Alasan Yusril baru ajukan gugatan UU Pilpres
A
A
A
Sindonews.com - Hari ini, Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, telah mengajukan Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Karena baru dicalonkan sebagai calon presiden (capres) oleh partainya, menjadi alasan Yusril mengapa baru sekarang mengajukan judicial review tersebut.
Sehingga, kata dia, dirinya memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan PUU tersebut. Sebab, dia merasa memiliki kerugian konstitusional sebagai capres.
"Kapan saya baru memiliki kerugian konstitusional? Ketika saya dicalonkan menjadi calon presiden. Ini berkaitan dengan itu? kemarin sudah dicalonkan PBB dan sudah deklarasikan pada saat itu saya oleh partai politik peserta pemilu sah dimajukan jadi calon presiden," ujar Yusril di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2013).
Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa hak konstitusionalnya dilanggar dengan berlakunya Undang-Undang pemilihan presiden yang tidak menjamin hak konstitusional itu. "Saat itu lah saya mempunyai hak untuk menguji undang-undang. Kalau kemarin saya tidak punya hak," ungkapnya.
Yusril pun mengakui, memang UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres ini, sudah pernah beberapa kali diuji di MK. Akan tetapi, dia menegaskan, permohonannya kali ini berbeda dengan beberapa permohonan sebelumnya. Sehingga, kata dia, tidak terjadi pengulangan atau nebis bin idem.
"Yang saya mohon untuk diuji adalah norma pasal 3 ayat 4, pasal 9, pasal 14 ayat 2 dan pasal 112 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap pasal 4 ayat 1 pasal 6a ayat 2, pasal 7c, pasal 22e ayat 1 2 dan 3 UUD Negara RI Tahun 1945," katanya yang merupakan calon presiden (Capres) dari PBB ini.
Jadi, ujar dia, pasal-pasal yang diuji kali ini berbeda dengan pengujian sebelumnya. "Saya ingin menguji pasal per pasal darinya Undang-Undang pemilihan presiden dan Wakil Presiden itu yang dianut dengan sistem yang dianut UUD 1945," tutur dia.
"Seperti kita ketahui bahwa dalam sistem Republik itu pemilihan Presiden lebih dulu diadakan baru kemudian diadakan pemilihan legislatif atau pemilihan presiden dan legislatif dilakukan bersamaan. Tidak mungkin pemilihan legislatif diadakan lebih dulu baru kemudian diadakan pemillihan presiden. Itu hanya ada dalam sistem parlementer," tambah dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, sistem presidensial itu diatur dalam pasal 4 ayat 1 dan pasal 7c dari UUD 1945. "Lalu kemudian apakah sebenarnya maksud rumusan pasal 6a ayat 2 dan pasal 22e ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945 yang didalam pasal 6 ayat 2 itu mengatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusullkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu dilaksanakan," jelasnya.
Jika MK kabulkan gugatan Yusril, tahapan pemilu tak kacau
Karena baru dicalonkan sebagai calon presiden (capres) oleh partainya, menjadi alasan Yusril mengapa baru sekarang mengajukan judicial review tersebut.
Sehingga, kata dia, dirinya memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan PUU tersebut. Sebab, dia merasa memiliki kerugian konstitusional sebagai capres.
"Kapan saya baru memiliki kerugian konstitusional? Ketika saya dicalonkan menjadi calon presiden. Ini berkaitan dengan itu? kemarin sudah dicalonkan PBB dan sudah deklarasikan pada saat itu saya oleh partai politik peserta pemilu sah dimajukan jadi calon presiden," ujar Yusril di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2013).
Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa hak konstitusionalnya dilanggar dengan berlakunya Undang-Undang pemilihan presiden yang tidak menjamin hak konstitusional itu. "Saat itu lah saya mempunyai hak untuk menguji undang-undang. Kalau kemarin saya tidak punya hak," ungkapnya.
Yusril pun mengakui, memang UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres ini, sudah pernah beberapa kali diuji di MK. Akan tetapi, dia menegaskan, permohonannya kali ini berbeda dengan beberapa permohonan sebelumnya. Sehingga, kata dia, tidak terjadi pengulangan atau nebis bin idem.
"Yang saya mohon untuk diuji adalah norma pasal 3 ayat 4, pasal 9, pasal 14 ayat 2 dan pasal 112 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap pasal 4 ayat 1 pasal 6a ayat 2, pasal 7c, pasal 22e ayat 1 2 dan 3 UUD Negara RI Tahun 1945," katanya yang merupakan calon presiden (Capres) dari PBB ini.
Jadi, ujar dia, pasal-pasal yang diuji kali ini berbeda dengan pengujian sebelumnya. "Saya ingin menguji pasal per pasal darinya Undang-Undang pemilihan presiden dan Wakil Presiden itu yang dianut dengan sistem yang dianut UUD 1945," tutur dia.
"Seperti kita ketahui bahwa dalam sistem Republik itu pemilihan Presiden lebih dulu diadakan baru kemudian diadakan pemilihan legislatif atau pemilihan presiden dan legislatif dilakukan bersamaan. Tidak mungkin pemilihan legislatif diadakan lebih dulu baru kemudian diadakan pemillihan presiden. Itu hanya ada dalam sistem parlementer," tambah dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, sistem presidensial itu diatur dalam pasal 4 ayat 1 dan pasal 7c dari UUD 1945. "Lalu kemudian apakah sebenarnya maksud rumusan pasal 6a ayat 2 dan pasal 22e ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945 yang didalam pasal 6 ayat 2 itu mengatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusullkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu dilaksanakan," jelasnya.
Jika MK kabulkan gugatan Yusril, tahapan pemilu tak kacau
(maf)