Elemen kebhinekaan minta Pemilu 2014 tanpa diskriminasi
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah elemen yang mengatasnamakan pengawal kebhinekaan Indonesia meminta momen Pemilu 2014 dijadikan sebagai pemilu yang bersih dari praktik-praktik diskriminasi.
Saat audiensi bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) tersebut menyatakan, Pemilu 2014 selain untuk suksesi kepemimpinan, juga untuk mengukur kualitas demokrasi pada masa mendatang.
Sehingga, dalam hak pilih dan dipilih, negara maupun penyelenggara pemilu harus menjamin hak konstitusi mereka. Terutama bagi mereka yang notabene tergolong minoritas atau berlainan kepercayaan.
"Ini berkaitan dengan fenomena makin suburnya praktik-praktik intoleransi dan ancaman, termasuk penggunaan kekerasan terhadap kelompok-kelompok minoritas," ujar Koordinator Gerakan Kebhinekaan untuk Pemilu 2014 yang berkualitas, Ahmad Suaedi, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (13/1/2014).
Ahmad berpendapat, makna pemilu harusnya menjadi kesetaraan demokrasi bagi semua. Namun, pada praktiknya diskriminasi masih sering dialami oleh kalangan minoritas.
Oleh sebab itu, baik pemerintah maupun penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu harus berlaku adil dalam memberikan porsi kepada mereka. Minimal, kata Ahmad, Bawaslu tak hanya mengawasi teknis pemilu, tetapi juga perilaku pemilih.
"Khususnya pada masa kampanye, sering kali orang-orang dan pihak yang intoleran dan diskriminatif menggunakan kesempatan itu untuk memojokkan pihak lain dengan tuduhan menyalahi paham keagamaan atau yang sering disebut melakukan penodaan agama," ujarnya.
Diketahui, sejumlah ormas seperti ILRC, Wahid Institute, Abdurahman Wahid Center, PGI, KWI, Maarif Institute, Pusat Hukum Kontitusi Universitas Airlangga, Pusat HAM dan Demokrasi FH Universitas Brawijaya, PP Muhammadiyah, PBNU, Perludem, Sejuk, Aman Indonesia, dan Yayasan Tifa meminta kepada penyelenggara dan pengawas pemilu agar mengawasi perilaku dan praktik diskriminasi saat Pemilu 2014 berlangsung.
Baca berita:
SBY: Jangan anggap enteng Pemilu 2014
Saat audiensi bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) tersebut menyatakan, Pemilu 2014 selain untuk suksesi kepemimpinan, juga untuk mengukur kualitas demokrasi pada masa mendatang.
Sehingga, dalam hak pilih dan dipilih, negara maupun penyelenggara pemilu harus menjamin hak konstitusi mereka. Terutama bagi mereka yang notabene tergolong minoritas atau berlainan kepercayaan.
"Ini berkaitan dengan fenomena makin suburnya praktik-praktik intoleransi dan ancaman, termasuk penggunaan kekerasan terhadap kelompok-kelompok minoritas," ujar Koordinator Gerakan Kebhinekaan untuk Pemilu 2014 yang berkualitas, Ahmad Suaedi, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (13/1/2014).
Ahmad berpendapat, makna pemilu harusnya menjadi kesetaraan demokrasi bagi semua. Namun, pada praktiknya diskriminasi masih sering dialami oleh kalangan minoritas.
Oleh sebab itu, baik pemerintah maupun penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu harus berlaku adil dalam memberikan porsi kepada mereka. Minimal, kata Ahmad, Bawaslu tak hanya mengawasi teknis pemilu, tetapi juga perilaku pemilih.
"Khususnya pada masa kampanye, sering kali orang-orang dan pihak yang intoleran dan diskriminatif menggunakan kesempatan itu untuk memojokkan pihak lain dengan tuduhan menyalahi paham keagamaan atau yang sering disebut melakukan penodaan agama," ujarnya.
Diketahui, sejumlah ormas seperti ILRC, Wahid Institute, Abdurahman Wahid Center, PGI, KWI, Maarif Institute, Pusat Hukum Kontitusi Universitas Airlangga, Pusat HAM dan Demokrasi FH Universitas Brawijaya, PP Muhammadiyah, PBNU, Perludem, Sejuk, Aman Indonesia, dan Yayasan Tifa meminta kepada penyelenggara dan pengawas pemilu agar mengawasi perilaku dan praktik diskriminasi saat Pemilu 2014 berlangsung.
Baca berita:
SBY: Jangan anggap enteng Pemilu 2014
(kri)