Peta koalisi capres-cawapres 2014
A
A
A
MENCERMATI perolehan suara sementara quick count Pemilu Legislatif 2014 dan kecenderungan ketokohan sejumlah capres, pasca perhitungan akhir Pemilu Legislatif nanti ada kecenderungan akan muncul tiga sampai empat pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Kecenderungan capres-cawapres ini lebih dipengaruhi oleh tokoh sang capres dan pola perolehan suara masing masing partai untuk mencukupi 20 persen presidential threshold.
Tiga Sampai Empat Pasangan Capres-Cawapres
Tiga sampai empat kecenderungan capres-cawapres tersebut adalah; Pertama, Jokowi berpasangan dengan Surya Paloh atau Muhaimin Iskandar atau Jusuf Kalla. Pasangan capres-cawapres ini hasil koalisi dari PDIP dengan perolehan suara kurang lebih 19 persen, PKB (9 persen), Nasdem (6 persen). Secara ideologis koalisi ini lebih dominan kepada nasionalis-Islam tradisional- cenderung pro pasar.
Kedua, Prabowo berpasangan dengan Suryadharma Ali atau Hatta Rajasa atau Dahlan Iskan. Pasangan capres-cawapres ini hasil koalisi dari Partai Gerindra (12 persen), PPP (7 persen), dan PAN (7 persen). Secara ideologis koalisi ini lebih dominan kepada nasionalis-Islam moderat- cenderung pro pasar.
Ketiga, Aburizal Bakrie berpasangan dengan Pramono Edhi atau Anis Matta atau Wiranto. Pasangan capres-cawapres ini hasil koalisi Partai Golkar (14 persen), Partai Demokrat (9 persen), PKS (7 persen) dan Hanura (5 persen).
Secara ideologis koalisi ini lebih dominan kepada nasionalis-Islam moderat- cenderung pro pasar. Dengan kecenderungan itu dan pola koalisi seperti di atas maka pemerintahan baru ke depan cenderung pro pasar dan nampaknya akan berjalan kurang efektif karena dukungan parlemen kurang maksimal.
Selain ketiga kecenderungan capres-cawapres dan koalisinya tersebut di atas, masih memungkinkan terjadi perubahan pola koalisi dan bertambahnya capres-cawapres menjadi empat pasangan. Hal ini terjadi jika partai partai Islam moderat melakukan konsolidasi membangun koalisi misalnya PKS, PPP, PAN dan PBB.
Koalisi Islam Moderat (KIM) ini nampak sulit tetapi dimungkinkan terjadi jika tiga kecenderungan capres-cawapres sebelumnya gagal membangun koalisi dengan partai Islam karena tidak berhasil meyepakati konpensasi kursi menteri di kabinet mendatang dan perbedaan gagasan tentang solusi masa depan Indonesia.
Pola koalisi juga masih mungkin berubah jika Jokowi atau Prabowo memilih berpasangan dengan akademisi atau tokoh independen atau dengan Rismaharini, mantan Wali Kota Surabaya yang dikenal sukses memimpin Surabaya.
Kelemahan, kekuatan capres & koalisinya
Bagaimana dengan kekuatan dan kelemahan capres dan koalisinya? Kelemahan utama koalisi Jokowi adalah ada pada model leadership mantan Wali Kota Solo itu yang dinilai tidak mengikuti pakem kepemimpinan modern, selain itu juga nampak tidak memiliki kekuatan gagasan-gagasan besar tentang masa depan Indonesia. Selain itu koalisi ini hanya dominan mengandalkan basis masa di Jawa-Bali dan sebagiam kecil di Sumatera.
Koalisi ini juga terlihat bergantung dengan tokoh. Sementara kekuatan utama koalisi Jokowi adalah citra positif Jokowi sebagai pemimpin merakyat, finansial yang besar, pemilih tradisional yang setia, kekuatan media massa, dan mesin politik partai yang bekerja.
Kelemahan utama koalisi Prabowo adalah ada pada rekam jejak Prabowo di masa lalu yang belum menguap dari ingatan publik dalam kasus penculikan aktivis dan kerusuhan Mei 1998, belum optimalnya kerja-kerja mesin politik partai di koalisi ini dan tiadanya kepemilikan media utama dalam koalisi ini.
Koalisi ini juga terlihat dominannya tokoh Prabowo. Sementara, kekuatan utama koalisi Prabowo adalah citra leadership yang kuat Prabowo sebagai pemimpin yang tegas dan berani, finansial yang besar, dan pemilih tradisional yang setia.
Sementara kelemahan utama koalisi Aburizal Bakrie adalah ada pada rekam jejak bisnis Ical di masa lalu dalam kasus lumpur Lapindo, dan kurang solidnya Golkar mendukung Aburizal Bakrie. Sementara kekuatan utama koalisi Aburizal Bakrie adalah finansial yang besar, kekuatan media massa, dan pemilih pemula perkotaan.
Sedangkan jika Koalisi Islam moderat (KIM) terbentuk kelemahan utamanya ada pada minimnya kekuatan media massa dan finansial. Tetapi kekuatan utama KIM ini ada pada mesin politik partai yang bekerja, adanya pemilih setia, pemilih pemula muslim perkotaan, dan dapat memanfaatkan kapital identitas keagamaan.
Pemenang Pilpres 2014?
Dengan mencermati kekuatan dan kelemahan capres-cawapres dan koalisinya tersebut maka dapat diprediksi bahwa Pemilu Presiden ke depan akan berlangsung dua putaran karena masing-masing capres dan koalisinya memiliki kekuatan berimbang. Perolehan suara juga cenderung tidak jauh berbeda.
Selain itu, dengan kekuatan yang berimbang ini maka attacking politik akan sangat tinggi antar calon presiden bahkan cenderung mengarah kepada tingginya kecenderungan black campaign (kampanye hitam) antar capres.
Keterampilan melakukan serangan balik terhadap kampanye hitam, keterampilan mengemukakan gagasan-gagasan besar solusi Indonesia masa depan, marketing politik yang kreatif serta bekerjanya mesin politik pasangan capres-cawapres akan menentukan siapa pemenang Pemilu Presiden Juli mendatang.
Ubedilah Badrun
Direktur Puspol Indonesia & Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Kecenderungan capres-cawapres ini lebih dipengaruhi oleh tokoh sang capres dan pola perolehan suara masing masing partai untuk mencukupi 20 persen presidential threshold.
Tiga Sampai Empat Pasangan Capres-Cawapres
Tiga sampai empat kecenderungan capres-cawapres tersebut adalah; Pertama, Jokowi berpasangan dengan Surya Paloh atau Muhaimin Iskandar atau Jusuf Kalla. Pasangan capres-cawapres ini hasil koalisi dari PDIP dengan perolehan suara kurang lebih 19 persen, PKB (9 persen), Nasdem (6 persen). Secara ideologis koalisi ini lebih dominan kepada nasionalis-Islam tradisional- cenderung pro pasar.
Kedua, Prabowo berpasangan dengan Suryadharma Ali atau Hatta Rajasa atau Dahlan Iskan. Pasangan capres-cawapres ini hasil koalisi dari Partai Gerindra (12 persen), PPP (7 persen), dan PAN (7 persen). Secara ideologis koalisi ini lebih dominan kepada nasionalis-Islam moderat- cenderung pro pasar.
Ketiga, Aburizal Bakrie berpasangan dengan Pramono Edhi atau Anis Matta atau Wiranto. Pasangan capres-cawapres ini hasil koalisi Partai Golkar (14 persen), Partai Demokrat (9 persen), PKS (7 persen) dan Hanura (5 persen).
Secara ideologis koalisi ini lebih dominan kepada nasionalis-Islam moderat- cenderung pro pasar. Dengan kecenderungan itu dan pola koalisi seperti di atas maka pemerintahan baru ke depan cenderung pro pasar dan nampaknya akan berjalan kurang efektif karena dukungan parlemen kurang maksimal.
Selain ketiga kecenderungan capres-cawapres dan koalisinya tersebut di atas, masih memungkinkan terjadi perubahan pola koalisi dan bertambahnya capres-cawapres menjadi empat pasangan. Hal ini terjadi jika partai partai Islam moderat melakukan konsolidasi membangun koalisi misalnya PKS, PPP, PAN dan PBB.
Koalisi Islam Moderat (KIM) ini nampak sulit tetapi dimungkinkan terjadi jika tiga kecenderungan capres-cawapres sebelumnya gagal membangun koalisi dengan partai Islam karena tidak berhasil meyepakati konpensasi kursi menteri di kabinet mendatang dan perbedaan gagasan tentang solusi masa depan Indonesia.
Pola koalisi juga masih mungkin berubah jika Jokowi atau Prabowo memilih berpasangan dengan akademisi atau tokoh independen atau dengan Rismaharini, mantan Wali Kota Surabaya yang dikenal sukses memimpin Surabaya.
Kelemahan, kekuatan capres & koalisinya
Bagaimana dengan kekuatan dan kelemahan capres dan koalisinya? Kelemahan utama koalisi Jokowi adalah ada pada model leadership mantan Wali Kota Solo itu yang dinilai tidak mengikuti pakem kepemimpinan modern, selain itu juga nampak tidak memiliki kekuatan gagasan-gagasan besar tentang masa depan Indonesia. Selain itu koalisi ini hanya dominan mengandalkan basis masa di Jawa-Bali dan sebagiam kecil di Sumatera.
Koalisi ini juga terlihat bergantung dengan tokoh. Sementara kekuatan utama koalisi Jokowi adalah citra positif Jokowi sebagai pemimpin merakyat, finansial yang besar, pemilih tradisional yang setia, kekuatan media massa, dan mesin politik partai yang bekerja.
Kelemahan utama koalisi Prabowo adalah ada pada rekam jejak Prabowo di masa lalu yang belum menguap dari ingatan publik dalam kasus penculikan aktivis dan kerusuhan Mei 1998, belum optimalnya kerja-kerja mesin politik partai di koalisi ini dan tiadanya kepemilikan media utama dalam koalisi ini.
Koalisi ini juga terlihat dominannya tokoh Prabowo. Sementara, kekuatan utama koalisi Prabowo adalah citra leadership yang kuat Prabowo sebagai pemimpin yang tegas dan berani, finansial yang besar, dan pemilih tradisional yang setia.
Sementara kelemahan utama koalisi Aburizal Bakrie adalah ada pada rekam jejak bisnis Ical di masa lalu dalam kasus lumpur Lapindo, dan kurang solidnya Golkar mendukung Aburizal Bakrie. Sementara kekuatan utama koalisi Aburizal Bakrie adalah finansial yang besar, kekuatan media massa, dan pemilih pemula perkotaan.
Sedangkan jika Koalisi Islam moderat (KIM) terbentuk kelemahan utamanya ada pada minimnya kekuatan media massa dan finansial. Tetapi kekuatan utama KIM ini ada pada mesin politik partai yang bekerja, adanya pemilih setia, pemilih pemula muslim perkotaan, dan dapat memanfaatkan kapital identitas keagamaan.
Pemenang Pilpres 2014?
Dengan mencermati kekuatan dan kelemahan capres-cawapres dan koalisinya tersebut maka dapat diprediksi bahwa Pemilu Presiden ke depan akan berlangsung dua putaran karena masing-masing capres dan koalisinya memiliki kekuatan berimbang. Perolehan suara juga cenderung tidak jauh berbeda.
Selain itu, dengan kekuatan yang berimbang ini maka attacking politik akan sangat tinggi antar calon presiden bahkan cenderung mengarah kepada tingginya kecenderungan black campaign (kampanye hitam) antar capres.
Keterampilan melakukan serangan balik terhadap kampanye hitam, keterampilan mengemukakan gagasan-gagasan besar solusi Indonesia masa depan, marketing politik yang kreatif serta bekerjanya mesin politik pasangan capres-cawapres akan menentukan siapa pemenang Pemilu Presiden Juli mendatang.
Ubedilah Badrun
Direktur Puspol Indonesia & Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
(kri)