Rekayasa kasus narkoba

Senin, 13 Januari 2014 - 06:24 WIB
Rekayasa kasus narkoba
Rekayasa kasus narkoba
A A A
MAHKAMAH Agung (MA) beberapa waktu lalu telah menganulir sejumlah kasus narkoba yang diduga kuat merupakan rekayasa oknum polisi.

Keberanian para hakim agung ini patut diapresiasi karena telah membongkar kebobrokan petugas korps bayangkara tersebut. Semangat para hakim agung itu harus dijadikan inspirasi bagi yang lain. Di sisi lain, fenomena itu merupakan tamparan keras bagi kepolisian maupun kejaksaan yang sangat tidak profesional dalam menyidik kasus pidana. Meski dilakukan oknum, rekayasa kasus narkoba itu telah mencoreng nama penegak hukum secara keseluruhan.

Apalagi, dalam dua minggu ini saja MA telah menganulir empat kasus narkoba yang kesemuanya diduga kuat merupakan rekayasa polisi. Dua kasus terjadi di Kalimantan, sisanya di Prabumulih, Sumatera Selatan dan Surabaya, Jawa Timur.

Semuanya divonis bersalah di pengadilan tingkat pertama dan banding, namun dibebaskan di tingkat MA. Tingkah polah aparat ini sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Bagaimana mungkin polisi sebagai pengayom masyarakat malah menebar teror dengan melakukan fitnah keji kepada anggota masyarakat.

Kalau memang benar temuan MA itu, mereka tidak layak lagi menjadi penegak hukum. Karena dengan kewenangan yang dimiliki, mereka telah melakukan ”kejahatan yang luar biasa”. Ada dua faktor terjadinya hal tersebut. Pertama, kurangnya pengawasan dari atasan. Bahkan, mereka sangat mungkin melakukannya untuk menyenangkan atasannya. Untuk mengejar target atasannya, mereka menjadi membabi buta dalam mencari orang yang bisa dijadikan kambing hitam.

Padahal sebenarnya jika penegakan hukum dilakukan sesuai prosedur yang disyaratkan perundangan, rekayasa kasus pidana pasti dengan mudah bisa dicium. Misalnya dalam kasus-kasus narkoba di atas ternyata memiliki kesamaan kelemahan, yakni saat melakukan penggerebekan hanya disaksikan saksi dari kepolisian. Padahal, menurut KUHAP, penggerebekan harus disaksikan pihak yang netral baik itu masyarakat, pengurus RT maupun RW, dan nantinya saksi itu harus dihadirkan di persidangan.

Prosedur yang dilanggar ini oleh penyidik ini untungnya berhasil diendus oleh MA sehingga ”aksi buruk” mereka bisa diungkap. Kedua, tidak adanya sanksi yang berat bagi aparat kepolisian yang terindikasi kuat melakukan ”rekayasa” kasus. Selama ini, kita sangat jarang sekali mendengar ada polisi dipecat dan dihukum karena diduga kuat merekayasa kasus. Bila terungkap pun, terkadang hanya diberi sanksi teguran dan administratif sehingga tidak memberi efek jera bagi yang lain.

Yang memprihatinkan lagi adalah melihat respons polisi dan kejaksaan terhadap putusan MA tersebut. Mereka begitu reaktif. Mereka saling bantah dan tuding yang seolah-olah tidak mau disalahkan dalam terjadinya rekayasa kasus tersebut. Sikap mereka menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum.

Bagaimana para penegak hukum tidak mau menghormati dan mengakui putusan lembaga pengadilan tertinggi tersebut. Seharusnya dengan temuan MA tersebut, para polisi dan jaksa harusnya melakukan introspeksi diri dan segera mengusut tuntas apakah benar kasus-kasus yang telah diungkap MA itu benar merupakan rekayasa atau tidak.

Kalau tidak benar, mereka tinggal mengajukan peninjauan kembali (PK) tentu disertai novum yang kredibel. Namun jika memang ditemukan kejanggalan, polisi harus berani dengan transparan meminta maaf dan menindak tegas para anggotanya yang terlibat.

Mereka yang terlibat tidak saja harus dipecat sebagai anggota polisi, namun mereka harus dihukum berat. Alasannya, sebagai penegak hukum harus dihukum lebih berat jika melakukan pidana dibanding masyarakat biasa. Ingat negara kita negara hukum.

Tak ada yang kebal hukum termasuk aparat penegaknya sendiri. Langkah itu akan sangat lebih elegan dan baik ketimbang ramai-ramai membantah putusan MA. Pihak kejaksaan juga harus diberi sanksi sesuai kesalahan yang dilakukan, sehingga ke depan mereka tidak sembarangan lagi memberikan status P21 (sempurna) dalam menerima limpahan kasus pidana dari pihak kepolisian.

Tindakan tegas itu penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan citra penegak hukum yang saat ini masih berada di titik nadir.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7453 seconds (0.1#10.140)