KPU daerah terancam sanksi terkait lambat rekap suara
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan, akan mengganti penyelenggara pemilu di tingkat bawah jika sengaja melakukan pelanggaran yang menyebabkan rekapitulasi perhitungan suara di tingkat nasional terhambat.
"Kalau mereka melakukan itu karena ketidaktahuan, maka mereka akan dibekali lagi, akan dibina, diberi bimtek. Tapi kalau mereka melakukan pelanggaran dengan sengaja, maka mereka tidak akan digunakan lagi atau diikutkan lagi," ujar Husni di Gedung KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Kamis (1/5/2014).
Husni mengatakan, proses rekap tingkat nasional yang berlangsung 26 April sampai 9 Mei ini juga menjadi forum evalusi jajarannya di tingkat bawah, yang hasil rekapitulasinya bermasalah sehingga gagal ditetapkan di tingkat nasional.
"Pasti akan dievaluasi, bahkan forum ini kan menjadi forum evaluasi. Kita lebih banyak evaluasi dibanding forum rekapitulasinya," ujar Husni.
Menurut Husni, kalau hanya sekadar untuk mengetahui angka-angka, saat ada yang keberatan langsung saja di persilakan ke MK saja. "Tapi tidak seperti itu, karena kita ingin menjadikan rekap tingkat nasional ini sebagai forum evaluasi kerja dari KPU masing-masing provinsi itu," tuturnya.
Husni mengatakan, rekap itu sekaligus menjadi satu media pembelajaran bagi KPU provinsi untuk lebih menyiapkan KPU kabupaten atau kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam tertib administrasi.
"Kita mau ranah administrasi ini tidak dianggap menjadi bagian kejahatan yang diarahkan untuk memenangkan partai tertentu atau caleg tertentu," ujarnya. Jadi ini materi pembelajaran yang sangat penting bagi KPU provinsi yang belum tertib," ungkapnya.
Hingga hari keenam rekap tingkat nasional hari ini, baru tujuh provinsi yang hasil pemilunya ditetapkan, yakni Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Gorontalo, Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Tengah, Jambi, NTB. Sedangkan daerah yang ditunda yakni Riau, Banten, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Bengkulu, Aceh, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Kalau mereka melakukan itu karena ketidaktahuan, maka mereka akan dibekali lagi, akan dibina, diberi bimtek. Tapi kalau mereka melakukan pelanggaran dengan sengaja, maka mereka tidak akan digunakan lagi atau diikutkan lagi," ujar Husni di Gedung KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Kamis (1/5/2014).
Husni mengatakan, proses rekap tingkat nasional yang berlangsung 26 April sampai 9 Mei ini juga menjadi forum evalusi jajarannya di tingkat bawah, yang hasil rekapitulasinya bermasalah sehingga gagal ditetapkan di tingkat nasional.
"Pasti akan dievaluasi, bahkan forum ini kan menjadi forum evaluasi. Kita lebih banyak evaluasi dibanding forum rekapitulasinya," ujar Husni.
Menurut Husni, kalau hanya sekadar untuk mengetahui angka-angka, saat ada yang keberatan langsung saja di persilakan ke MK saja. "Tapi tidak seperti itu, karena kita ingin menjadikan rekap tingkat nasional ini sebagai forum evaluasi kerja dari KPU masing-masing provinsi itu," tuturnya.
Husni mengatakan, rekap itu sekaligus menjadi satu media pembelajaran bagi KPU provinsi untuk lebih menyiapkan KPU kabupaten atau kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam tertib administrasi.
"Kita mau ranah administrasi ini tidak dianggap menjadi bagian kejahatan yang diarahkan untuk memenangkan partai tertentu atau caleg tertentu," ujarnya. Jadi ini materi pembelajaran yang sangat penting bagi KPU provinsi yang belum tertib," ungkapnya.
Hingga hari keenam rekap tingkat nasional hari ini, baru tujuh provinsi yang hasil pemilunya ditetapkan, yakni Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Gorontalo, Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Tengah, Jambi, NTB. Sedangkan daerah yang ditunda yakni Riau, Banten, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Bengkulu, Aceh, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
(maf)