Penetapan hasil rekapitulasi Pileg diprediksi molor
A
A
A
Sindonews.com - Penetapan rekapitulasi suara hasil pemilu legislatif oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) diprediksi molor. Pasalnya, menjelang batas waktu yang ditentukan, proses penghitungan suara masih belum selesai.
Pengamat Politik Ray Rangkuti mengakui, batas waktu penetapan rekapitulasi suara pemilu 2014 makin sempit. Dalam jadwal KPU menyebutkan tanggal 6 Mei merupakan batas akhir rekapitulasi nasional untuk kemudian ditetapkan pada 9 Mei.
Sayangnya, hingga empat hari jelang batas waktu itu, KPU baru menyelesaikan sekira sembilan daerah dari 33 provinsi di Indonesia. Artinya, hanya tersedia empat hari untuk menetapkan sekitar 24 daerah yang belum terselesaikan.
"Jika melihat alotnya proses penetapan, banyaknya masalah yang muncul, dan waktu yang tersedia ada kemungkinan besar proses penetapan akan molor," ujarnya ketika dihubungi, Sabtu (3/5/2014).
Bila masalahnya hanya pada aspek menunda pengesahan hasil rekapitulasi, kata dia, besar kemungkinan hal ini tak masalah. Artinya, dalam waktu yang cepat, penundaan penetapan dapat dilakukan selama administrasi penetapannya terpenuhi.
"Tapi jika masalahnya menunda pembacaan hasil, atau bahkan belum membacakan hasil, atau sampai pada permintaan pembukaan hasil rekap form CI. Bahkan meminta penghitungan ulang, sudah dapat diduga kuat bahwa jadwal yang tersedia akan molor," katanya.
Terlebih daerah-daerah yang belum dinyatakan sah tersebut merupakan daerah dengan jumlah pemilih besar seperti Banten, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan sebagainya. Sementara untuk Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara malah diundur dibacakan.
Bagaimanapun KPU diikat waktu. Sesuai pasal 207 ayat (1) UU No 8/2012) KPU harus menetapkan hasil pemilu 30 hari setelah pemungutan suara. Keyakinan KPU bahwa jadwal akan terpenuhi, membuat lembaga ini lupa untuk membuat rencana B.
"Karena kita semua berharap, penetapan hasil jangan sampai mengabaikan berbagai protes partai dan Bawaslu," ucapnya.
Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) hal ini terjadi pada pemilu sebelum-sebelumnya. Karena alasan waktu, kata dia, maka dilakukan penetapan secara serentak dengan mengabaikan berbagai protes baik dari saksi parpol maupun Bawaslu. KPU, seperti biasanya menyerahkan ketidakpuasaan ke ruang sengketa di MK.
Cara-cara seperti ini sejatinya harus tinggalkan karena memang hal ini hanya menghambat menciptakan pemilu yang lebih transparan dan akuntabel. Lebih dari itu, sikap seperti ini juga berujung adanya pembiaran kecurangan yang berakibat berulang tiap pemilu. "Dan dari waktu ke waktu pemilu kita semakin buruk," ucapnya.
Pengamat Politik Ray Rangkuti mengakui, batas waktu penetapan rekapitulasi suara pemilu 2014 makin sempit. Dalam jadwal KPU menyebutkan tanggal 6 Mei merupakan batas akhir rekapitulasi nasional untuk kemudian ditetapkan pada 9 Mei.
Sayangnya, hingga empat hari jelang batas waktu itu, KPU baru menyelesaikan sekira sembilan daerah dari 33 provinsi di Indonesia. Artinya, hanya tersedia empat hari untuk menetapkan sekitar 24 daerah yang belum terselesaikan.
"Jika melihat alotnya proses penetapan, banyaknya masalah yang muncul, dan waktu yang tersedia ada kemungkinan besar proses penetapan akan molor," ujarnya ketika dihubungi, Sabtu (3/5/2014).
Bila masalahnya hanya pada aspek menunda pengesahan hasil rekapitulasi, kata dia, besar kemungkinan hal ini tak masalah. Artinya, dalam waktu yang cepat, penundaan penetapan dapat dilakukan selama administrasi penetapannya terpenuhi.
"Tapi jika masalahnya menunda pembacaan hasil, atau bahkan belum membacakan hasil, atau sampai pada permintaan pembukaan hasil rekap form CI. Bahkan meminta penghitungan ulang, sudah dapat diduga kuat bahwa jadwal yang tersedia akan molor," katanya.
Terlebih daerah-daerah yang belum dinyatakan sah tersebut merupakan daerah dengan jumlah pemilih besar seperti Banten, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan sebagainya. Sementara untuk Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara malah diundur dibacakan.
Bagaimanapun KPU diikat waktu. Sesuai pasal 207 ayat (1) UU No 8/2012) KPU harus menetapkan hasil pemilu 30 hari setelah pemungutan suara. Keyakinan KPU bahwa jadwal akan terpenuhi, membuat lembaga ini lupa untuk membuat rencana B.
"Karena kita semua berharap, penetapan hasil jangan sampai mengabaikan berbagai protes partai dan Bawaslu," ucapnya.
Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) hal ini terjadi pada pemilu sebelum-sebelumnya. Karena alasan waktu, kata dia, maka dilakukan penetapan secara serentak dengan mengabaikan berbagai protes baik dari saksi parpol maupun Bawaslu. KPU, seperti biasanya menyerahkan ketidakpuasaan ke ruang sengketa di MK.
Cara-cara seperti ini sejatinya harus tinggalkan karena memang hal ini hanya menghambat menciptakan pemilu yang lebih transparan dan akuntabel. Lebih dari itu, sikap seperti ini juga berujung adanya pembiaran kecurangan yang berakibat berulang tiap pemilu. "Dan dari waktu ke waktu pemilu kita semakin buruk," ucapnya.
(ysw)