Sigma: Formulir C6 tak sesuai peraturan KPU
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Said Salahudin menyatakan, surat undangan atau formulir model C6 yang dibagikan kepada pemilih bertentangan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Menurut Said, formulir C6 yang tersebar di masyarakat masih menggunakan PKPU Nomor 26 tahun 2012. Padahal, PKPU itu sendiri telah mengalami revisi menjadi PKPU Nomor 5 tahun 2014.
"Karena yang lama sudah diganti dengan baru. Maka yang dinyatakan sah adalah formulir C6 versi PKPU 5 bukan PKPU 26," kata Said, saat mengadu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), di Jakarta, Senin (7/4/2014).
Namun demikian, kata Said, karena alasan waktu yang sempit, maka KPU tetap memaksakan model formulir C6 tersebut dengan menggunakan ketentuan PKPU sebelumnya.
Said menambahkan, seharusnya dalam C6 KPU harus menjelaskan secara detail kepada pemilih, kapan mulai dan batas terakhir seorang pemilih boleh menggunakan hak pilihnya. Tetapi, justru undangan untuk mencoblos itu hanya berbentuk seruan untuk memilih yang dinilai kurang lengkap.
"KPU sebenarnya sudah deteksi ini sejak lama. Tapi tidak segera dilakukan upaya untuk mengganti itu," ujarnya.
Selain itu, format dalam surat undangan pemilih kata Said dianggap salah. Dari contoh yang dia temukan oleh pemilih di Banten, bentuk surat undangan bukan berbentuk 'Surat Undangan Pemungutan Suara' melainkan 'Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara'.
"Walaupun itu sepele tapi kalau enggak selesai bisa fatal nantinya. Ini jangan main-main," tambahnya.
Sebelumnya, KPU mengumumkan sejumlah surat undangan (formulir C6 bermasalah yang tersebar di empat Provinsi, antara lain, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Banten. Oleh hal itu, melalui laporan Sigma, Bawaslu diminta membuat rekomendasi kepada KPU soal surat edaran yang membolehkan penggunaan C6 yang sudah tersebar kepada pemilih.
Menurut Said, formulir C6 yang tersebar di masyarakat masih menggunakan PKPU Nomor 26 tahun 2012. Padahal, PKPU itu sendiri telah mengalami revisi menjadi PKPU Nomor 5 tahun 2014.
"Karena yang lama sudah diganti dengan baru. Maka yang dinyatakan sah adalah formulir C6 versi PKPU 5 bukan PKPU 26," kata Said, saat mengadu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), di Jakarta, Senin (7/4/2014).
Namun demikian, kata Said, karena alasan waktu yang sempit, maka KPU tetap memaksakan model formulir C6 tersebut dengan menggunakan ketentuan PKPU sebelumnya.
Said menambahkan, seharusnya dalam C6 KPU harus menjelaskan secara detail kepada pemilih, kapan mulai dan batas terakhir seorang pemilih boleh menggunakan hak pilihnya. Tetapi, justru undangan untuk mencoblos itu hanya berbentuk seruan untuk memilih yang dinilai kurang lengkap.
"KPU sebenarnya sudah deteksi ini sejak lama. Tapi tidak segera dilakukan upaya untuk mengganti itu," ujarnya.
Selain itu, format dalam surat undangan pemilih kata Said dianggap salah. Dari contoh yang dia temukan oleh pemilih di Banten, bentuk surat undangan bukan berbentuk 'Surat Undangan Pemungutan Suara' melainkan 'Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara'.
"Walaupun itu sepele tapi kalau enggak selesai bisa fatal nantinya. Ini jangan main-main," tambahnya.
Sebelumnya, KPU mengumumkan sejumlah surat undangan (formulir C6 bermasalah yang tersebar di empat Provinsi, antara lain, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Banten. Oleh hal itu, melalui laporan Sigma, Bawaslu diminta membuat rekomendasi kepada KPU soal surat edaran yang membolehkan penggunaan C6 yang sudah tersebar kepada pemilih.
(maf)