Pasek kritik standarisasi pemeriksaan di KPK
A
A
A
Sindonews.com - Politikus Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika mengkritik cara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan pemeriksaan terhadapnya hari ini.
Sekadar informasi, dia diperiksa KPK hari ini sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan hadiah dalam proses perencanaan Hambalang atau proyek-proyek lainnya dengan tersangka mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
"Tadi usai diperiksa KPK sebagai saksi Tersangka AU dengan kasus unik, yaitu penerimaan hadiah Hambalang dan proyek-proyek lainnya. Ada hal menarik untuk dicermati," ujar I Gede Pasek Suardika di akun jejaring sosial Twitternya, @G_paseksuardika, Selasa (7/1/2014).
Menurutnya, apa yang dialaminya saat diperiksa penyidik KPK hari ini perlu dibeberkan ke publik, untuk menjadi pengalaman bersama. Hal itu, kata dia, karena menyangkut kualitas penegak hukum dikaitkan dengan hukum acara pidana.
"Saya diperiksa oleh penyidik yang menyenangkan karena bisa menuntaskan tugas dengan suasana kekeluargaan namun tetap menjaga profesionalisme tugas," imbuhnya.
Meski begitu, ujar dia, ada yang menarik harus diangkat ke publik karena menyangkut standarisasi pemeriksaan dalam penyidikan KPK.
"Pertama kita tidak boleh bawa apapun termasuk pulpen. Begitu takutkah KPK memeriksa saksi harus dengan persyaratan yang begitu ketat. Aneh," kata dia.
Kedua, dia mengaku kaget, lantaran penyidik KPK meminta pemeriksaan di atas sumpah untuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di penyidik KPK. "Sebagai orang hukum, justru saksi harus dilakukan secara bebas," tutur dia.
Dia menjelaskan, Pasal 116 Ayat 1 KUHAP menegaskan bahwa saksi diperiksa dengan tidak disumpah, kecuali ada cukup alasan untuk tidak hadir di pengadilan. Dia pun mengaku sempat berdebat dengan penyidik KPK mengenai tata cara pemeriksaan tersebut.
"Akhirnya, penyidik tidak jadi mengambil sumpah. Saya tanya teman-teman yang lain, yang jadi saksi rata-rata diminta untuk
disumpah. Tampak KPK langgar undang-undang," ungkapnya.
"Tentu kalau sudah disumpah dan dibuatkan berita acara sumpah maka saksi bisa tidak dihadirkan, atau kalau mencabut kesaksian tidak bisa lagi," tambah dia.
Menurutnya, hal ini melanggar Pasal 117 Ayat 1 KUHAP keterangan tersangka atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.
Selain itu, tutur dia, Pasal 185 Ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. "KPK telah mengebiri," ucapnya.
"Jadi ingat ada petinggi KPK dengan gagahnya bilang, itu kesaksian di sidang tidak ada di BAP. Saksi itu aneh bla bla bla. Siapa yang aneh ya?" katanya.
Menurutnya, sumpah itu dilakukan di pengadilan oleh hakim, bukan oleh penyidik. Kecuali, lanjut dia, alasan khusus tidak bisa hadir saja baru disumpah di penyidik.
Di samping itu, dia pun mengungkapkan pengalaman lainnya. Yakni tidak berjalannya Pasal 112 soal kewajiban penyidik yang melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas.
"Sehingga jawaban saya, tahu maksud dipanggil tapi tidak mengerti dengan kata proyek-proyek lainnya karena itu berarti deliknya belum jelas. Itu katanya urusan penyidik dengan AU. Dan saya hanya ditanya soal Kongres yang tidak ada satu kata pun disebut dalam surat panggilan. Ini aneh juga," ujar dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan, begitu banyak penafsiran tunggal ala KPK yang tidak sesuai dengan amanat KUHAP yang saat ini berjalan. "Ini memerlukan perhatian para penggiat HAM," tukasnya.
Kendati demikian, sebenarnya menurut dia, cara kerja penyidik KPK cukup profesional. Namun, sambung dia, hanya saja aturan main arahannya justru menabrak KUHAP.
"Kalau saja seperti saya mendapatkan arahan pemeriksaan seperti itu, bagaimana dengan saksi-saksi lainnya? Mari kita kawal KPK tetap profesional dan amanah," tambah dia.
Maka dari itu, dia mengatakan bahwa KPK perlu dijaga, dirawat dan dikembangkan integritasnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. "Jangan malah menjadi pioner melabrak KUHAP," pungkasnya.
Baca berita:
Pasek: Ada yang lebih pantas diperiksa KPK
Sekadar informasi, dia diperiksa KPK hari ini sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan hadiah dalam proses perencanaan Hambalang atau proyek-proyek lainnya dengan tersangka mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
"Tadi usai diperiksa KPK sebagai saksi Tersangka AU dengan kasus unik, yaitu penerimaan hadiah Hambalang dan proyek-proyek lainnya. Ada hal menarik untuk dicermati," ujar I Gede Pasek Suardika di akun jejaring sosial Twitternya, @G_paseksuardika, Selasa (7/1/2014).
Menurutnya, apa yang dialaminya saat diperiksa penyidik KPK hari ini perlu dibeberkan ke publik, untuk menjadi pengalaman bersama. Hal itu, kata dia, karena menyangkut kualitas penegak hukum dikaitkan dengan hukum acara pidana.
"Saya diperiksa oleh penyidik yang menyenangkan karena bisa menuntaskan tugas dengan suasana kekeluargaan namun tetap menjaga profesionalisme tugas," imbuhnya.
Meski begitu, ujar dia, ada yang menarik harus diangkat ke publik karena menyangkut standarisasi pemeriksaan dalam penyidikan KPK.
"Pertama kita tidak boleh bawa apapun termasuk pulpen. Begitu takutkah KPK memeriksa saksi harus dengan persyaratan yang begitu ketat. Aneh," kata dia.
Kedua, dia mengaku kaget, lantaran penyidik KPK meminta pemeriksaan di atas sumpah untuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di penyidik KPK. "Sebagai orang hukum, justru saksi harus dilakukan secara bebas," tutur dia.
Dia menjelaskan, Pasal 116 Ayat 1 KUHAP menegaskan bahwa saksi diperiksa dengan tidak disumpah, kecuali ada cukup alasan untuk tidak hadir di pengadilan. Dia pun mengaku sempat berdebat dengan penyidik KPK mengenai tata cara pemeriksaan tersebut.
"Akhirnya, penyidik tidak jadi mengambil sumpah. Saya tanya teman-teman yang lain, yang jadi saksi rata-rata diminta untuk
disumpah. Tampak KPK langgar undang-undang," ungkapnya.
"Tentu kalau sudah disumpah dan dibuatkan berita acara sumpah maka saksi bisa tidak dihadirkan, atau kalau mencabut kesaksian tidak bisa lagi," tambah dia.
Menurutnya, hal ini melanggar Pasal 117 Ayat 1 KUHAP keterangan tersangka atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.
Selain itu, tutur dia, Pasal 185 Ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. "KPK telah mengebiri," ucapnya.
"Jadi ingat ada petinggi KPK dengan gagahnya bilang, itu kesaksian di sidang tidak ada di BAP. Saksi itu aneh bla bla bla. Siapa yang aneh ya?" katanya.
Menurutnya, sumpah itu dilakukan di pengadilan oleh hakim, bukan oleh penyidik. Kecuali, lanjut dia, alasan khusus tidak bisa hadir saja baru disumpah di penyidik.
Di samping itu, dia pun mengungkapkan pengalaman lainnya. Yakni tidak berjalannya Pasal 112 soal kewajiban penyidik yang melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas.
"Sehingga jawaban saya, tahu maksud dipanggil tapi tidak mengerti dengan kata proyek-proyek lainnya karena itu berarti deliknya belum jelas. Itu katanya urusan penyidik dengan AU. Dan saya hanya ditanya soal Kongres yang tidak ada satu kata pun disebut dalam surat panggilan. Ini aneh juga," ujar dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan, begitu banyak penafsiran tunggal ala KPK yang tidak sesuai dengan amanat KUHAP yang saat ini berjalan. "Ini memerlukan perhatian para penggiat HAM," tukasnya.
Kendati demikian, sebenarnya menurut dia, cara kerja penyidik KPK cukup profesional. Namun, sambung dia, hanya saja aturan main arahannya justru menabrak KUHAP.
"Kalau saja seperti saya mendapatkan arahan pemeriksaan seperti itu, bagaimana dengan saksi-saksi lainnya? Mari kita kawal KPK tetap profesional dan amanah," tambah dia.
Maka dari itu, dia mengatakan bahwa KPK perlu dijaga, dirawat dan dikembangkan integritasnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. "Jangan malah menjadi pioner melabrak KUHAP," pungkasnya.
Baca berita:
Pasek: Ada yang lebih pantas diperiksa KPK
(kri)