Pemimpin muda dan persoalan bangsa
A
A
A
PEMILU 2014 khususnya pemilihan presiden yang akan datang merupakan pemilu yang akan mempertandingkan pertarungan dua generasi yakni generasi ketiga dan generasi keempat.
Generasi ketiga merupakan generasi yang berusia 60 tahun ke atas yang merupakan tokoh-tokoh senior diantaranya Aburizal Bakrie, Wiranto, Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla. Tokoh-tokoh senior ini masih sebagian besar dicalonkan oleh partai politiknya untuk bertarung dalam pemilihan presiden yang akan datang.
Bagi tokoh-tokoh senior, kontestasi Pilpres 2014 boleh jadi merupakan Pilpres terakhir bagi mereka untuk maju dalam kontestasi RI 1 tersebut. Sebab pada Pemilu 2019 mendatang rata-rata usia mereka sudah di atas 70 tahun.
Di sisi lain Pilpres 2014 memunculkan tokoh-tokoh muda yang usianya di bawah 60 tahun yang masuk dalam generasi keempat. Setidaknya ada dua nama yang saat ini sudah resmi dicalonkan oleh partainya yakni Joko Widodo sebagai calon presesiden dari PDIP dan Hary Tanoesoedibjo oleh Partai Hanura sebagai calon wakil presiden.
Masih banyak tokoh-tokoh muda yang masih bertarung dalam konvensi yang digelar Partai Demokrat dan tokoh-tokoh muda lain yang digadang-gadang oleh partai politik sebagai calon presiden alternatif yang memiliki kans untuk bertarung dalam kontestasi Pilpres yang akan datang.
Realitas politik ini tidak bisa dielakkan, walaupun wacana pertarungan dua generasi ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Bagi kalangan pro capres muda menilai bahwa tokoh muda sudah saatnya mengambil alih kepemimpinan nasional karena dianggap lebih fresh, sedangkan bagi yang kontra mengganggap bahwa tokoh muda minim pengalaman jika dibandingkan tokoh-tokoh senior.
Survei Political Communication Institute (PolcoMM Institute) yang dirilis 2 Februari lalu menyebutkan 53,2 persen publik menginginkan tokoh muda tokoh muda layak menjadi pemimpin nasional. Survei ini dilakukan di 33 Provinsi yang mengambil sample sebanyak 1.200 responden.
Sebulan kemudian yakni pada 9 Maret 2014, PolcoMM Institute kembali merilis survei dengan hasil 73,3 persen resonden menyatakan bahwa sudah saatnya tokoh muda menjadi presiden atau wakil presiden. Alasan responden adalah tokoh muda dianggal lebih cerdas, lalu bosan dengan tokoh lama, dinilai lebih semangat dan produktif, dan ingin perubahan dalam politik Indonesia.
Sementara itu, yang menyatakan belum saatnya tokoh muda maju dalam pentas kepemimpinan nasional hanya sebesar 10,7 persen dengan alasan belum berpengalaman, perlu banyak belajar, dan emosi masih belum stabil. Survei ini dilakukan di 33 ibukota provinsi yang mengambil responden sebanyak 1.200 responden dengan teknik purposive sampling yakni pemilih muda di ibukota provinsi dengan rentang usia 17-29 tahun.
Tokoh muda layak diajukan menjadi capres & cawapres
Dalam survei PolcoMM Institute pada 9 Maret 2014 tersebut menyebutkan bahwa responden menyatakan muda yang layak untuk diajukan menjadi presiden dan wakil presiden adalah Joko Widodo sebanyak 24,2 persen, kemudian Priyo Budi Santoso sebesar 18,2 persen, Hary Tanoesoedibjo 8,2 persen, dan Ali Masykur Musa sebesar 5,2 Persen.
Joko Widodo dinilai dekat dengan rakyat, tampil sederhana dan suka blusukan. Priyo Budi Santoso dinilai dekat dengan komunitas pemuda, pengalaman di organisasi, dan berpengalaman di bidang politik.
Hary Tanoesoedibjo dinilai oleh responden cocok menjadi wakil presiden karena sudah lebih dahulu menyatakan siap menjadi wapres berpasangan dengan Wiranto dan memiliki pengalaman di bidang usaha. Sementara itu, Ali Masykur Musa dinilai tokoh muda NU, dan responden menilai memiliki potensi basis dukungan riil dari kaum nahdliyin.
Tokoh muda & persoalan bangsa
Tulisan ini tidak untuk mendikotomikan antara tokoh-tokoh senior dengan tokoh-tokoh muda, namun lebih kepada memotret bagian lain yakni harapan publik tentang pemimpin muda ke depan. Setelah dua kali pemilu pasca reformasi yakni Pemilu 2004 dan 2009, maka Pemilu 2014 ini diharapkan muncul pemimpin nasional yang mampu membawa Indonesia maju dan tentu sesuai dengan kondisi zaman sekarang.
Harapannya hanya satu yakni Indonesia mampu keluar dari berbagai persoalan. Tentu kita tahu kesejahteraan masyarakat menjadi tolak ukur utama dan hingga saat ini belumlah sepenuhnya masyarakat kita mencapai itu semua. Masih banyak masyakarat hidup miskin dengan berbagai persoalan pendidikan dan kesehatan.
Namun di sisi lain banyak pula masyarakat yang berkecukupan dan bahkan lebih dari sisi ekonomi. Kesenjangan ini kemudian menjadi hal yang seakan sulit diselesaikan oleh para pemimpin kita?
Masih banyak persoalan lain uang menjadi PR bagi pemimpin nasional yakni soal nasionalisasi aset yang banyak dikuasai asing, pengangguran dan tenaga kerja, soal konflik sosial, diplomasi internasional, perubahan iklim dan pemanasan global dan isu-isu lain yang perlu penangananan serius dan kemampuan leadership yang baik.
Dengan persoalan itu semua, tentu pemimpin nasional kedepan haruslah yang memiliki kecakapan yang luar biasa, nah untuk menjawab itu tentulah masyarakat memiliki penilaian masing-masing dari pemimpin-pemimpin yang ada sekarang.
Pertanyaannya apakah pemimpin itu ada dari deretan calon-calon yang ada sekarang? Apakah pemimpin muda mampu menjawab itu? Atau kombinasi tokoh senior dan tokoh muda yang bisa menjawab tantangan itu?
Dr. Heri Budianto, M.Si
Direktur Eksekutif Political Communication Institute dan Dosen Universitas Mercu Buana Jakarta
Generasi ketiga merupakan generasi yang berusia 60 tahun ke atas yang merupakan tokoh-tokoh senior diantaranya Aburizal Bakrie, Wiranto, Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla. Tokoh-tokoh senior ini masih sebagian besar dicalonkan oleh partai politiknya untuk bertarung dalam pemilihan presiden yang akan datang.
Bagi tokoh-tokoh senior, kontestasi Pilpres 2014 boleh jadi merupakan Pilpres terakhir bagi mereka untuk maju dalam kontestasi RI 1 tersebut. Sebab pada Pemilu 2019 mendatang rata-rata usia mereka sudah di atas 70 tahun.
Di sisi lain Pilpres 2014 memunculkan tokoh-tokoh muda yang usianya di bawah 60 tahun yang masuk dalam generasi keempat. Setidaknya ada dua nama yang saat ini sudah resmi dicalonkan oleh partainya yakni Joko Widodo sebagai calon presesiden dari PDIP dan Hary Tanoesoedibjo oleh Partai Hanura sebagai calon wakil presiden.
Masih banyak tokoh-tokoh muda yang masih bertarung dalam konvensi yang digelar Partai Demokrat dan tokoh-tokoh muda lain yang digadang-gadang oleh partai politik sebagai calon presiden alternatif yang memiliki kans untuk bertarung dalam kontestasi Pilpres yang akan datang.
Realitas politik ini tidak bisa dielakkan, walaupun wacana pertarungan dua generasi ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Bagi kalangan pro capres muda menilai bahwa tokoh muda sudah saatnya mengambil alih kepemimpinan nasional karena dianggap lebih fresh, sedangkan bagi yang kontra mengganggap bahwa tokoh muda minim pengalaman jika dibandingkan tokoh-tokoh senior.
Survei Political Communication Institute (PolcoMM Institute) yang dirilis 2 Februari lalu menyebutkan 53,2 persen publik menginginkan tokoh muda tokoh muda layak menjadi pemimpin nasional. Survei ini dilakukan di 33 Provinsi yang mengambil sample sebanyak 1.200 responden.
Sebulan kemudian yakni pada 9 Maret 2014, PolcoMM Institute kembali merilis survei dengan hasil 73,3 persen resonden menyatakan bahwa sudah saatnya tokoh muda menjadi presiden atau wakil presiden. Alasan responden adalah tokoh muda dianggal lebih cerdas, lalu bosan dengan tokoh lama, dinilai lebih semangat dan produktif, dan ingin perubahan dalam politik Indonesia.
Sementara itu, yang menyatakan belum saatnya tokoh muda maju dalam pentas kepemimpinan nasional hanya sebesar 10,7 persen dengan alasan belum berpengalaman, perlu banyak belajar, dan emosi masih belum stabil. Survei ini dilakukan di 33 ibukota provinsi yang mengambil responden sebanyak 1.200 responden dengan teknik purposive sampling yakni pemilih muda di ibukota provinsi dengan rentang usia 17-29 tahun.
Tokoh muda layak diajukan menjadi capres & cawapres
Dalam survei PolcoMM Institute pada 9 Maret 2014 tersebut menyebutkan bahwa responden menyatakan muda yang layak untuk diajukan menjadi presiden dan wakil presiden adalah Joko Widodo sebanyak 24,2 persen, kemudian Priyo Budi Santoso sebesar 18,2 persen, Hary Tanoesoedibjo 8,2 persen, dan Ali Masykur Musa sebesar 5,2 Persen.
Joko Widodo dinilai dekat dengan rakyat, tampil sederhana dan suka blusukan. Priyo Budi Santoso dinilai dekat dengan komunitas pemuda, pengalaman di organisasi, dan berpengalaman di bidang politik.
Hary Tanoesoedibjo dinilai oleh responden cocok menjadi wakil presiden karena sudah lebih dahulu menyatakan siap menjadi wapres berpasangan dengan Wiranto dan memiliki pengalaman di bidang usaha. Sementara itu, Ali Masykur Musa dinilai tokoh muda NU, dan responden menilai memiliki potensi basis dukungan riil dari kaum nahdliyin.
Tokoh muda & persoalan bangsa
Tulisan ini tidak untuk mendikotomikan antara tokoh-tokoh senior dengan tokoh-tokoh muda, namun lebih kepada memotret bagian lain yakni harapan publik tentang pemimpin muda ke depan. Setelah dua kali pemilu pasca reformasi yakni Pemilu 2004 dan 2009, maka Pemilu 2014 ini diharapkan muncul pemimpin nasional yang mampu membawa Indonesia maju dan tentu sesuai dengan kondisi zaman sekarang.
Harapannya hanya satu yakni Indonesia mampu keluar dari berbagai persoalan. Tentu kita tahu kesejahteraan masyarakat menjadi tolak ukur utama dan hingga saat ini belumlah sepenuhnya masyarakat kita mencapai itu semua. Masih banyak masyakarat hidup miskin dengan berbagai persoalan pendidikan dan kesehatan.
Namun di sisi lain banyak pula masyarakat yang berkecukupan dan bahkan lebih dari sisi ekonomi. Kesenjangan ini kemudian menjadi hal yang seakan sulit diselesaikan oleh para pemimpin kita?
Masih banyak persoalan lain uang menjadi PR bagi pemimpin nasional yakni soal nasionalisasi aset yang banyak dikuasai asing, pengangguran dan tenaga kerja, soal konflik sosial, diplomasi internasional, perubahan iklim dan pemanasan global dan isu-isu lain yang perlu penangananan serius dan kemampuan leadership yang baik.
Dengan persoalan itu semua, tentu pemimpin nasional kedepan haruslah yang memiliki kecakapan yang luar biasa, nah untuk menjawab itu tentulah masyarakat memiliki penilaian masing-masing dari pemimpin-pemimpin yang ada sekarang.
Pertanyaannya apakah pemimpin itu ada dari deretan calon-calon yang ada sekarang? Apakah pemimpin muda mampu menjawab itu? Atau kombinasi tokoh senior dan tokoh muda yang bisa menjawab tantangan itu?
Dr. Heri Budianto, M.Si
Direktur Eksekutif Political Communication Institute dan Dosen Universitas Mercu Buana Jakarta
(kri)