Minim sosialisasi, KPU gagal rayu pemilih pemula
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai berperan besar terhadap masih banyaknya pemilih muda yang tak memiliki pengetahuan atau tak mengerti mengenai pemilihan umum (pemilu).
"Sosialisasi dari KPU sebagai penyelenggara pemilu sangat minim," kata Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago kepada Sindonews, Senin 31 Maret 2014.
Lebih lanjut, dia mengatakan, jika dikaitkan dengan pemilih psikologis yang menyebutkan pemilih pemula sangat tergantung pada sosialisasi politik, maka banyak pemilih pemula kadang tergantung atau menurut orang tuanya memilih parpol yang sama. Hal itu karena tak pernah tahu mengenai parpol maupun calon anggota legislatif (caleg).
Padahal, menurut dia, partisipasi pemilih pemula harusnya sangat tinggi. Sebab, belum pernah memilih dan belum pernah dikecewakan oleh parpol maupun caleg.
"Sekali lagi, kapan pemilih pemula golput? Dalam konteks pemilih rasional (rational choice) ketika pemilih pemula merasa tak mendapatkan manfaat dengan memilih parpol, presiden maupun caleg yang tengah berkompetisi pada waktu yang sama ia tak akan melakukan pilihan pada pemilu," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Masih banyak pemilih muda yang tak memiliki pengetahuan atau tak mengerti mengenai pemilihan umum (pemilu). Hal itu merupakan hasil temuan dari Transparency International Indonesia (TII).
Padahal, sekira 30 persen atau 59,6 juta dari total pemilih merupakan pemilih muda. Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko mengatakan, umumnya anak muda ingin sekali terlibat dalam pemilu.
"Tapi sebetulnya tidak punya cukup banyak referensi, tidak punya cukup banyak pengetahuan tentang pemilu itu mau ngapain, ada yang enggak tahu tanggal 9 April 2014 (pileg) mau ngapain," kata Dadang di Wisma EMHA, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
"Sosialisasi dari KPU sebagai penyelenggara pemilu sangat minim," kata Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago kepada Sindonews, Senin 31 Maret 2014.
Lebih lanjut, dia mengatakan, jika dikaitkan dengan pemilih psikologis yang menyebutkan pemilih pemula sangat tergantung pada sosialisasi politik, maka banyak pemilih pemula kadang tergantung atau menurut orang tuanya memilih parpol yang sama. Hal itu karena tak pernah tahu mengenai parpol maupun calon anggota legislatif (caleg).
Padahal, menurut dia, partisipasi pemilih pemula harusnya sangat tinggi. Sebab, belum pernah memilih dan belum pernah dikecewakan oleh parpol maupun caleg.
"Sekali lagi, kapan pemilih pemula golput? Dalam konteks pemilih rasional (rational choice) ketika pemilih pemula merasa tak mendapatkan manfaat dengan memilih parpol, presiden maupun caleg yang tengah berkompetisi pada waktu yang sama ia tak akan melakukan pilihan pada pemilu," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Masih banyak pemilih muda yang tak memiliki pengetahuan atau tak mengerti mengenai pemilihan umum (pemilu). Hal itu merupakan hasil temuan dari Transparency International Indonesia (TII).
Padahal, sekira 30 persen atau 59,6 juta dari total pemilih merupakan pemilih muda. Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko mengatakan, umumnya anak muda ingin sekali terlibat dalam pemilu.
"Tapi sebetulnya tidak punya cukup banyak referensi, tidak punya cukup banyak pengetahuan tentang pemilu itu mau ngapain, ada yang enggak tahu tanggal 9 April 2014 (pileg) mau ngapain," kata Dadang di Wisma EMHA, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
(kri)