Menciptakan Kartini yang mandiri dan punya harga diri
A
A
A
MELALUI peringatan Hari Kartini yang jatuh pada hari ini kita diingatkan kembali akan perjuangan kaum perempuan di negeri ini. Raden Ajeng (RA) Kartini menjadi simbol perjuangan perempuan itu. Perjuangan Kartini dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Di situ tertuang ide-ide Kartini bagaimana mengangkat derajat kaum perempuan di masanya. Pengakuan terhadap Kartini adalah pengakuan terhadap esensi perjuangan kaum perempuan dalam mengangkat harkat dan martabatnya. Melalui kesempatan peringatan ini pula kita layaknya sejenak merenungkan nilai-nilai perjuangan para ”Kartini-Kartini” Indonesia yang ikut memajukan kaum perempuan sekaligus ikut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia.
Di antara para tokoh pejuang tersebut kita kenal Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia, Siti Manggopoh, HR Rasuna Said, Rohana Kudus, Martha Christina Tiahahu, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Hj Syamsiah Abbas. Masih banyak pejuang-pejuang perempuan lain yang tak mungkin disebutkan namanya satu per satu dalam tulisan singkat ini. Mereka berjuang tanpa kenal lelah demi kemajuan kaumnya dan negerinya tanpa pamrih. Dalam keadaan terpinggirkan perjuangan kaum perempuan memang sungguh nyata.
Misalnya di Aceh, Cut Nyak Dhien ikut berperang melawan Belanda bersama suaminya, Teuku Umar. Demikian pula Siti Manggopoh bersama suaminya, Rasyid, mendirikan kelompok silat dan latihan bela diri untuk menghadang Belanda sehingga Siti diberi julukan (Harimau Batino Rimbo Panti) ikut menyerang Belanda di Markasnya di Maninjau bersama suaminya. Di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, juga muncul seorang perempuan bernama Rohana Kudus yang mendidik kaum wanita secara nyata dengan memberikan berbagai kemampuan dasar seperti menjahit, memasak, membaca, menulis, serta berbagai keterampilan lain.
Kaum perempuan di sana lalu membentuk suatu perkumpulan (organisasi perempuan) yang diberi nama ”Amai Setia” Rohana. Sebagai wadah untuk menyalurkan partisipasi wanita, dia menerbitkan surat kabar Suntiang Melayu. Melalui perjuangan panjang dan pengorbanan kaum perempuan di masa lalu kini telah terbuka jalan selebar-lebarnya bagi kaum perempuan untuk mengisi kemerdekaan dan berjuang untuk memajukan Bangsa Indonesia.
Indonesia sudah mencatat dengan tinta emas bahwa seorang perempuan sudah pernah mencapai tampuk kepemimpinan tertinggi di negeri ini, yaitu Presiden Megawati Soekarnoputri. Sudah banyak pula perempuan yang menduduki posisi tinggi seperti menteri, direktur utama BUMN, gubernur, wali kota, camat, dan lurah. Bahkan sudah ada ”Kartini” Indonesia yang maju ke pentas dunia seperti Sri Mulyani Indrawati yang berkarya di Bank Dunia yang bermarkas di Amerika Serikat. Selain itu, di lembaga legislatif telah banyak kaum perempuan menjadi anggota DPR.
Tak terhitung juga kaum perempuan yang menjadi pengusaha ulet dan sukses seperti misalnya kita kenal Ibu Martha Tilaar dan pengusaha-pengusaha perempuan lain. Di era globalisasi, masalah kesetaraan gender bukan masalah lagi, yang menjadi persoalan adalah apa dan bagaimana kiprah mereka mengisi kemerdekaan ini, bagaimana kiprah Kartini dewasa ini mengubah tantangan menjadi peluang sehingga tidak ketinggalan dari kaum laki-laki. Kenyataan di lapangan menunjukkan kesetaraan perempuan dengan kaum laki-laki semakin nyata, hampir di semua bidang, sudah tiada kendala.
Kesempatan yang terbuka lebar bagi perempuan itu sebagian tercuplik dan menghiasi halama npertama KORAN SINDO Minggu (20/4). Perempuan-perempuan perkasa dengan pangkat berbintang di bahunya itu tetap lembut dengan wajah keibuan: Brigjen TNI Nurhajizah, Brigjen Pol Soepartiwi, Laksamana TNI Lita Agustina, serta Marsma TNI Srizubaidah R. Kini tinggal pada kemampuan dan kemauan kaum perempuan mau bercita-cita apa dan mau jadi apa. Kesempatan semakin terbuka lebar untuk perempuan berkiprah dalam segala bidang.
Perempuan Indonesia tidak boleh ketinggalan dari perkembangan dunia dan perkembangan ilmu pengetahuan, kalau tidak akan tertinggal di landasan. Kaum perempuan harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan bisa memanfaatkan teknologi untuk kesejahteraan keluarga, minimal sebagai pengguna yang baik. Kaum ibu harus juga mampu mengantisipasi efek negatif teknologi, seperti banyaknya penipuan-penipuan dan kejahatan melalui media internet.
Seorang ibu harus menjadi ibu yang baik dan kuat agamanya dan menjadi perempuan yang kuat iman dan takwa (imtak), sehingga ia mampu menjaga anak-anaknya dari gangguan dan ancaman di mana pun mereka berada. Tak jarang seorang ibu yang hidup sendirian, tanpa didampingi suami, bisa hidup dengan layak dan berhasil mendidik dan mengantarkan anak-anak mereka pada tingkat pendidikan yang tinggi bahkan sampai memperoleh kesarjanaan yang layak.
Harus diakui, masih banyak Kartini-Kartini yang kurang beruntung. Bermacam faktor bisa menjadi penyebabnya, seperti rendahnya pendidikan, ekonomi yang lemah, dan latar belakang sosial yang berat membuat mereka tak berdaya. Masih banyak Kartini-Kartini yang menjadi TKI di luar negeri seperti di Arab Saudi yang kini berurusan dengan pengadilan, tengah menunggu hukuman mati. Kita menjadi miris mendengar nasib Kartini-Kartini Indonesia di luar negeri yang mengadu nasib menjadi TKI.
Mereka nekat mengadu nasib di luar negeri, meskipun melalui prosedur ilegal karena di negeri sendiri tak tersedia lapangan kerja yang bisa menghasilkan uang sesuai harapan mereka. Mereka rela meninggalkan anak dan suami. Bahkan kadang mereka juga harus menghadapi kenyataan pahit, suami menikah lagi atau berselingkuh, bahkan sampai ada yang memerkosa anaknya sendiri. Nauzubillah. Karena itu, kaum perempuan harus maju dan berpendidikan memadai. Kaum perempuan harus terus diberdayakan dan ditingkatkan ilmu pengetahunnya dalam segala segi kehidupan sehingga tidak tergantung semata kepada suami atau orang lain.
Kemandirian kaum perempuan perlu dipupuk dan dikembangkan sebaik mungkin, mungkin pembinaannya melalui organisasi sosial dalam bentuk pelatihan-pelatihan di bidang kesehatan, perekonomian. Kartini-Kartini muda tak boleh lemah. Siapkan diri untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diraih susah payah. Pupuk semangat juang dan kompetensi sehingga ke depan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera.
NUR’AINI AHMAD
Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta,
Ketua DPP Persatuan Wanita Tarbiyah Islamiyah (Perwati)
Di situ tertuang ide-ide Kartini bagaimana mengangkat derajat kaum perempuan di masanya. Pengakuan terhadap Kartini adalah pengakuan terhadap esensi perjuangan kaum perempuan dalam mengangkat harkat dan martabatnya. Melalui kesempatan peringatan ini pula kita layaknya sejenak merenungkan nilai-nilai perjuangan para ”Kartini-Kartini” Indonesia yang ikut memajukan kaum perempuan sekaligus ikut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia.
Di antara para tokoh pejuang tersebut kita kenal Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia, Siti Manggopoh, HR Rasuna Said, Rohana Kudus, Martha Christina Tiahahu, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Hj Syamsiah Abbas. Masih banyak pejuang-pejuang perempuan lain yang tak mungkin disebutkan namanya satu per satu dalam tulisan singkat ini. Mereka berjuang tanpa kenal lelah demi kemajuan kaumnya dan negerinya tanpa pamrih. Dalam keadaan terpinggirkan perjuangan kaum perempuan memang sungguh nyata.
Misalnya di Aceh, Cut Nyak Dhien ikut berperang melawan Belanda bersama suaminya, Teuku Umar. Demikian pula Siti Manggopoh bersama suaminya, Rasyid, mendirikan kelompok silat dan latihan bela diri untuk menghadang Belanda sehingga Siti diberi julukan (Harimau Batino Rimbo Panti) ikut menyerang Belanda di Markasnya di Maninjau bersama suaminya. Di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, juga muncul seorang perempuan bernama Rohana Kudus yang mendidik kaum wanita secara nyata dengan memberikan berbagai kemampuan dasar seperti menjahit, memasak, membaca, menulis, serta berbagai keterampilan lain.
Kaum perempuan di sana lalu membentuk suatu perkumpulan (organisasi perempuan) yang diberi nama ”Amai Setia” Rohana. Sebagai wadah untuk menyalurkan partisipasi wanita, dia menerbitkan surat kabar Suntiang Melayu. Melalui perjuangan panjang dan pengorbanan kaum perempuan di masa lalu kini telah terbuka jalan selebar-lebarnya bagi kaum perempuan untuk mengisi kemerdekaan dan berjuang untuk memajukan Bangsa Indonesia.
Indonesia sudah mencatat dengan tinta emas bahwa seorang perempuan sudah pernah mencapai tampuk kepemimpinan tertinggi di negeri ini, yaitu Presiden Megawati Soekarnoputri. Sudah banyak pula perempuan yang menduduki posisi tinggi seperti menteri, direktur utama BUMN, gubernur, wali kota, camat, dan lurah. Bahkan sudah ada ”Kartini” Indonesia yang maju ke pentas dunia seperti Sri Mulyani Indrawati yang berkarya di Bank Dunia yang bermarkas di Amerika Serikat. Selain itu, di lembaga legislatif telah banyak kaum perempuan menjadi anggota DPR.
Tak terhitung juga kaum perempuan yang menjadi pengusaha ulet dan sukses seperti misalnya kita kenal Ibu Martha Tilaar dan pengusaha-pengusaha perempuan lain. Di era globalisasi, masalah kesetaraan gender bukan masalah lagi, yang menjadi persoalan adalah apa dan bagaimana kiprah mereka mengisi kemerdekaan ini, bagaimana kiprah Kartini dewasa ini mengubah tantangan menjadi peluang sehingga tidak ketinggalan dari kaum laki-laki. Kenyataan di lapangan menunjukkan kesetaraan perempuan dengan kaum laki-laki semakin nyata, hampir di semua bidang, sudah tiada kendala.
Kesempatan yang terbuka lebar bagi perempuan itu sebagian tercuplik dan menghiasi halama npertama KORAN SINDO Minggu (20/4). Perempuan-perempuan perkasa dengan pangkat berbintang di bahunya itu tetap lembut dengan wajah keibuan: Brigjen TNI Nurhajizah, Brigjen Pol Soepartiwi, Laksamana TNI Lita Agustina, serta Marsma TNI Srizubaidah R. Kini tinggal pada kemampuan dan kemauan kaum perempuan mau bercita-cita apa dan mau jadi apa. Kesempatan semakin terbuka lebar untuk perempuan berkiprah dalam segala bidang.
Perempuan Indonesia tidak boleh ketinggalan dari perkembangan dunia dan perkembangan ilmu pengetahuan, kalau tidak akan tertinggal di landasan. Kaum perempuan harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan bisa memanfaatkan teknologi untuk kesejahteraan keluarga, minimal sebagai pengguna yang baik. Kaum ibu harus juga mampu mengantisipasi efek negatif teknologi, seperti banyaknya penipuan-penipuan dan kejahatan melalui media internet.
Seorang ibu harus menjadi ibu yang baik dan kuat agamanya dan menjadi perempuan yang kuat iman dan takwa (imtak), sehingga ia mampu menjaga anak-anaknya dari gangguan dan ancaman di mana pun mereka berada. Tak jarang seorang ibu yang hidup sendirian, tanpa didampingi suami, bisa hidup dengan layak dan berhasil mendidik dan mengantarkan anak-anak mereka pada tingkat pendidikan yang tinggi bahkan sampai memperoleh kesarjanaan yang layak.
Harus diakui, masih banyak Kartini-Kartini yang kurang beruntung. Bermacam faktor bisa menjadi penyebabnya, seperti rendahnya pendidikan, ekonomi yang lemah, dan latar belakang sosial yang berat membuat mereka tak berdaya. Masih banyak Kartini-Kartini yang menjadi TKI di luar negeri seperti di Arab Saudi yang kini berurusan dengan pengadilan, tengah menunggu hukuman mati. Kita menjadi miris mendengar nasib Kartini-Kartini Indonesia di luar negeri yang mengadu nasib menjadi TKI.
Mereka nekat mengadu nasib di luar negeri, meskipun melalui prosedur ilegal karena di negeri sendiri tak tersedia lapangan kerja yang bisa menghasilkan uang sesuai harapan mereka. Mereka rela meninggalkan anak dan suami. Bahkan kadang mereka juga harus menghadapi kenyataan pahit, suami menikah lagi atau berselingkuh, bahkan sampai ada yang memerkosa anaknya sendiri. Nauzubillah. Karena itu, kaum perempuan harus maju dan berpendidikan memadai. Kaum perempuan harus terus diberdayakan dan ditingkatkan ilmu pengetahunnya dalam segala segi kehidupan sehingga tidak tergantung semata kepada suami atau orang lain.
Kemandirian kaum perempuan perlu dipupuk dan dikembangkan sebaik mungkin, mungkin pembinaannya melalui organisasi sosial dalam bentuk pelatihan-pelatihan di bidang kesehatan, perekonomian. Kartini-Kartini muda tak boleh lemah. Siapkan diri untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diraih susah payah. Pupuk semangat juang dan kompetensi sehingga ke depan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera.
NUR’AINI AHMAD
Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta,
Ketua DPP Persatuan Wanita Tarbiyah Islamiyah (Perwati)
(hyk)