MK tepat putuskan pemilu serentak 2019

Sabtu, 25 Januari 2014 - 04:19 WIB
MK tepat putuskan pemilu serentak 2019
MK tepat putuskan pemilu serentak 2019
A A A
Sindonews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, pengujian Undang-undang (UU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang diajukan kelompok Effendi Gazali, dilakukan serentak pada Pemilu 2019 mendatang.

Menanggapi hal ini, pengamat hukum dari Indonesia Law Reform Institute (ILRINS), Jeppri F Silalahi menilai, putusan MK tersebut tepat.

"Argumentasi pertimbangan MK untuk mengabulkan permohonan pemilu serentak di 2019 sudah tepat dengan melihat waktu yang tidak cukup untuk persiapan penyelenggaraan pemilu serentak di 2014 sehingga bisa dilaksanakan di 2019," kata Jeppri saat dihubungi Sindonews, Jumat 24 Januari 2014, malam.

Sebelumnya, MK menilai, yang dimaksud pemilu adalah pemilu untuk DPR, pemilu untuk DPD, DPRD dan pemilu untuk presiden dan wakil presiden. Yakni, berada dalam waktu bersamaan atau satu tarikan nafas.

MK menyatakan, dengan pemilu serentak akan memberi kemudahan bagi warga negara untuk melaksanakan hak pilihnya secara efisien. Selain itu, akan mencapai efisiensi waktu, tenaga dan biaya. Dan juga memperkecil risiko konflik horizontal.

Dalam putusan ini, Hakim Konstitusi Maria Farida Indarti menyatakan berbeda pendapat atau dissenting opinion.

Seperti diketahui, pengujian UU tentang pemilu serentak yang diajukan Effendi Gazali ini telah selesai pada 14 Maret 2013. Pengujian UU tentang pemilu serentak itu dimohonkan sejak 10 Januari 2013.

Dalam pemohonannya, Pemohon beranggapan bahwa “Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD”, yang tercantum pada pasal 3 ayat (5) UU Pilpres bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Ketentuan ini mengatur penyelenggaraan pemilu menjadi dua kali pelaksanaan pemilu (tidak serentak) yakni, pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pilpres.
Pemohon berpendapat, pelaksanaan pemilu yang lebih dari satu kali tersebut, telah menimbulkan banyak akibat yang merugikan hak konstitusional warga negara.

Pertama, kemudahan bagi warga negara untuk melaksanakan hak pilihnya secara efisien terancam. Kedua, dana untuk menyelenggarakan pemilu yang tidak serentak menjadi amat boros dan seharusnya digunakan untuk memenuhi hak konstitusional lain warga negara.

Original Intent ketentuan pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945, dapat kita temukan ketika anggota MPR yang menyusun Amandemen Konstitusi pada tahun 2001, dengan jelas menyatakan, pemilihan umum memang dimaksudkan untuk diselenggarakan lima tahun sekali (serentak) untuk memilih (sekaligus) anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden.

Sedangkan pasal 3 ayat (5) UU 42/2008 yang berbunyi, “Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD” bertentangan dengan original Intent Penyusun Konstitusi terutama pasal 6A ayat (2) dan pasal 22E ayat (1) dan ayat (2), sehingga harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Yusril tak setuju pemilu serentak 2019.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8981 seconds (0.1#10.140)