Kesaksian Boediono diduga tak akan beda dengan SMI
A
A
A
Sindonews.com - Babak per babak terus terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) Bank Century. Sejumlah saksi kunci mulai dihadirkan. Salah satunya mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (SMI).
Sri Mulyani dihadirkan ke persidangan sebagai saksi untuk mantan Deputi Bank Indonesia (BI) Budi Mulya, terdakwa kasus dugaan korupsi FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, di Pengadilan Tipikor, Jumat 2 Mei 2014.
Setelah Sri, Wakil Presiden Boediono rencananya akan memberi kesaksian terkait kasus tersebut. Mantan Gubernur BI itu, akan bersaksi di Pengadilan Tipikor, pada 9 Mei mendatang.
Inisiator dan Anggota Timwas Century DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menduga, jika kesaksian Boediono tidak akan berbeda dengan Sri Mulyani yang terkesan buang badan atau cuci tangan.
"Kalau dalam kesaksian kemarin, SMI menyalahkan BI atau Boediono. Pada persidangan 9 Mei nanti, giliran Boediono menyalahkan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)," kata Bamsoet lewat pers rilis kepada Sindonews, Minggu 4 Mei 2014.
"Dan tetap mengatakan, bahwa keputusan untuk memberikan FPJP Rp689 miliar dan bailout Rp6,7 triliun itu, untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia," imbuhnya.
Menurutnya, meski dilakukan dengan melanggar aturan dan penuh manipulasi, serta menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akibat kebijakan itu, negara telah dirugikan Rp7,4 triliun.
Politikus Golkar ini berharap, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun majelis hakim jeli dan tidak mati gaya, karena grogi atau kalah hawa karena berhadapan dengan seorang wakil presiden, disertai pengawalan bersenjata yang ketat dan menakutkan.
"Jaksa dan Hakim harus tetap teguh dan percaya diri. Bahwa sesungguhnya berdasarkan temuan BPK dan Pansus Kasus Century DPR, kebijakan Boediono itu telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Yakni, telah menguntungkan orang lain," ungkapnya.
Menurutnya, unsur tindak korupsi itu meliputi pemilik bank dan nasabah besar seperti Boedi Sampoerna, beberapa BUMN besar dan Yayasan BI sendiri yang seharusnya tidak berhak melakukan penarikan dana melebihi ketentuan yaitu Rp2 miliar.
"Serta menguntungkan diri sendiri, yaitu upaya membersihkan diri sendiri dari jeratan hukum dengan mengembalikan dana FPJP dari kantong LPS sebesar Rp689 miliar ke BI yang diketahui dicairkan secara tidak sah dan melanggar hukum," pungkasnya.
Sri Mulyani dihadirkan ke persidangan sebagai saksi untuk mantan Deputi Bank Indonesia (BI) Budi Mulya, terdakwa kasus dugaan korupsi FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, di Pengadilan Tipikor, Jumat 2 Mei 2014.
Setelah Sri, Wakil Presiden Boediono rencananya akan memberi kesaksian terkait kasus tersebut. Mantan Gubernur BI itu, akan bersaksi di Pengadilan Tipikor, pada 9 Mei mendatang.
Inisiator dan Anggota Timwas Century DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menduga, jika kesaksian Boediono tidak akan berbeda dengan Sri Mulyani yang terkesan buang badan atau cuci tangan.
"Kalau dalam kesaksian kemarin, SMI menyalahkan BI atau Boediono. Pada persidangan 9 Mei nanti, giliran Boediono menyalahkan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)," kata Bamsoet lewat pers rilis kepada Sindonews, Minggu 4 Mei 2014.
"Dan tetap mengatakan, bahwa keputusan untuk memberikan FPJP Rp689 miliar dan bailout Rp6,7 triliun itu, untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia," imbuhnya.
Menurutnya, meski dilakukan dengan melanggar aturan dan penuh manipulasi, serta menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akibat kebijakan itu, negara telah dirugikan Rp7,4 triliun.
Politikus Golkar ini berharap, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun majelis hakim jeli dan tidak mati gaya, karena grogi atau kalah hawa karena berhadapan dengan seorang wakil presiden, disertai pengawalan bersenjata yang ketat dan menakutkan.
"Jaksa dan Hakim harus tetap teguh dan percaya diri. Bahwa sesungguhnya berdasarkan temuan BPK dan Pansus Kasus Century DPR, kebijakan Boediono itu telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Yakni, telah menguntungkan orang lain," ungkapnya.
Menurutnya, unsur tindak korupsi itu meliputi pemilik bank dan nasabah besar seperti Boedi Sampoerna, beberapa BUMN besar dan Yayasan BI sendiri yang seharusnya tidak berhak melakukan penarikan dana melebihi ketentuan yaitu Rp2 miliar.
"Serta menguntungkan diri sendiri, yaitu upaya membersihkan diri sendiri dari jeratan hukum dengan mengembalikan dana FPJP dari kantong LPS sebesar Rp689 miliar ke BI yang diketahui dicairkan secara tidak sah dan melanggar hukum," pungkasnya.
(maf)