Tahun kompetisi

Jum'at, 03 Januari 2014 - 06:54 WIB
Tahun kompetisi
Tahun kompetisi
A A A
BANGSA Indonesia sudah memasuki tahun yang oleh banyak kalangan dikatakan akan menjadi tahun yang berwarna-warni. Tahun 2014 ini yang sering disebut sebagai tahun pemilu akan dipenuhi oleh berbagai ingar-bingar persaingan politik yang tak akan ada habisnya.

Dalam politik apa pun bisa menjadi pokok bahasan untuk membanggakan diri, kelompok, golongan maupun partai politiknya, dan juga hal apa pun bisa dipakai untuk mendiskreditkan lawan. Banyak pihak memprediksi bahwa tahun ini politik Indonesia akan sangat tinggi tensinya dan melibatkan segenap masyarakat Indonesia. Pelibatan masyarakat ini tak lain karena medium komunikasi yang makin terbuka dan bisa diakses oleh nyaris semua orang.

Dengan arus komunikasi dari segi media komunikasi mainstream saja seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, danlain-lain, setiaphari kitasemuasudah terpapar informasi seputar politik dalam kadar tinggi. Intensitas itu akan kian tinggi karena di media sosial ingar-bingar politik itu juga terjadi, bahkan lebih keras pertarungannya karena melibatkan interaksi langsung dari tiap-tiap warga negara ini yang juga meyakini, bahwa perannya berbicara politik dalam media sosial adalah salah satu langkah melaksanakan fungsi partisipasi politik.

Sayangnya kemungkinan besar pertarungan itu, seperti umumnya pertarungan politik di Indonesia akan tak sedap dipandang dan didengar. Seperti diprediksi oleh Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro bahwa tahun 2014 ini akan terjadi kompetisi aib dalam dunia perpolitikan Indonesia. Alih-alih saling bersaing menunjukkan programnya paling bagus, parpol-parpol malah saling membuka borok dan aib lawannya sehingga nuansa negative campaignakan sangat kentara.

Parpol-parpol seperti kehabisan akal untuk menunjukkan dirinya baik karena hampir semua parpol tersangkut masalah korupsi dan berbagai skandal lainnya. Maka cara terbaik untuk mengangkat dirinya adalah dengan menjatuhkan lawan-lawannya dengan mengapitalisasi kekurangan lawannya sebagai sarana black campaign. Persaingan ini bisa memberikan pengaruh sangat besar bagi para pendukung die hard.

Bukan tidak mungkin panasnya nuansa persaingan antara para pendukung die hard lebih kental dibandingkan antara para elite yang sebenarnya banyak yang saling berkawan, sekalipun harus bersaing karena berlainan parpol. Potensi ini perlu diantisipasi oleh kita semua. Jangan sampai rakyat larut dalam persaingan tidak sehat yang dijalankan oleh elite-elite parpol. Tugas kita sebagai rakyat dalam alam demokrasi adalah untuk ikut menentukan siapa wakil rakyat yang paling cocok untuk merepresentasikan konsep cita-cita berbangsa dan bernegara yang tepat.

Kita tak perlu ikut gontok-gontokan terbawa suasana yang justru mendatangkan perpecahan horizontal. Cukuplah menjadi rakyat yang cerdas, yang mampu memilah hal-hal yang baik dan benar dari kalimat penuh bunga dari para politisi demi kemajuan bangsa ini. Kita semua juga harus selalu menjadi pengingat bagi para elite politik bahwa suasana kompetisi politik tahun 2014 ini jangan sampai melenakan tugas kenegaraannya bagi para politisi yang saat ini memegang jabatan politik.

Harus selalu diingat bahwa fokus membangun dan memajukan negara tak bisa dikompensasikan dengan syahwat mengejar kekuasaan politik. Berbagai tantangan besar menghadang Indonesia di tahun 2014 ini. Sebut saja nilai tukar rupiah yang terus merosot, inflasi yang tak terkontrol, subsidi BBM yang belum terkontrol dan diperparah dengan melemahnya rupiah, angka kemiskinan dan pengangguran yang belum menggembirakan dan segudang persoalan lainnya. Bahkan pada 2015, kita akan memasuki fase Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Tentunya kesemua masalah itu tak bisa ditangani sambil lalu atau hanya menjadi bahan kampanye politik. Mungkin ada politisi dan para pendukungnya yang berpikir bahwa republik ini bisa menunggu setidaknya hingga Pilpres Juli 2014, atau paling lama hingga pelantikan Presiden yang direncanakan pada Oktober 2014. Namun nyatanya, Indonesia tak bisa ditelantarkan selama itu. Kita butuh para elite politik pengemban tugas kenegaraan yang bersifat negarawan, selalu mengutamakan kemajuan bangsa dan negaranya di atas kepentingan dirinya, kelompoknya, ataupun parpolnya.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6311 seconds (0.1#10.140)