Kenegarawanan SBY diuji melalui putusan PTUN
A
A
A
Sindonews.com - Rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan mengajukan banding kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atas gugatan Keputusan Presiden (Keppres) yang dikalahkan koalisi masyarakat sipil menjadi ujian sikap dan kenegarawanan SBY sebagai Presiden.
Menurut mantan staf ahli MK, Refly Harun, Presiden SBY bisa menjadi orang yang konsisten terhadap Perppu MK, jika menyikapi dengan objektif semua putusan PTUN terkait pembatalan pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar.
"Jika Presiden tidak banding, maka sudah sesuai dengan perubahan politik hukum Presiden, seperti yang dituangkan dalam Perppu MK yang kini telah disahkan menjadi undang-undang," kata Refly, saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Rabu (25/12/2013).
Menyikapi polemik Keppres, masyarakat menjadi bingung akan sikap presiden. Pasalnya, adanya Perppu adalah untuk menyelamatkan kewibawaan MK. Sedangkan, wibawa MK menjadi hilang saat Presiden menggunakan haknya lewat Keppres, saat mengangkat Patrialis Akbar sebagai Hakim MK.
Sejalan dengan itu, saat posisi Keppres digugat, lalu dimenangkan oleh koalisi masyarakat sipil, SBY justru keukeuh untuk banding terhadap putusan PTUN. Padahal, kata Refly, undang-undang MK menyatakan, seorang Hakim MK saat akan diangkat menjadi hakim konstitusi, ia harus lepas dari aktivitas politik atau dengan kata lain tidak ada ikatan dengan partai politik.
"Bahwa hakim konstitusi bukan orang partai politik minimal tujuh tahun, yang direkrut secara terbuka dan akuntabel melalui mekanisme panel ahli," ujarnya.
Seperti sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil selamatkan MK akhirnya memenangkan gugatan atas Keppres Nomor 87/P tahun 2013 terkait pengangkatan Patrialis Akbar sebagai Hakim MK di PTUN.
Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Teguh Satya Bhakti serta anggota Elizabeh I.E.H.L Tobing, I Nyoman Harnanta, panitera pengganti Nanang Damini.
Adapun pihak penggugat berasal dari sejumlah LSM. Mereka antara lain, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Indonesia Legal Roundtable (ILR), Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM), Public Interest Lawyer Networks (PILNET) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Sedangkan menjadi pihak tergugat, adalah mereka tergugat I, Presiden SBY selaku pemilik Keppres, dan tergugat II, Patrialis Akbar sendiri sebagai Hakim MK.
Patrialis batal jadi Hakim MK, SBY bakal banding
Menurut mantan staf ahli MK, Refly Harun, Presiden SBY bisa menjadi orang yang konsisten terhadap Perppu MK, jika menyikapi dengan objektif semua putusan PTUN terkait pembatalan pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar.
"Jika Presiden tidak banding, maka sudah sesuai dengan perubahan politik hukum Presiden, seperti yang dituangkan dalam Perppu MK yang kini telah disahkan menjadi undang-undang," kata Refly, saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Rabu (25/12/2013).
Menyikapi polemik Keppres, masyarakat menjadi bingung akan sikap presiden. Pasalnya, adanya Perppu adalah untuk menyelamatkan kewibawaan MK. Sedangkan, wibawa MK menjadi hilang saat Presiden menggunakan haknya lewat Keppres, saat mengangkat Patrialis Akbar sebagai Hakim MK.
Sejalan dengan itu, saat posisi Keppres digugat, lalu dimenangkan oleh koalisi masyarakat sipil, SBY justru keukeuh untuk banding terhadap putusan PTUN. Padahal, kata Refly, undang-undang MK menyatakan, seorang Hakim MK saat akan diangkat menjadi hakim konstitusi, ia harus lepas dari aktivitas politik atau dengan kata lain tidak ada ikatan dengan partai politik.
"Bahwa hakim konstitusi bukan orang partai politik minimal tujuh tahun, yang direkrut secara terbuka dan akuntabel melalui mekanisme panel ahli," ujarnya.
Seperti sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil selamatkan MK akhirnya memenangkan gugatan atas Keppres Nomor 87/P tahun 2013 terkait pengangkatan Patrialis Akbar sebagai Hakim MK di PTUN.
Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Teguh Satya Bhakti serta anggota Elizabeh I.E.H.L Tobing, I Nyoman Harnanta, panitera pengganti Nanang Damini.
Adapun pihak penggugat berasal dari sejumlah LSM. Mereka antara lain, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Indonesia Legal Roundtable (ILR), Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM), Public Interest Lawyer Networks (PILNET) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Sedangkan menjadi pihak tergugat, adalah mereka tergugat I, Presiden SBY selaku pemilik Keppres, dan tergugat II, Patrialis Akbar sendiri sebagai Hakim MK.
Patrialis batal jadi Hakim MK, SBY bakal banding
(maf)