Sejumlah Tokoh Nilai Kampanye Hitam Bodohi Rakyat
A
A
A
JAKARTA - Kampanye hitam atau black campaign menjelang pemilihan presiden (pilpres) di media sosial semakin marak menyerang pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Sejumlah tokoh menilai kampanye hitam sebagai perbuatan yang dapat menyesatkan dan membodohi masyarakat.
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komarudin Hidayat mengatakan, saling menyerang merupakan hal yang biasa dalam pertarungan di pilpres kalau yang dipersoalkan seputar program kerja masing-masing.
"Tapi kalau sudah menyangkut urusan pribadi, ras dan agama itu tidak etis, tidak mendidik rakyat," ujar Komarudin melalui pesan singkat, Kamis (22/5/2014).
Menurut dia, agar kampanye hitam tidak terjadi, harusnya kedua tim sukses (timses) memberi peringatan dan pernyataan kepada publik bahwa mereka tidak setuju dan tidak mengizinkan adanya kampanye hitam.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan dengan tegas bahwa praktik kampanye hitam atau black campaign tidak diperbolehkan bagi pasangan capres dan cawapres yang akan bertarung pada pilpres mendatang.
"Tidak boleh kampanye hitam, yang boleh itu negatif campaign bahwa program orang tersebut kurang bagus, itu iya," ujarnya usai memberikan .
Dia menambahkan, tidak bolehnya praktik black campaign karena parameternya tidak jelas dan cenderung tidak memiliki dasar yang kuat.
Pengamat Politik Universitas Mercu Buana Heri Budianto menilai, kampanye hitam sangat menyesatkan dan membodohi karena saling menjatuhkan tanpa didasarkan data-data yang kuat, sehingga tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat Indonesia.
"Kalau mau membuka kelemahan lawan caranya bukan dengan kampanye hitam tapi kampanye negatif karena didasarkan bukti-bukti," ucapnya.
Direktur Political Communication (Polcom) Institute mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus mengambil tindakan terhadap kampanye hitam. Sebab hal tersebut menjadi kewenangan Bawaslu. "Namun Bawaslu baru bertindak setelah ada laporan, kalau tidak ada laporan maka akan sulit bertindak," ujarnya.
Dalam kondisi saat ini, dimana hanya ada dua pasangan calon presiden kampanye hitam sudah tidak lagi relevan. Apalagi, saat ini rakyat sudah rasional dalam memilih calon pemimpinnya.
Menurut dia, lembaga pengawas harus jeli melihat kampanye hitam di media sosial dengan kampanye politik."Dalam undang-undang pemilu jelas, kalau ada tuduhan yang tidak didasarkan bukti-bukti itu sifatnya fitnah dan masuk dalam ranah pidana karena melakukan pencemaran nama baik, ini harus dilaporkan ke pihak kepolisian," jelasnya.
Sejumlah tokoh menilai kampanye hitam sebagai perbuatan yang dapat menyesatkan dan membodohi masyarakat.
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komarudin Hidayat mengatakan, saling menyerang merupakan hal yang biasa dalam pertarungan di pilpres kalau yang dipersoalkan seputar program kerja masing-masing.
"Tapi kalau sudah menyangkut urusan pribadi, ras dan agama itu tidak etis, tidak mendidik rakyat," ujar Komarudin melalui pesan singkat, Kamis (22/5/2014).
Menurut dia, agar kampanye hitam tidak terjadi, harusnya kedua tim sukses (timses) memberi peringatan dan pernyataan kepada publik bahwa mereka tidak setuju dan tidak mengizinkan adanya kampanye hitam.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan dengan tegas bahwa praktik kampanye hitam atau black campaign tidak diperbolehkan bagi pasangan capres dan cawapres yang akan bertarung pada pilpres mendatang.
"Tidak boleh kampanye hitam, yang boleh itu negatif campaign bahwa program orang tersebut kurang bagus, itu iya," ujarnya usai memberikan .
Dia menambahkan, tidak bolehnya praktik black campaign karena parameternya tidak jelas dan cenderung tidak memiliki dasar yang kuat.
Pengamat Politik Universitas Mercu Buana Heri Budianto menilai, kampanye hitam sangat menyesatkan dan membodohi karena saling menjatuhkan tanpa didasarkan data-data yang kuat, sehingga tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat Indonesia.
"Kalau mau membuka kelemahan lawan caranya bukan dengan kampanye hitam tapi kampanye negatif karena didasarkan bukti-bukti," ucapnya.
Direktur Political Communication (Polcom) Institute mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus mengambil tindakan terhadap kampanye hitam. Sebab hal tersebut menjadi kewenangan Bawaslu. "Namun Bawaslu baru bertindak setelah ada laporan, kalau tidak ada laporan maka akan sulit bertindak," ujarnya.
Dalam kondisi saat ini, dimana hanya ada dua pasangan calon presiden kampanye hitam sudah tidak lagi relevan. Apalagi, saat ini rakyat sudah rasional dalam memilih calon pemimpinnya.
Menurut dia, lembaga pengawas harus jeli melihat kampanye hitam di media sosial dengan kampanye politik."Dalam undang-undang pemilu jelas, kalau ada tuduhan yang tidak didasarkan bukti-bukti itu sifatnya fitnah dan masuk dalam ranah pidana karena melakukan pencemaran nama baik, ini harus dilaporkan ke pihak kepolisian," jelasnya.
(dam)