Pemilu 2014 rawan penjarahan politik
A
A
A
Sindonews.com - Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 selain momen pergantian kepemimpinan melalui pemilu, momen tersebut juga menjadi ladang untuk mengeruk keuntungan secara ekonomi.
Dalam kasusnya, penguasaan sumber daya alam seperti tambang dan energi tak luput menjadi incaran para kontestan politik, baik secara personal (calon anggota legislatif) maupun kelompok (partai politik).
Menurut Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Hendrik Siregar, posisi pemilu dan politik memiliki kedudukan strategis untuk mengamankan unsur tambang dan energi.
"Modusnya politik ini menjadi sesuatu yang strategis untuk menjarah sumber daya alam khususnya dibidang tambang dan energi. Minimal politik dijadikan lahan untuk mengurus perizinan," kata Hendrik, di Galeri Cipta, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2014).
Menurut temuan tersebut, modus 'penjarahan' sumber daya alam oleh kalangan politikus pada pemilu 2014 tidak jauh berbeda dengan pemilu 2009. Kata Hendrik, motif penguasaan sumber daya lebih besar ketimbang janji mensejahterahkan masyarakat. "Ada kemiripan yang terjadi, walaupun pelakunya berbeda," ujarnya.
Hendrik berpendapat, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2004 yang dirubah menjadi UU nomor 19 tahun 2005 serta diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 tahun 2008 adalah kebijakan dari pemerintah yang mempermudah perizinan eksplorasi.
Biasanya, tambah Hendrik, melalui kekuasaan dan aturan (regulasi) pemerintahan, pihak eksplorasi bersedia membiayai politik dengan satu syarat dipermudah perizinan eksplorasi sumber daya alam dikemudian hari.
"Masih sangat mungkin jelang Pemilu 2014 ini akan lahir juga kebijakan untuk kepentingan pembiayaan pemilu," sambungnya.
Dalam kasusnya, penguasaan sumber daya alam seperti tambang dan energi tak luput menjadi incaran para kontestan politik, baik secara personal (calon anggota legislatif) maupun kelompok (partai politik).
Menurut Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Hendrik Siregar, posisi pemilu dan politik memiliki kedudukan strategis untuk mengamankan unsur tambang dan energi.
"Modusnya politik ini menjadi sesuatu yang strategis untuk menjarah sumber daya alam khususnya dibidang tambang dan energi. Minimal politik dijadikan lahan untuk mengurus perizinan," kata Hendrik, di Galeri Cipta, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2014).
Menurut temuan tersebut, modus 'penjarahan' sumber daya alam oleh kalangan politikus pada pemilu 2014 tidak jauh berbeda dengan pemilu 2009. Kata Hendrik, motif penguasaan sumber daya lebih besar ketimbang janji mensejahterahkan masyarakat. "Ada kemiripan yang terjadi, walaupun pelakunya berbeda," ujarnya.
Hendrik berpendapat, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2004 yang dirubah menjadi UU nomor 19 tahun 2005 serta diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 tahun 2008 adalah kebijakan dari pemerintah yang mempermudah perizinan eksplorasi.
Biasanya, tambah Hendrik, melalui kekuasaan dan aturan (regulasi) pemerintahan, pihak eksplorasi bersedia membiayai politik dengan satu syarat dipermudah perizinan eksplorasi sumber daya alam dikemudian hari.
"Masih sangat mungkin jelang Pemilu 2014 ini akan lahir juga kebijakan untuk kepentingan pembiayaan pemilu," sambungnya.
(maf)