Pemilih cerdas
A
A
A
MENJELANG momentum pesta Demokrasi Pemilu April 2014 banyak wajah para calon anggota legislatif maupun capres dan cawapres tiap-tiap partai mulai pasang aksi. Sederet wajah dan nama caleg bertaburan bak bintang di langit membuat dilema para konstituen.
Fenomena pengenalan diri para kandidat tiap-tiap partai di negeri ini ternyata masih belum mengena persoalan mendasar aturan baku marketing politik yang seharusnya. Terbukti dengan kian tingginya angka undecided voters menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tentang Sentimen Pemilih terhadap Partai Politik.
Hasil survei tersebut menetapkan bahwa angka undecided voters menembus angka 28,9 persen dari 10 pilihan partai peserta pemilu 2014. Terbukti bahwa jika merujuk pada hasil survei tersebut partai politik beserta kandidatnya diyakini tidak membawa perubahan mendasar dalam Pemilu 2014 mendatang.
Namun, di dalam negara demokrasi suara pemilih amat menentukan kadar kekuatan legitimasi (legitimate power) dalam tingkat keterpilihan seorang kandidat. Untuk itu ada beberapa upaya untuk senantiasa menyukseskan pemilu dengan menjadi pemilih cerdas dalam Pemilu April 2014 mendatang.
Pertama, pertama pelajari calonnya. Jennifer Lees dan Marshment dalam bukunya Political Marketing and British Political Parties menyatakan bahwa konsep dasar terpilihnya seorang kandidat didahului dengan tingkat diketahui. Apabila seorang kandidat bukan hanya populer dengan wajah dan nama makan peluang untuk disukai akan besar, dan akan berpengaruh pada tingkat keterpilihannya.
Kedua, lihat rekam jejaknya (track record). Menentukan pilihan tepat harus disertai berbagai pertimbangan. Apalagi dengan menetapkan pilihan yang akan menentukan nasib bangsa 5 tahun mendatang. Latar belakang dan rekam jejak (track record) si kandidat. Misalnya dengan menoleh pada siapa dia, apa latar belakang pendidikan, atau bagaimana pencapaian karir yang pernah diraih. Karena apa yang kita pilih dalam pemilu kali ini turut menentukan putusan-putusan kebijakan 5 tahun mendatang.
Ketiga, jangan golput. Masuk ke dalam golongan putih (golput) bukanlan sebuah jalan keluar yang baik dalam menghadapi Pemilu 2014. Di tengah jumlah incumbent yang hampir mencapai 90 persen akan bertarung memperebutkan kursi parlemen, itu tidak akan menjadi masalah selama saat memilih mempelajari calon-calon tersebut dan melihat rekam jejaknya.
Gana Buana
Peneliti The Political Literacy Institute
Fenomena pengenalan diri para kandidat tiap-tiap partai di negeri ini ternyata masih belum mengena persoalan mendasar aturan baku marketing politik yang seharusnya. Terbukti dengan kian tingginya angka undecided voters menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tentang Sentimen Pemilih terhadap Partai Politik.
Hasil survei tersebut menetapkan bahwa angka undecided voters menembus angka 28,9 persen dari 10 pilihan partai peserta pemilu 2014. Terbukti bahwa jika merujuk pada hasil survei tersebut partai politik beserta kandidatnya diyakini tidak membawa perubahan mendasar dalam Pemilu 2014 mendatang.
Namun, di dalam negara demokrasi suara pemilih amat menentukan kadar kekuatan legitimasi (legitimate power) dalam tingkat keterpilihan seorang kandidat. Untuk itu ada beberapa upaya untuk senantiasa menyukseskan pemilu dengan menjadi pemilih cerdas dalam Pemilu April 2014 mendatang.
Pertama, pertama pelajari calonnya. Jennifer Lees dan Marshment dalam bukunya Political Marketing and British Political Parties menyatakan bahwa konsep dasar terpilihnya seorang kandidat didahului dengan tingkat diketahui. Apabila seorang kandidat bukan hanya populer dengan wajah dan nama makan peluang untuk disukai akan besar, dan akan berpengaruh pada tingkat keterpilihannya.
Kedua, lihat rekam jejaknya (track record). Menentukan pilihan tepat harus disertai berbagai pertimbangan. Apalagi dengan menetapkan pilihan yang akan menentukan nasib bangsa 5 tahun mendatang. Latar belakang dan rekam jejak (track record) si kandidat. Misalnya dengan menoleh pada siapa dia, apa latar belakang pendidikan, atau bagaimana pencapaian karir yang pernah diraih. Karena apa yang kita pilih dalam pemilu kali ini turut menentukan putusan-putusan kebijakan 5 tahun mendatang.
Ketiga, jangan golput. Masuk ke dalam golongan putih (golput) bukanlan sebuah jalan keluar yang baik dalam menghadapi Pemilu 2014. Di tengah jumlah incumbent yang hampir mencapai 90 persen akan bertarung memperebutkan kursi parlemen, itu tidak akan menjadi masalah selama saat memilih mempelajari calon-calon tersebut dan melihat rekam jejaknya.
Gana Buana
Peneliti The Political Literacy Institute
(hyk)