Rutinitas banjir

Senin, 20 Januari 2014 - 06:22 WIB
Rutinitas banjir
Rutinitas banjir
A A A
DALAM perspektif spiritual, bencana bisa dilihat sebagai ujian maupun cobaan dari Tuhan kepada umat manusia. Bencana juga dimaknai sebagai peringatan keras ataupun azab dari Tuhan kepada umatnya yang lalai serta melampaui batas.

Bagaimana dengan bencana banjir yang sepekan terakhir ini melanda Jakarta, Manado, dan sejumlah wilayah Indonesia lainnya? Apakah ini termasuk ujian atau azab? Kita kembalikan kepada diri kita masing-masing, kepada para pemimpin kita, untuk menjawab pertanyaan ini. Yang pasti data menunjukkan bahwa bencana banjir telah menjadi rutinitas setiap musim hujan.

Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki dua musim yang periodisasinya bisa diprediksi dengan baik oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang didukung banyak ahli di bidang ini. Meskipun ada pergeseran waktu akibat perubahan iklim maupun pemanasan global, kapan musim hujan kapan musim kemarau masih bisa diprediksi dengan baik. Misalnya Januari-Maret dipastikan terjadi puncak musim hujan seperti yang terjadi saat ini yang diiringi dengan banjir serta tanah longsor di sejumlah tempat.

Kemudian September-Oktober biasanya menjadi bulan puncak musim kemarau yang ditandai dengan kekeringan di sejumlah daerah. Namun, prakiraan cuaca belum menjadi informasi penting bagi para penyelenggara negara maupun masyarakat. Ini terlihat dari sikap pemerintah dan masyarakat yang menganggap banjir dan kekeringan adalah rutinitas musiman.

Toh, jika musim hujan lewat, banjir juga akan surut dengan sendirinya. Kira-kira seperti itulah cara pandang yang masih menghinggapi pikiran masyarakat kita. Celakanya, pola pikir pemerintah kita tak jauh dari pandangan seperti itu. Belum terlihat antisipasi yang serius sejak Jakarta diterjang banjir dahsyat pada 2007. Yang ada hanya solusi-solusi biasa. Upaya mengatasi banjir dan bencana rutin lain hanya ramai menjadi perbincangan di acara seminar, talkshow,atau forum-forum di media sosial.

Sedangkan eksekusi mengatasi bencana rutin ini di lapangan mulai yang paling ringan hingga yang paling berat jauh dari harapan. Orang masih dengan enteng membuang sampah ke sungai, pembangunan vila dan kawasan mewah di lereng gunung masih dilakukan, pertumbuhan perumahan di daerah resapan air dan fasilitas umum juga sulit dikendalikan. Sadar lingkungan masyarakat yang masih rendah bersambut dengan ketidakseriusan pemerintah mengantisipasi bencana rutin ini.

Hasilnya seperti yang kita hadapi sekarang. Saat air bah mematikan roda perekonomian dan menenggelamkan ribuan rumah penduduk di banyak tempat, para pejabat kita justru sibuk berdebat, saling tuding, atau bahkan buang badan dengan alasan ini bagian pusat, ini bagian daerah, dan seterusnya. Tidak ada yang mau disalahkan, semua merasa diri yang paling benar.

Tidak ada koordinasi, tidak ada konsolidasi negara untuk menghadapi bencana rutin ini. Yang menonjol justru aroma politisnya, saling serobot, dan saling telikung di antara para pemimpin kita. Mirip suasana jalan Ibu Kota yang lalu lintas macet total karena pengendaranya tidak disiplin dan saling serobot. Yang lebih celaka lagi tidak ada rasa malu dan penyesalan yang terlontar dari mulut para pejabat kita.

Secara logika seharusnya bencana rutin ini bisa diantisipasi secara lebih baik dan sistematis jika semua stakeholders paham akan tugas dan tanggung jawabnya. Pemerintah sudah paham betul apa yang menyebabkan banjir Jakarta, Manado, atau daerah-daerah lainnya. Secara teori pemerintah juga sudah mengerti langkahlangkah apa yang harus dilakukan.

Tapi, mengapa banjir tetap saja menjadi rutinitas dan cara mengatasinya masih sama dari tahun ke tahun. Polanya selalu menunggu banjir terjadi baru bertindak dengan cara-cara yang biasa. Belum ada solusi yang menyentuh persoalan di hulunya.

Ribut-ribut selalu terjadi di hilir. Tidak ada salahnya jika banjir pada 2014 ini bisa menjadi titik balik bagi semua pihak untuk membuka lembaran baru dalam mengatasi dan mengantisipasi sehingga tahun 2015 nanti kita tidak menghadapi hal yang sama.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0786 seconds (0.1#10.140)