Apa jadinya bila pemilu diproyekkan?
A
A
A
KUALITAS calon pemimpin yang diusung pada Pemilu 2014 dalam banyak hal sesungguhnya tidak bisa diandalkan lagi. Sekalipun demikian masih ada sejumlah calon yang bisa diharapkan.
Jika saja penyelenggara pemilu serius menggarap pemilu dengan fokus pada substansi pemilu, maka calon-calon berkualitas bisa dimunculkan. Sayangnya, penyelenggara pemilu juga jatuh pada lubang yang sama dengan elite nasional yang berkubang dalam lumpur pasar yang sama.
Penyelenggara pemilu dibentuk untuk memastikan tahapan pemilu berhasil melahirkan rezim pemerintahan baru. Untuk itu penyelenggara pemilu berurusan dengan hal-hal teknis penyelenggaraan pemilu.
Akan tetapi sekalipun mengurus hal-hal teknis, bukan berarti penyelenggara pemilu bekerja tanpa visi dan misi dalam mendorong penguatan demokrasi melalui pemilu. Dengan demikian penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa hal-hal teknis penyelenggaraan harus menjamin terpilihnya wakil rakyat dan pemimpin negara yang berkualitas.
Sayangnya aspek kualitas hasil pemilu itu yang sepertinya diabaikan oleh penyelenggara pemilu saat ini. Baik KPU maupun Bawaslu sama-sama gagap menerjemahkan substansi pemilu dalam tahapan yang dilakukan.
Penyelenggara pemilu saat ini nampaknya hanya peduli dengan ketepatan jadwal dan kelengakapan teknis-administratif. Pada saat yang sama, mereka secara sengaja mengabaikan mutu setiap tahapan itu dalam menunjang hasil pemilu yang berkualitas.
Beberapa catatan penting tentang kinerja penyelenggara pemilu ini terkait sejumlah inovasi yang dipaksakan hanya karena mereka mengelola dana dalam jumlah yang banyak. Pertama, proyek dana saksi yang sampai saat ini masih belum jelas ujungnya.
Bawaslu yang menjadi inisiatornya tidak bersikap tegas terkait dana saksi ini. Bawaslu menikmati kontroversi di ruang publik tanpa sikap yang jelas.
Kedua, terkait pembentukan Mitra PPL (Petugas Pengawas Lapangan). Di setiap TPS akan ditugaskan dua orang Mitra PPL untuk membantu pengawasan proses pemungutan suara. Alokasi anggaran untuk membiayai mitra PPL ini kurang lebih Rp800 miliar.
Dua bulan menjelang hari pemungutan suara, Mitra PPL ini bahkan belum mempunyai payung hukum pembentukannya. Sementara, Bawaslu ngotot mengajukan Mitra PPL untuk menjamin pemungutan suara tidak dicurangi.
Sempitnya waktu persiapan pembentukan Mitra PPL ini sesungguhnya memunculkan keraguan akan efektifitas Mitra PPL dalam pengawasan. Bagaimana Bawaslu menjamin perekrutan mitra yang independen dalam waktu yang sangat terbatas? Dalam keraguan itu, dugaan bahwa Mitra PPL ini hanya merupakan proyek Bawaslu tak terhindarkan.
Masih banyak hal lain yang kemudian memperlihatkan bahwa penyelenggara pemilu saat ini tidak peduli pada substansi pemilu sebagai proyek demokrasi. Bahwa sebagai proyek demokrasi, pemilu diselenggarakan dengan misi melahirkan pemerintahan demokratis yang berkualitas.
Hal itu diterjemahkan oleh penyelenggara pemilu dengan melahirkan banyak kegiatan berbau proyek tanpa visi demokrasi. Lalu jika semua pihak yang dipercayakan untuk menjamin kualitas pemilu tidak bisa diharapkan, masihkah Pemilu 2014 penting untuk diikuti?
Pemilu yang berhasil harus juga dilihat dari kualitas orang-orang yang dipilih melalui pemilu tersebut. Karenanya penyelenggara pemilu harus bertanggung jawab untuk melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang berkualitas.
Lucius Karus
Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
Jika saja penyelenggara pemilu serius menggarap pemilu dengan fokus pada substansi pemilu, maka calon-calon berkualitas bisa dimunculkan. Sayangnya, penyelenggara pemilu juga jatuh pada lubang yang sama dengan elite nasional yang berkubang dalam lumpur pasar yang sama.
Penyelenggara pemilu dibentuk untuk memastikan tahapan pemilu berhasil melahirkan rezim pemerintahan baru. Untuk itu penyelenggara pemilu berurusan dengan hal-hal teknis penyelenggaraan pemilu.
Akan tetapi sekalipun mengurus hal-hal teknis, bukan berarti penyelenggara pemilu bekerja tanpa visi dan misi dalam mendorong penguatan demokrasi melalui pemilu. Dengan demikian penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa hal-hal teknis penyelenggaraan harus menjamin terpilihnya wakil rakyat dan pemimpin negara yang berkualitas.
Sayangnya aspek kualitas hasil pemilu itu yang sepertinya diabaikan oleh penyelenggara pemilu saat ini. Baik KPU maupun Bawaslu sama-sama gagap menerjemahkan substansi pemilu dalam tahapan yang dilakukan.
Penyelenggara pemilu saat ini nampaknya hanya peduli dengan ketepatan jadwal dan kelengakapan teknis-administratif. Pada saat yang sama, mereka secara sengaja mengabaikan mutu setiap tahapan itu dalam menunjang hasil pemilu yang berkualitas.
Beberapa catatan penting tentang kinerja penyelenggara pemilu ini terkait sejumlah inovasi yang dipaksakan hanya karena mereka mengelola dana dalam jumlah yang banyak. Pertama, proyek dana saksi yang sampai saat ini masih belum jelas ujungnya.
Bawaslu yang menjadi inisiatornya tidak bersikap tegas terkait dana saksi ini. Bawaslu menikmati kontroversi di ruang publik tanpa sikap yang jelas.
Kedua, terkait pembentukan Mitra PPL (Petugas Pengawas Lapangan). Di setiap TPS akan ditugaskan dua orang Mitra PPL untuk membantu pengawasan proses pemungutan suara. Alokasi anggaran untuk membiayai mitra PPL ini kurang lebih Rp800 miliar.
Dua bulan menjelang hari pemungutan suara, Mitra PPL ini bahkan belum mempunyai payung hukum pembentukannya. Sementara, Bawaslu ngotot mengajukan Mitra PPL untuk menjamin pemungutan suara tidak dicurangi.
Sempitnya waktu persiapan pembentukan Mitra PPL ini sesungguhnya memunculkan keraguan akan efektifitas Mitra PPL dalam pengawasan. Bagaimana Bawaslu menjamin perekrutan mitra yang independen dalam waktu yang sangat terbatas? Dalam keraguan itu, dugaan bahwa Mitra PPL ini hanya merupakan proyek Bawaslu tak terhindarkan.
Masih banyak hal lain yang kemudian memperlihatkan bahwa penyelenggara pemilu saat ini tidak peduli pada substansi pemilu sebagai proyek demokrasi. Bahwa sebagai proyek demokrasi, pemilu diselenggarakan dengan misi melahirkan pemerintahan demokratis yang berkualitas.
Hal itu diterjemahkan oleh penyelenggara pemilu dengan melahirkan banyak kegiatan berbau proyek tanpa visi demokrasi. Lalu jika semua pihak yang dipercayakan untuk menjamin kualitas pemilu tidak bisa diharapkan, masihkah Pemilu 2014 penting untuk diikuti?
Pemilu yang berhasil harus juga dilihat dari kualitas orang-orang yang dipilih melalui pemilu tersebut. Karenanya penyelenggara pemilu harus bertanggung jawab untuk melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang berkualitas.
Lucius Karus
Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
(kri)