Duka Sinabung
A
A
A
AMUKAN awan panas dari letusan Gunung Sinabung memakan korban jiwa. Sedikitnya 15 orang tewas mengenaskan setelah tersapu awan panas di Desa Suka Meriah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara Sabtu (1/2) lalu.
Tim SAR masih berupaya mencari korban lain yang kemungkinan masih belum ditemukan di lokasi yang jaraknya 2,7 kilometer dari kawah Sinabung. Peristiwa ini sangat mengejutkan mengingat penanganan bencana sudah berlangsung lebih dari empat bulan lalu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengungsikan 25.810 warga atau 8.000 kepala keluarga yang tinggal di sekitar Sinabung.
Pemerintah terpaksa mengungsikan warga agar tidak terjadi korban jiwa jika sewaktu-waktu gunung yang hampir 400 tahun terdiam itu meletus dan mengembuskan awan panas yang akan membakar semua yang dilaluinya.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) jauh hari telah memperingatkan wilayah berbahaya yang harus disterilkan dari penduduk, yaitu di radius 5 kilometer dari kawah. Namun, masih banyak pengungsi yang pulang ke rumah di siang hari dan baru kembali ke posko pengungsian malam harinya.
Tentu saja ini tindakan yang sangat berbahaya mengingat semburan hawa panas Sinabung sulit ditebak dan tidak berpola. Untuk mencegah kejadian tragis ini berulang, aparat pemerintah harus memperketat penjagaan di jalur-jalur menuju wilayah steril 5 kilometer dari kawah agar tidak kecolongan lagi. Aparat pemerintah beserta tokoh masyarakat setempat juga harus dilibatkan untuk mengajak dan mengingatkan warga agar tidak meninggalkan posko pengungsian dengan alasan apa pun.
Secara psikologis, apa yang dilakukan warga yang sudah berbulan- bulan tinggal di tenda-tenda pengungsian untuk kembali ke rumah bisa dimaklumi. Apalagi, mereka telah meninggalkan aktivitas sehari-hari dalam jangka waktu lama.
Pemulihan kondisi psikologis pengungsi harus lebih ditingkatkan karena belum ada tanda-tanda Gunung Sinabung berhenti meletus. Diperlukan stamina dan daya tahan yang luar biasa dari para pengungsi, BNPB, serta berbagai pihak dalam penanganan bencana Sinabung.
Kedatangan Presiden SBY dan anggota kabinet langsung di lokasi pengungsian diharapkan mampu menyolidkan upaya pemerintah pusat dan daerah untuk bersama-sama membantu para pengungsi, memberi mereka harapan akan masa depan pascabencana serta menggalang solidaritas seluruh masyarakat Indonesia.
Pemerintah sebaiknya juga memikirkan relokasi permanen ke wilayah aman bagi 8.000 warga tersebut. Perlu disiapkan skema penanganan yang tepat agar relokasi warga bisa dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
Pengalaman penanganan bencana di berbagai wilayah yang kurang baik harus dijadikan pelajaran penting sehingga tidak terulang di Sinabung. Dalam situasi yang tidak menentu, resah, putus asa, para pengungsi membutuhkan peran pemerintah yang total.
Siapa lagi yang bisa diharapkan jika bukan pemerintah yang diharapkan bisa meringankan beban hidup para pengungsi bencana Sinabung. Uluran tangan juga diharapkan datang dari berbagai pihak di luar pemerintah.
Satukan hati dan jiwa, tanggalkan kepentingan politik atau kepentingan kelompok, untuk bergandengan tangan membantu pengungsi Sinabung. Tanpa dukungan masyarakat, pemerintah akan kelimpungan menangani bencana ini sendirian.
Relokasi permanen membutuhkan dana besar karena di samping membangun perumahan, pemerintah juga harus menyediakan infrastruktur penunjang yang layak agar pengungsi merasa nyaman di lingkungan baru. Di tempat baru harus disediakan fasilitas perumahan, pendidikan, kesehatan, dan sarana pengganti mata pencaharian warga di tempat lama. Ini proyek besar yang harus segera disiapkan pemerintah.
Kita yakin pemerintah telah berpengalaman karena sudah sering kali menangani berbagai jenis bencana. Sebagai negara yang terletak di jalur cincin api, bencana adalah bagian dari konsekuensi logis yang harus diantisipasi jauh hari. Kelemahan koordinasi antarlembaga dan instansi adalah salah satu kelemahan yang harus dibenahi.
Tim SAR masih berupaya mencari korban lain yang kemungkinan masih belum ditemukan di lokasi yang jaraknya 2,7 kilometer dari kawah Sinabung. Peristiwa ini sangat mengejutkan mengingat penanganan bencana sudah berlangsung lebih dari empat bulan lalu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengungsikan 25.810 warga atau 8.000 kepala keluarga yang tinggal di sekitar Sinabung.
Pemerintah terpaksa mengungsikan warga agar tidak terjadi korban jiwa jika sewaktu-waktu gunung yang hampir 400 tahun terdiam itu meletus dan mengembuskan awan panas yang akan membakar semua yang dilaluinya.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) jauh hari telah memperingatkan wilayah berbahaya yang harus disterilkan dari penduduk, yaitu di radius 5 kilometer dari kawah. Namun, masih banyak pengungsi yang pulang ke rumah di siang hari dan baru kembali ke posko pengungsian malam harinya.
Tentu saja ini tindakan yang sangat berbahaya mengingat semburan hawa panas Sinabung sulit ditebak dan tidak berpola. Untuk mencegah kejadian tragis ini berulang, aparat pemerintah harus memperketat penjagaan di jalur-jalur menuju wilayah steril 5 kilometer dari kawah agar tidak kecolongan lagi. Aparat pemerintah beserta tokoh masyarakat setempat juga harus dilibatkan untuk mengajak dan mengingatkan warga agar tidak meninggalkan posko pengungsian dengan alasan apa pun.
Secara psikologis, apa yang dilakukan warga yang sudah berbulan- bulan tinggal di tenda-tenda pengungsian untuk kembali ke rumah bisa dimaklumi. Apalagi, mereka telah meninggalkan aktivitas sehari-hari dalam jangka waktu lama.
Pemulihan kondisi psikologis pengungsi harus lebih ditingkatkan karena belum ada tanda-tanda Gunung Sinabung berhenti meletus. Diperlukan stamina dan daya tahan yang luar biasa dari para pengungsi, BNPB, serta berbagai pihak dalam penanganan bencana Sinabung.
Kedatangan Presiden SBY dan anggota kabinet langsung di lokasi pengungsian diharapkan mampu menyolidkan upaya pemerintah pusat dan daerah untuk bersama-sama membantu para pengungsi, memberi mereka harapan akan masa depan pascabencana serta menggalang solidaritas seluruh masyarakat Indonesia.
Pemerintah sebaiknya juga memikirkan relokasi permanen ke wilayah aman bagi 8.000 warga tersebut. Perlu disiapkan skema penanganan yang tepat agar relokasi warga bisa dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
Pengalaman penanganan bencana di berbagai wilayah yang kurang baik harus dijadikan pelajaran penting sehingga tidak terulang di Sinabung. Dalam situasi yang tidak menentu, resah, putus asa, para pengungsi membutuhkan peran pemerintah yang total.
Siapa lagi yang bisa diharapkan jika bukan pemerintah yang diharapkan bisa meringankan beban hidup para pengungsi bencana Sinabung. Uluran tangan juga diharapkan datang dari berbagai pihak di luar pemerintah.
Satukan hati dan jiwa, tanggalkan kepentingan politik atau kepentingan kelompok, untuk bergandengan tangan membantu pengungsi Sinabung. Tanpa dukungan masyarakat, pemerintah akan kelimpungan menangani bencana ini sendirian.
Relokasi permanen membutuhkan dana besar karena di samping membangun perumahan, pemerintah juga harus menyediakan infrastruktur penunjang yang layak agar pengungsi merasa nyaman di lingkungan baru. Di tempat baru harus disediakan fasilitas perumahan, pendidikan, kesehatan, dan sarana pengganti mata pencaharian warga di tempat lama. Ini proyek besar yang harus segera disiapkan pemerintah.
Kita yakin pemerintah telah berpengalaman karena sudah sering kali menangani berbagai jenis bencana. Sebagai negara yang terletak di jalur cincin api, bencana adalah bagian dari konsekuensi logis yang harus diantisipasi jauh hari. Kelemahan koordinasi antarlembaga dan instansi adalah salah satu kelemahan yang harus dibenahi.
(nfl)