Pesan paskah Paus
A
A
A
SANGAT jelas pesan yang disampaikan Paus Fransiskus dalam memperingati Paskah 2014. Sebagai pemimpin bagi jutaan umat Katolik Roma di dunia, Paus Fransiskus rela membasuh kaki 12 penyandang disabilitas, lalu mencium kaki mereka. Menariknya, salah satu penyandang disabilitas adalah seorang muslim dari Libya.
Cara ini dilakukan Paus Fransiskus untuk meneladani Yesus yang membasuh kaki 12 muridnya pada malam terakhir bersama mereka. Tahun lalu, atau tak berapa lama setelah terpilih sebagai paus, dia melakukan hal serupa dengan membasuh 12 kaki narapidana muda dan dua di antaranya adalah muslim. Bagi Paus Fransiskus, apa yang dilakukannya merupakan bentuk pelayanan karena Yesus datang juga untuk melayani dan menghapus ìdebuî dunia.
Dengan membasuh dan membersihkan kaki orang-orang awam atau orang-orang yang dalam penderitaan, Paus Fransiskus ingin memberikan pesan kepada umat Kristiani khususnya, dan umat manusia dunia umumnya, agar bisa melayani orang lain, terutama orang-orang yang mengalami penderitaan.
Setidaknya ada dua pesan jelas yang ingin disampaikan Paus Fransiskus. Pertama, melayani. Pesan ini menunjukkan bahwa semua umat manusia untuk bisa memberi dan membantu sesama. Sebagai sosok pemimpin, cara yang dilakukan ini juga bisa diartikan sebagai pesan kepada seluruh pemimpin di dunia agar bisa memberikan pelayanan kepada rakyat.
Dalam ilmu kepemimpinan, pesan yang disampaikan oleh Paus Fransiskus adalah servant leader (pemimpin yang melayani). Bisa jadi pesan ini disampaikan karena saat ini justru masih banyak pemimpin yang minta dilayani oleh masyarakat. Memang masih banyak pemimpin di dunia dalam orasinya kepada umum selalu menyatakan diri sebagai pelayan rakyat. Pada praktik dan kenyataannya, justru sang pemimpin itu yang minta dilayani. Pesan kedua yang ingin disampaikan adalah toleransi.
Sikap toleransi bisa diartikan bahwa dalam melayani semestinya tidak ada barrier suku, agama, ras, maupun golongan. Bahwa semua umat manusia di dunia harus dilayani oleh semua pemimpin tanpa harus memandang latar belakang atau yang disandang seseorang. Lagi-lagi jika melihat pesan ini begitu jelas. Jangankan dalam melayani kepada siapa pun tanpa pandang latar belakang seseorang, kadang kita masih menggunakan suku, agama, ras, maupun golongan sebagai barrier dalam menjalankan silaturahmi. Ini yang menjadi keprihatinan kita semua.
Pemimpin adalah pelayan dan budak. Begitulah Paus Fransiskus memberikan pesan kepada semua pihak. Cara-cara seperti ini yang masih jarang kita lihat. Pesan Paus Fransiskus sangat penting kepada bangsa Indonesia yang tengah mencari pemimpin baru melalui pemilihan presiden pada 9 Juli mendatang. Sebagai pihakpihak yang ingin memimpin negeri ini sudah sepantasnya mendengarkan dan melaksanakan pesan Paus Fransiskus tersebut.
Problematika bangsa ini dan masyarakat yang sangat heterogen membuat pesan tersebut sangat mengena bagi pemimpin baru kita. Pemimpin yang melayani dan tidak membeda-bedakan dalam melayani memang sangat dibutuhkan bagi negeri ini. Negeri yang mempunyai potensi luar biasa ini sepertinya justru masih jalan di tempat karena masih diurus oleh para pemimpin yang tidak melayani.
Banyak pemimpin di negeri ini yang meminta dilayani, bahkan terjerumus dalam aksi memalukan dengan cara korupsi. Para pemimpin yang seharusnya melayani, pada kenyataannya justru mendorong rakyat Indonesia ke jurang penderitaan.
Tentu cara-cara ini jauh dari jiwa melayani. Pemimpin melayani sesuai semangat yang ingin menjadikan negeri ini sebagai negara demokrasi. Hakikat dari demokrasi adalah melayani karena semua berporos kepada rakyat.
Dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Bahwa pemimpin itu lahir dari rakyat, bekerja untuk rakyat, dan hasil kerjanya untuk rakyat. Masih banyak pemimpin di negeri ini yang mau melayani rakyat. Kita berharap hadir pemimpin yang mampu membasuh penderitaan masyarakat Indonesia, bukan pemimpin yang justru mengotori negeri ini dengan sikap-sikap tercelanya.
Cara ini dilakukan Paus Fransiskus untuk meneladani Yesus yang membasuh kaki 12 muridnya pada malam terakhir bersama mereka. Tahun lalu, atau tak berapa lama setelah terpilih sebagai paus, dia melakukan hal serupa dengan membasuh 12 kaki narapidana muda dan dua di antaranya adalah muslim. Bagi Paus Fransiskus, apa yang dilakukannya merupakan bentuk pelayanan karena Yesus datang juga untuk melayani dan menghapus ìdebuî dunia.
Dengan membasuh dan membersihkan kaki orang-orang awam atau orang-orang yang dalam penderitaan, Paus Fransiskus ingin memberikan pesan kepada umat Kristiani khususnya, dan umat manusia dunia umumnya, agar bisa melayani orang lain, terutama orang-orang yang mengalami penderitaan.
Setidaknya ada dua pesan jelas yang ingin disampaikan Paus Fransiskus. Pertama, melayani. Pesan ini menunjukkan bahwa semua umat manusia untuk bisa memberi dan membantu sesama. Sebagai sosok pemimpin, cara yang dilakukan ini juga bisa diartikan sebagai pesan kepada seluruh pemimpin di dunia agar bisa memberikan pelayanan kepada rakyat.
Dalam ilmu kepemimpinan, pesan yang disampaikan oleh Paus Fransiskus adalah servant leader (pemimpin yang melayani). Bisa jadi pesan ini disampaikan karena saat ini justru masih banyak pemimpin yang minta dilayani oleh masyarakat. Memang masih banyak pemimpin di dunia dalam orasinya kepada umum selalu menyatakan diri sebagai pelayan rakyat. Pada praktik dan kenyataannya, justru sang pemimpin itu yang minta dilayani. Pesan kedua yang ingin disampaikan adalah toleransi.
Sikap toleransi bisa diartikan bahwa dalam melayani semestinya tidak ada barrier suku, agama, ras, maupun golongan. Bahwa semua umat manusia di dunia harus dilayani oleh semua pemimpin tanpa harus memandang latar belakang atau yang disandang seseorang. Lagi-lagi jika melihat pesan ini begitu jelas. Jangankan dalam melayani kepada siapa pun tanpa pandang latar belakang seseorang, kadang kita masih menggunakan suku, agama, ras, maupun golongan sebagai barrier dalam menjalankan silaturahmi. Ini yang menjadi keprihatinan kita semua.
Pemimpin adalah pelayan dan budak. Begitulah Paus Fransiskus memberikan pesan kepada semua pihak. Cara-cara seperti ini yang masih jarang kita lihat. Pesan Paus Fransiskus sangat penting kepada bangsa Indonesia yang tengah mencari pemimpin baru melalui pemilihan presiden pada 9 Juli mendatang. Sebagai pihakpihak yang ingin memimpin negeri ini sudah sepantasnya mendengarkan dan melaksanakan pesan Paus Fransiskus tersebut.
Problematika bangsa ini dan masyarakat yang sangat heterogen membuat pesan tersebut sangat mengena bagi pemimpin baru kita. Pemimpin yang melayani dan tidak membeda-bedakan dalam melayani memang sangat dibutuhkan bagi negeri ini. Negeri yang mempunyai potensi luar biasa ini sepertinya justru masih jalan di tempat karena masih diurus oleh para pemimpin yang tidak melayani.
Banyak pemimpin di negeri ini yang meminta dilayani, bahkan terjerumus dalam aksi memalukan dengan cara korupsi. Para pemimpin yang seharusnya melayani, pada kenyataannya justru mendorong rakyat Indonesia ke jurang penderitaan.
Tentu cara-cara ini jauh dari jiwa melayani. Pemimpin melayani sesuai semangat yang ingin menjadikan negeri ini sebagai negara demokrasi. Hakikat dari demokrasi adalah melayani karena semua berporos kepada rakyat.
Dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Bahwa pemimpin itu lahir dari rakyat, bekerja untuk rakyat, dan hasil kerjanya untuk rakyat. Masih banyak pemimpin di negeri ini yang mau melayani rakyat. Kita berharap hadir pemimpin yang mampu membasuh penderitaan masyarakat Indonesia, bukan pemimpin yang justru mengotori negeri ini dengan sikap-sikap tercelanya.
(nfl)