pelaksanaan pilpres dan penetapan pemenangnya adalah inkonstitusional. Tidak ada dasarnya sama sekali. Konstitusi Pasal 6 angka 3 dan 4 didesain untuk pilpres yang diikuti dari dua pasangan calon,” ungkapnya.

Andi M Asrun, salah satu pemohon dari Forum Pengacara Konstitusi mengaku yakin dan optimistis dengan saksi ahli yang diajukannya. Pasalnya sudah pasti dua mantan hakim MK yang dibawanya tahu betul persoalan konstitusi.

“Prof Harjono dulu di Panitia Ad Hoc (PAH) I, Pak Natabaya dulu konsultan atau pakar yang didengar dalam rapat di PAH I," ujarnya.

Dia menilai Harjono nantinya akan lebih melihat kontruksi teori terkait mengapa satu putaran atau dua putaran. Selain itu, Harjono juga dinilai memahami latar belakang amandemen konstitusi ataupun lahirnya UU No 42/2008.

“Pak Natabaya kita berharap dia bisa menjelaskan bagaimana satu norma di jenjang tingkat atas tidak boleh dilakukan duplikasi. Saya kira keduanya bisa menjelaskan itu,” katanya.

Dia optimistis hakim konstitusi akan menerima penjelasan dari saksi ahli yang diajukannya. Bahkan dia menilai sidang terkait UU Pilpres akan selesai cepat.

Apalagi putusan ini nantinya akan digunakan KPU untuk menentukan pemenang Pilpres 2014. “Saya kira cepat saja memberikan tafsir tidak perlu meneliti begitu banyak dokumen. Dan beberapa hakim sudah familiar dengan persoalan ini” ungkapnya.

Seperti diketahui Pasal 159 yang mengatur sebaran suara untuk penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih tidak bisa dijadikan dasar pelaksanaan pilpres kalau hanya diikuti dua pasangan calon.

Selain itu, pasal ini menimbulkan ketidakjelasan tafsir dan target penerapannya. “Satu putaran saja untuk menghemat anggaran negara dan secara sosiologis meredam di tingkat bawah ini. Kalau rakyat terlalu banyak diadu kan kasihan juga. Yang berdarah-darah rakyat juga. Kalau elite tidak akan kenapa-kenapa,” ujar Andi. dita angga
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2099 seconds (0.1#10.140)