Alasan BI & LPS kucurkan dana PMS Rp1,25 T Lagi
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Kepatuhan Bank Mutiara Erwin Prasetyo membeberkan alasan pengucuran dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp1,25 triliun untuk Bank Mutiara pada Desember 2013.
Erwin Prasetyo membenarkan banknya pernah menerima PMS lagi sebesar Rp1,25 triliun. Erwin kemudian menjelaskan proses sehingga BI dan LPS menyepakati PMS tersebut. Bank Mutiara melihat dalam pemeriksaan 2012, ada debitur yang sudah mulai tidak lunasi kewajibannya. Dari pembahasan direksi, kemudian dilaporkan ke BI.
Direksi sudah membuat informasi apabila beberapa debitur itu jatuh, maka akan mengalami pemenuhan cukup besar. Laporan juga direksi sampaikan ke LPS. Dalam pelaksanaannnya, pada Juli 2013 BI melakukan pengawasan khusus terhadap debitur dalam kredit yang tidak membayar kewajiban.
"Kemudian BI memutus, kolektabilitas yamg harus diturunkan. Berikutnya pihak BI bekerja sama dengan LPS lakukan assetmen kemudian ada penambahan modal ini (Rp1,25 triliun)," ungkap Erwin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (28/4/14).
Erwin dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Deputi Gubernur BI IV Bidang Pengelolaan Devisa dan Moneter Budi Mulya.
JPU kemudian mempertanyakan apakah debitur kredit itu yang bermasalah di manajemen lama atau di manajemen baru. Erwin membeberkan, secara kuantitas ada 10 debitur yang warisan manajeman lama. Pada 2010 dilakukan rekstrukturisasi ada empat debitur yang memiliki Letter of Credit (LC) tetapi jatuh tempo. Akibatnya debitur tersebut tidak bisa memenuhi kewajibannya.
Pada 2012, debitur-debitur yang sudah direstrukturisasi yakni empat debitur, temuan direksi tertuang kolektifitasnya macet. "Sisanya nilai kuantitasnya kecil sekira Rp100 miliar, itu debitur kecil 2012-2013 tidak lakukan kewajibannya," bebernya.
Erwin mengaku tidak mengetahui berapa limit atau batasan dikucurkan PMS untuk Bank Mutiara setelah bersalin nama dari Bank Century. Menurutya limit PMS itu kewenangan LPS dan BI.
Tapi saat itu direksi melaporkan sesungguhnya beberapa debitur yang kolektibilitas yang turun, ada kasus perpajakan 2005-2008, ada debitur yang saat itu belum penuhi kewajiban pajak. Maka semua itu harus dipenuhi pada 2013. Bahkan ada tagihan untuk tiga koperasi sekitar masing-masing Rp178 miliar.
"Yang harus kewajibannya harus dilunaskan. Sisanya dikembalikan ke Kemenkeu jaminan soal Bank Century," tandasnya.
Diketahui, Bank Mutiara yang sebelumnya bernama Bank Century, sudah pernah menerima PMS sebesar Rp6,7 triliun setelah diputus Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 20-21 November 2008 sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Sebelum pengucuran PMS atau bailout tersebut, Century juga menerima pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp689 miliar. Jumlah total dari PMS Rp6,7 triliun dan FPJP Rp689 miliar itu merupakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi yang menyerat Budi Mulya.
Erwin Prasetyo membenarkan banknya pernah menerima PMS lagi sebesar Rp1,25 triliun. Erwin kemudian menjelaskan proses sehingga BI dan LPS menyepakati PMS tersebut. Bank Mutiara melihat dalam pemeriksaan 2012, ada debitur yang sudah mulai tidak lunasi kewajibannya. Dari pembahasan direksi, kemudian dilaporkan ke BI.
Direksi sudah membuat informasi apabila beberapa debitur itu jatuh, maka akan mengalami pemenuhan cukup besar. Laporan juga direksi sampaikan ke LPS. Dalam pelaksanaannnya, pada Juli 2013 BI melakukan pengawasan khusus terhadap debitur dalam kredit yang tidak membayar kewajiban.
"Kemudian BI memutus, kolektabilitas yamg harus diturunkan. Berikutnya pihak BI bekerja sama dengan LPS lakukan assetmen kemudian ada penambahan modal ini (Rp1,25 triliun)," ungkap Erwin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (28/4/14).
Erwin dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Deputi Gubernur BI IV Bidang Pengelolaan Devisa dan Moneter Budi Mulya.
JPU kemudian mempertanyakan apakah debitur kredit itu yang bermasalah di manajemen lama atau di manajemen baru. Erwin membeberkan, secara kuantitas ada 10 debitur yang warisan manajeman lama. Pada 2010 dilakukan rekstrukturisasi ada empat debitur yang memiliki Letter of Credit (LC) tetapi jatuh tempo. Akibatnya debitur tersebut tidak bisa memenuhi kewajibannya.
Pada 2012, debitur-debitur yang sudah direstrukturisasi yakni empat debitur, temuan direksi tertuang kolektifitasnya macet. "Sisanya nilai kuantitasnya kecil sekira Rp100 miliar, itu debitur kecil 2012-2013 tidak lakukan kewajibannya," bebernya.
Erwin mengaku tidak mengetahui berapa limit atau batasan dikucurkan PMS untuk Bank Mutiara setelah bersalin nama dari Bank Century. Menurutya limit PMS itu kewenangan LPS dan BI.
Tapi saat itu direksi melaporkan sesungguhnya beberapa debitur yang kolektibilitas yang turun, ada kasus perpajakan 2005-2008, ada debitur yang saat itu belum penuhi kewajiban pajak. Maka semua itu harus dipenuhi pada 2013. Bahkan ada tagihan untuk tiga koperasi sekitar masing-masing Rp178 miliar.
"Yang harus kewajibannya harus dilunaskan. Sisanya dikembalikan ke Kemenkeu jaminan soal Bank Century," tandasnya.
Diketahui, Bank Mutiara yang sebelumnya bernama Bank Century, sudah pernah menerima PMS sebesar Rp6,7 triliun setelah diputus Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 20-21 November 2008 sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Sebelum pengucuran PMS atau bailout tersebut, Century juga menerima pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp689 miliar. Jumlah total dari PMS Rp6,7 triliun dan FPJP Rp689 miliar itu merupakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi yang menyerat Budi Mulya.
(kri)